Memangnya Karim habis ngapain sampe dikasih hadiah itu? Om juga mau dong dikasih hadiah juga."
Danu melirik pada Karim, menatap curiga pada Omnya yang begitu penasaran pada kakak cantiknya. Sampai-sampai bertingkah kekanakan hanya untuk mengulik informasi darinya. Danu beralih melihat ke Azzam yang diwajahnya seolah tertulis tanda tanya pada dahinya. Akhirnya Danu melepaskan rubrik itu dan menaruhnya pelan di atas meja. Baru saja tangan Karim terulur untuk meraihnya yang segera di tepis oleh empunya.
"Om gak boleh pegang! Ini dikasih karena Danu berhasil menjawab semua pertanyaannya kakak cantik."
"Oh ya? Memangnya pertanyaan apa? Om mau tahu dong."
"Kalau Danu jawab, Om bisa kasih hadiah apa?"
Karim terlihat berpikir sejenak. "Danu mau hadiah apa?"
"Om janji ya mau kasih Danu hadiah?"
"Iya janji. Nanti kita langsung keluar beli apa yang Danu mau." Karim megulurkan jari kelingkingnya, memastikan bahwa ia akan memenuhi janjinya.
Danu mengatakan semua pertanyaan dan jawaban yang diberikan padanya secara runtut dan jelas. Tidak lebih, tidak kurang. Urutannya tidak berubah sama sekali. Persis seperti bagaimana yang ia terima. Danu memang anak yang memiliki daya ingat yang tinggi, ia mampu mengingat banyak hal hanya dalam sekali lihat dan dengar.
Karim dan Azzam terkagum-kagum dengan kemampuan mengingat yang dimiliki Danu.
~***~
Kini Ratih tengah berada di anatara kumpulan anak-anak berumur tujuh hingga sebelas tahun. Laki-laki dan perempuan saling bercengkrama akrab. Tepatnya ia berada di Taman Baca Kanak-kanak. Tempat ini ia dirikan bersama teman-temannya. Berawal dari hal kecil yang ia impikan akan besar.
Taman Baca Kanak-kanak ini dipegang oleh ibu Tanti, seorang ibu kadus di tempat itu. Bu Tanti berkepala lima dengan seorang putra tunggal yang kini bekerja sebagai pegawai di salah satu perusahaan swasta. Bu Tanti begitu telaten mengurus Taman Baca ini, ia orang yang penyayang dan perhatian. Tidak heran jika tiap minggunya selalu bertambah anak-anak yang datang berkunjung. Mayoritas pengunjungnya dari anak-anak jalanan yang orang tuanya belum mampu untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Ada yang yatim piatu juga. Sebab, Taman Baca ini memang didirikan untuk mereka yang ingin belajar namun belum mampu untuk bersekolah.
Akan tetapi, seiring waktu berlalu. Taman Baca itu tidak hanya dikunjungi oleh anak-anak yang tidak berkecukupan, tapi juga sering dikunjungi oleh anak yang bisa terbilang lebih dari berkecukupan. Entah karena tempatnya memang menyenangkan, banyak teman bermain atau setiap minggunya selalu mendapat pengalaman baru. Terlebih pembimbingnya adalah para mahasiswa yang ingin belajar mendidik dan humbel.
Seperti sekarang ini, Ratih sibuk membantu salah satu anak perempuan belajar membaca. Pakaiannya lusuh dan membawa kerencengan bersamanya. Usianya sekitar sepuluh tahun. Ini kali pertamanya datang bersama salah seorang anak sesamanya pengamen yang cukup sering datang. Dayah nama anak perempuan itu.
Dayah tampak sangat senang diajari membaca. Ia dituntun pelan-pelan untuk membaca per-kata pelan-pelan hingga bisa satu kalimat, kemudian paragrafh.
"Kakak Cantiiiiiiiiiiiiik!"
Teriakan memekakkan itu sontak menarik semua fokus tertuju pada sang pelaku, tidak terkecuali Ratih yang merasa panggilan itu memang tertuju padanya. Terlihat anak laki-laki berpipi gembil dengan wajah putihnya berlari tidak sabaran ke arahnya. Ditangannya menggenggam paper bag sedang berwarna hitam dengan logo suatu merek produk.
"Jangan lari-lari, sayang. Hati-hati jalannya," tegur Ratih saat sang pelaku kerusuhan tiba di depannya. Tangan Ratih terulur mengelus kepala anak itu. Sementara yang ditegur malah membalas cengengesan.
"Nah ini dia si biang kerok pencemaran nama baik, kakak. Telat kamu datang." Maryani datang menyela. Tangannya mencubit pelan pipi gembil Danu.
"Iiih Tanti perusuh no dua jangan main cubit pipi Danu dong. Kalo kempes gimana? Ini, 'kan pipi kesayangannya kakak cantik," sungut Dani kesal. Bibirnya manyun.
"Apa kamu bilang? Tante? Kakak yang cantik jelita aduhai bagai bidadari ini kamu panggil tante?"
"Kakak darimananya? Keliatan kayak Tante-tante tuh. Blweee." Danu menjulurkan lidahnya sebelum mengambil langkah seribu menghindari Maryani. Dia tidak mau terkena cubitan di pipinya lagi.
"Danuuuuuuu, dasar ya anak ini. Awas saja kalau sampai tertangkap." Maryani dengan cekatan mengejar Danu. Mereka berlarian di antara anak-anak yang sibuk membaca berkelompok. Mulai membuat kegaduhan.
Ratih terkekeh melihat tingkah mereka. Setiap mereka hadir, selalu jadi pelaku utama pembuat kerusuhan yang berakhir jadi taman bermain dadakan. Ricuh sekali.
Ditengah keasyikannya menertawai tingkah Danu dan Maryani. Ekor matanya tidak sengaja menangkap siluet sesosok orang. Tawanya yang seperti senyum lebar tadi itu luntur seketika saat menoleh ke pemilik siluet.