"Segini mah gak cukup, Sel. Ini punya gue aja yang Lu minum, Er!" Tika menyodorkan minumannya yang langsung ditenggak habis oleh Erlina. Gadis itu menepuk-nepuk dadanya yang gumpalan makanan terasa menyangkut di sana.
"Udah gak apa-apa. Lanjut lagi, Tik!" ucap Erlina setelah merasa dirinya sedikit baikan. Ia butuh air minum lagi sekarang ini. Tapi sayang, es coffenya telah di bawa kabur oleh Zibran bahkan sebelum ia mencicipinya.
"Jadi, lanjut kalimatnya tu, gini. Sakit hati yang begitu mendalam dan berlebihan, tentu tidak akan timbul kecuali dari cinta atau kasih sayang yang melebihi batas wajar. Jika dari semula kita mengontrol diri untuk tidak melewati garis ketentuan, pastilah rasa remuk akibatnya juga tidak sampai menenggelamkan akal sehat. Apalagi kalau orang yang kita cintai itu adalah sosok orang yang belum tentu bersanding dengan kita di pelaminan dan menjadi milik kita. Yang sudah halal dan menjadi teman hidup saja pada saatnya akan berpisah, terlebih yang simpang-siur dan tidak jelas statusnya. "Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah sesuatu sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan berpisah dengannya. Berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan bertemu dengannya. Kalau yang ini itu hadist riwayat al-Hakim.
Lanjutannya gini nih, Yang tidak kalah penting adalah selalu berpikir positif. Manusia ialah makhluk lemah yang terkadang mudah sekali dikuasai setan. Ia kerap memandang peristiwa yang menimpanya secara berlebihan dan terlalu terbawa perasaan. Padahal, apa yang ia cintai belum tentu baik baginya, dan yang ia benci belum tentu buruk untuknya. 'Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.' Qur'an surah al-Baqarah ayat 26."
Tika menutup ucapannya dengan arti dari al-qur'an surah al-Baqarah ayat 26 itu.
"Nah deengerin tuh. Makanya Loe jangan benci gue kabanyakan. Entar malah jatuh cinta, 'kan jadinya." Suara berat itu berasal dari Zibran yang baru sja mendaratkan bokongnya pada kursi yang diseretnya dari kursi milik meja sebelah mereka yang menempatinya telah kosng. Pria itu menaruh secup es coffe yang baru di depan Erlina.
Erlina yang tiba-tiba mendengar suara baritone pria itu di tambah pelakunya mengambil tempat duduk di dekatnya kembali tersedak. Kali ini lebih parah dari yang tadinya. Pedasnya sambal lauk terasa membakar tenggorokannya dengan begitu sadisnya. Erlina sontak memegang dan memijit tenggorokannya yang dibalut jilbab hitam itu, berharap rasa membakar pada tenggorokannya mereda. Ia terbatuk-batuk.
Zibran ikut sontak mengelus pundak gadis itu lalu menyodorkan es kopi yang dibawanya untuk gadis itu. Llau Erlina dengan segera meminumnya tanpa pikir panjang, sebab ia sangat butuh air itu sekarang.
Seusai minum, Erlina merasa lega meski batuknya masih tersisa. Erlina yang menyadari punggung atasnya di elus oleh Zibran; gadis itu sontak menghindar dan menyingkirkan tangan Zibran.
"Segitu kangennya ya Lo sama gue sampe bawa kepikiran gitu. Pas gue dateng Lu langsung nunjukin reaksi kayak gini. Kalo kayak gini terus, Lu bisa mati muda kena keselek tauk," cerocos Zibran setelah menyingkirkan tangannya dan memberi jarak duduk mereka.
"Apaan sih. Siapa yang kangen. Orang lagi makan sambil dengerin ceramahnya Tika. Kamunya aja yang tiba-tiba muncul ngagetin orang," kilah Erlina kesal. Tenggorokannya masih terasa terbakar. Memang benar, pikirannya tidak sengaja mengarah pada pemuda ini, tapi bukan karena apa, ia hanya mengutuk pria itu sebab membawa kabur es coffenya padahal pria tu bukan orang yang tidak berada. Pria ini selalu saja meminta gratisan pada Erlina, entah itu camilan yang dibawa untuk dirinya sendiri, minuman kopinya, permennya dan makanan apa pun yang dibawa, pria ini selalu mencomotnya tanpa izin.
"Er, gue udah selese. Gue balik duluan, ya. Bentar lagi jam breaknya abis nih," ucap Tika yang seolah mengerti apa yang terjadi pada Zibran dan Erlina. Ia mengira Zibran dan Erlina memiliki suatu hubungan yang spesial dan Erlina tidak berniat ingin mempublikasikannya di kantor, bila melihat bagaimana tindakan Zibran setiap harinya tentu saja siapa yang tidak akan salah paham. Pria itu memperlakukan Erlina dengan lebih khusus meski perlakuan yang sama kerap ia lakukan juga pada karyawan lain.
"Eh, kok gitu? Tapi aku, 'kan belum selesai."
"Gue juga balik duluan, Er. Kerjaan desain gue belum selese." Selina ikutan undur diri.
"Eh, gue ikut juga dong. Jangan ditinggal jadi nyamuk gini."
Tika segera membekap mulut Ida yang suka nyerocos ceplas ceplos itu. Bersegera menutup iinformasi penting yang tidak boleh diketahui oleh pelaku utamanya langsung.
"Loh, kok jadi pada pergi, sih? Terus akunya sama siapa?" tanya Erlina kebingungan melihat semua temannya pada pergi meninggalkannya sendirian.
"Udah, ya. Kamu habisin aja tu makanannya. Jangan sampe keselek lagi." Tika berpesan sembari menyeret Ida pergi bersamanya dan Selina.
Erlina jadi kebingungaan sendiri bila ditinggal begini. Laparnya bahkan belum tandas, makan siangnya baru ia habisan beberapa suap.
"Ya makan aja kali. Kayak ditinggal pergi ke tempat jauh lain aja kebingungan gitu."
"Lagian kamu juga ngapain di sini? Tadi, 'kan katanya lagi buru-buru."
Zibran memangku dagunya dengan sebelah tangan yang disangga pada meja. Sembari mengelus dagunya, pemuda itu berkata, "Iya sih, tadi buru-buru karna dipanggil Azzam."
"Terus ngapain masih di sini?"
"Nah itu. Gue juga gak tau ngapain gue di sini. Kira-kira Loe tau gak gue ngapain di sini?" Pemuda itu berucap sembari mengendikkan bahunya tidak tahu.
Erlina menatapnya masih tak habis pikir. Telah biasa ia mengalami sikap aneh pemuda ini yang sering menggangunya. Sedari pertama kali bertemu, dirinya memang tidak pernah akur dengan pria ini. Pemuda ini seperti memiliki seribu kotak trik jitu yang selalu berhasil membuatnya jengkel setengah mati di gudang kepalanya dan bila ada orang yang menjualnya, tolong biarkan Erlina membeli beberapa stok saja untuk membalas pemuda tidak waras ini.
Terkadang Erlina jadi berpikir; apa ini karmanya karena sering membuat orang lain jengkel dengan tingkahnya dulu sedari kecil. Hal yang dianggapnya sangat menyenangkan ternyata begitu menjengkelkan ketika diperlakukan sama oleh orang lain. beruntung, Zibran bukan salah satu dari pria yang sering dijahilinya, jika tidak begitu pasti dirinya akan mengira bahwa pemuda itu tengah melancarkan aksi pembalasan dendam.
"Terserah deh!"
Erlina mengangkat bokongnya lalu pergi dengan membawa serta baki makan siangnya untuk di taruh di sink biasa tempatnya menempatkan piring cuci. Ia telah kehilangan nafsu makannya, tidak lebih tepatnya ia semakin bertambah lapar bila di dekat pria itu. Rasa kesal dan jengkelnya akan pemuda itu membuat Erlina ingin memakan lebih banyak camilan sebagai bentuk pelampiasan rasa kesalnya.
.
.