"AKU BILANG LEPASKAN DIA!!!" tubuh kecil Diandra mengeluarkan cahaya putih.
Ravenous terpental 2meter dan tubuhnya menghantam tangga singgasana tertinggi dengan sangat keras. Belum sempat mengeluarkan rintihan, kesadaran ksatria malang itu langsung hilang saat itu juga. Darah segar mengalir keluar dari mulut nya.
Semua terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira anak sekecil itu bisa melempar Ravenous dengan keras. Entah patah berapa tulang Ravenous.
Diandra berdiri dengan tertunduk.
Roanne menggigit bibir nya, "Andra..."
Para pemimpin dimensi langsung menutupi Apocallypto, Daglan dan petinggi penting yang lain.
Axenor memasang kuda-kudanya, "Biar aku yang mengurus nya." Pemimpin lain mengangguk.
Diandra memiringkan kepalanya, mata menghitam total dan cairan hitam mengalir keluar seperti air mata, menoleh ke Axenor. Tahu kalau Axenor seperti menantang nya.
Axenor terkejut melihat ekspresi anak itu, tak mampu berkata-kata. Ia mencoba tenang dan maju perlahan. Mendekati Diandra.
Ia tidak mengeluarkan pedang nya. Takut melukai anak itu.
"Gunakan pedang mu." ucap Roanne yang masih dalam posisi berlutut.
Roanne tidak melepaskan pandangan nya dari Diandra, "Kalau kau masih ingin bernafas, ikutin arahan ku."
Axenor bingung harus bagaimana tapi sepertinya Roanne lebih tahu tentang urusan ini.
Angin berhembus pelan ke arah belakang Diandra. Axenor was-was. Ini pertama kalinya ia, menghadapi manusia berkekuatan... entah sebesar apa dan bagaimana.
Tiba-tiba pintu kembali terbuka dengan keras. Masuklah para tentara keamanan darurat Istana. Sepertinya mereka masuk karna mendengar suara keras dari pertemuan baju jirah Ravenous dan anak tangga singgasana.
Mata Roanne melebar. Ia segera meronta-ronta. Ingin melepaskan diri.
"Mau kemana kau?!" tanya Gwen. Pemimpin Ginhall yang mengunci tangan nya dibelakang tubuhnya sendiri.
"Gwen. Lepaskan aku atau-"
Diandra menembakkan sebuah bola gumpalan angin sebesar pintu ruangan itu. Berarti dia menembak para tentara yang masuk.
Tidak mengira akan diserang duluan bahkan sebelum mereka siaga, mereka kaget bukan main.
Tapi terlambat
Bola angin itu menyapu bersih mereka. Tanpa sisa. Teriakan mereka menggema ke semua tempat.
Jasad mereka tidak ada. Hanya menyisakan lantai tempat mereka beridiri berubah warna. Cairan merah menggenang tebal.
Beberapa pemimpin jatuh berlutut. Tak kuasa menahan ketakutan mereka. Bagaimana kalau mereka selanjutnya?
Axenor menelan ludah, tapi ia tetap memasang posisi siaganya. Tak mau harga diri nya hancur karena takut pada anak kecil didepan nya.
"Ro...anne.... Sejak-?" Gwen tidak bisa berkata-kata.
"Sudah ku bilang.. Lepaskan aku.." Roanne masih tetap menatap Diandra.
Diandra menoleh ke Axenor dengan tatapan 'Kau makan siang ku'.
Axenor sedikit panik, "Lebih baik kau katakan sekarang Roanne..."
Kristal utama berdenting. Begitu juga dengan pedang semua yang ada disana. Pedang petinggi, pemimpin, dan pedang para pengawal.
Roanne mendadak panik, "Gwen.. Raz.. ikuti arahan ku..."
Yang punya nama hanya sanggup mengangguk.
Apocallypto memperhatikan anak kecil itu seksama. Daglan benar-benar dibuat bungkam. Tak mampu mencari kata yang tepat untuk semua yang terjadi.
"Lepaskan tangan ku.." bisik Roanne.
Gwen dan Raz melakukan apa yang Roanne katakan tanpa bertanya.
Dentingan semakin keras.
"Kalau ku bilang merunduk, merunduk kebelakang.." Roanne menghitung semua pedang yang ada.
Roanne mendecih, 'Sialan! Kenapa harus ada 17 pedang disini!!??'
Diandra mengankat tangan kirinya dan mengarahkan nya pada Axenor. Axenor menelan ludah lalu berusaha memprediksi apa yang akan terjadi. Matanya melihat kesana-kemari. Mencari sesuatu yang seperti nya akan menjadi alat pertemuan nya dengan Sang Dewata.
Mendadak semua pedang yang ada bergerak sendiri. Semua melepaskan diri dari sarung mereka dan dari pegangan pemiliknya. Tak ingin melawan, para pemilik melepaskan pedang mereka.
17 pedang itu berkilau dibawah kristal utama dan sinar matahari siang.
Mata Axenor melebar, "Kau bercanda.. Mau lari kemana aku?"
"Anne.." ucap Diandra nyaris tanpa suara.
"Sayang.. lepaskan Axenor.. aku sudah bebas.." Roanne berusaha menenangkan anak itu yang murka karna memisahkan dia dan pengasuh nya secara paksa didepan matanya sendiri.
"Tapi.. dia.." Semua mata pedang tajam-tipis itu menghadap ke Axenor, "Musuh.."
"Nak.. kau tahu itu bukan mainan.." Axenor ikut mencoba menenangkan anak itu.
"Aku tahu.. Lepaskan anne.." nada bicara Diandra mengayun.
"Uhhh?.. Iya nak.. pengasuh mu sudah dilepaskan.."
"Aku berubah pikiran. Bunuh saja dia andra." Roanne santai.
Sontak seisi ruangan kaget dengan ucapan Roanne.
"MAKSUD MU?!!" Axenor tidak terima.
"Bunuh dia andra."
"Roanne kau bercanda!!" wajah Axenor memutih karna panik.
Roanne menatap Axenor datar dan yakin, "Aku sudah dari dulu tidak suka pada mu."
"Jangan bawa-bawa urusan pribadi!!"
Roanne mengedikkan bahu nya.
"Jangan bercanda!!"
Diandra mengendalikan pedang itu ke arah Axenor.
"Gwen.. Raz.." Roanne melirik ke2 pemimpin itu sekilas.
Mereka ber2 kembali mengangguk.
Namun Diandra mengubah arah pedang itu.. KE ARAH ROANNE, GWEN DAN RAZ!
"MERUNDUK!!!" perintah Roanne lantang dan mereka ber3 merunduk ke belakang.
Selamat dari serangan 17 pedang. Nafas Gwen dan Raz menjadi cepat. Tidak menyangka nyawa mereka hampir hilang. Dan Roanne menyelamatkan mereka.
Namun 17 pedang itu tidak berhenti disana. Pedang-pedang itu kembali bergerak. Kali ini para petinggi penting, termasuk Apocallypto dan Daglan menjadi sasaran mereka.
Roanne buru-buru berdiri dan menghalangi Arah pedang Diandra, "Sayang~ Cantik~ Aku dilepaskan sayang.. sudah ya.." Roanne melirik Daglan.
Memberinya sandi kalau berpura-pura mencabut hukuman Roanne.
Daglan yang baru sadar tatapan Roanne, berusaha tersenyum walau wajah nya berkeringat dingin dan sudah sangat putih, "A-ahhh.. Iya! Ro-Roanne.. tidak akan.. di...di hukum nak.."
"Yakin?.. Anne... Aku lapar.."
Roanne mengendus-endus udara, 'BAU DARAH!! ASTAGAAA AKU LUPAA!!'
"Iya sayang.."
"Ro-Roanne..dia...ka-kanibal...?"
"Bukan tuan.. Tenang saja.." Roanne memfokuskan diri pada Diandra, "Setelah ini kita makan, lalu aku akan mengajak mu jalan-jalan~"
Roanne membuka sebuah botol kaca dibelakang tubuh nya dan menaburkan debu abu-abu ke udara. Debu itu berubah menjadi seperti asap dan bergerak ke arah Diandra.
Roanne melihat ke sela kaki Diandra. Sesuatu mengalir dari sana. Mata Roanne melebar melihat itu.
"Sayang.. Apa kau lelah?"
"Sedikit..."
"Kenapa dia masih bisa menjawab dalam keadaan seperti ini??" celoteh Axenor. Tanpa sengaja dengan suara keras.
Diandra menoleh dan menatap tajam Axenor. Sontak Axenor menjadi salah tingkah. Bukan apa-apa, nyawa nya di ujung taring singa lapar.
Debu yang dikeluarkan Roanne sudah terhirup semua oleh Diandra. Tubuh kecilnya kini sedikit terlihat lemas. Tapi tangan dan kekuatan nya tidak. berhenti.
5 pedang mengarah Axenor, dan sisanya hendak menyerang para makhluk dibelakang Roanne.
Dengan gerakan cepat, Axenor menghindari semua pedang itu. Sayang nya gagal 4. Ia gagal menghindari 4 pedang sisanya dan sekarang ia terperangkap di dinding dekat pintu ruangan. Dengan 1 pedang di dekat lehernya, 1 didekat dada kanan nya, percis pertengahan lengan dan tubuhnya, dan 2 lagi mengunci kaki nya.
Roanne tak kalah panik, ia mengeluarkan sebuah Gladius dan menangkis semua pedang yang mau menyerang para petinggi. Dan sama seperti Axenor, ia gagal dan menyisakan 1 pedang yang dalam beberapa inci, akan menembus dahi nya. Roanne menatap pedang itu namun tubuhnya tak mampu bergerak secepat itu..
Semua seperti bergerak lambat
Detik-detik berlalu sangat lambat
Namun,
Tiba-tiba ada sesuatu menutupi tubuh Roanne. Seperti memeluknya erat dengan 1 tangan..
Roanne yang belum sepenuhnya sadar ada apa hanya terdiam dan menurut pada tangan yang menariknya dalam pelukan....