Detik-detik berlalu lambat
Sampai angin pun tak mampu melintas.
Roanne terkejut ada yang menariknya dalam pelukan erat. Tapi ia tetap memilih mengikuti arahan yang memeluknya. Wajah Roanne merasakan kerasnya permukaan sesuatu yang memeluk nya itu.
Pedang yang akan mengenai Roanne dipegang erat oleh yang memeluk Roanne.
"Ravenous!!??" seisi ruangan terkejut.
Roanne yang mendengar nama Ravenous, menengadah untuk melihat wajah yang memeluk nya karna tingginya hanya sampai mulut yang memeluknya.
Mata Roanne melebar. Menyadari kalau yang memeluknya benar-benar Ravenous. Ditatapnya ksatria elite itu tidak percaya.
Ravenous memeluk Roanne erat dengan tangan kanan dan tangan kirinya memegangi pedang yang tadinya akan melukai Roanne. Dilemparnya, entah pedang siapa itu jauh-jauh dari Roanne.
Mulut Roanne terbuka namun tidak mengeluarkan satu kata pun. Ravenous menoleh ke Roanne dan menatapnya balik. Mata mereka bertemu.
Mereka bertatapan beberapa saat.
Diandra melangkah dengan sangat lemah. Ia mencari pengasuhnya. Tapi dengan mata berkunang-kunang dan berbayang, ia oleng ke depan dan belakang, "Ann...UHUK!!"
Diandra memuntahkan darah bercampur cairan hitam pekat.
Ravenous mengalihkan perhatiannya pada Diandra. Ia terkejut melihat anak yang seperti sekarat itu muntah-muntah sambil memegangi dada kirinya.
Dilepaskannya Roanne dan Ravenous berlari menghampiri Diandra. Diandra yang sudah kehilangan kesadaran nya jatuh kedepan. Untung Ravenous menangkapnya duluan.
Dirangkulnya tubuh kecil itu, "Raja... Raja!" Ravenous menepuk-nepuk pipi Diandra.
Daglan menghampiri Roanne, "Jawab aku. Ada apa dengan nya?!"
Roanne terdiam. Seperti tidak bisa menjawab.
"Roanne JAWAB!!" Daglan mengguncang tubuh Roanne.
Roanne memalingkan pandangan nya kearah Diandra yang sedang mencoba disadarkan oleh Ravenous.
Beberapa pengawal mencoba melepaskan Axenor.
"Roanne kenapa dia bisa seperti ini?? Darah mengalir dari sekujur tubuh nya.." Ravenous melihat ke Roanne meminta jawaban atas anak malang itu.
"10 tahun sudah kau menghilang.. Kenapa saat pulang, kau membawanya dalam keadaan seperti itu? Dan kenapa kau tidak bilang pada ku kalau Raja ke 7 kita itu..perempuan?..." Daglan melembut tapi sedih dan frustasi juga terdengar dari nada suaranya.
Roanne beralih menatap Daglan dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan, "Apa yang harus ku katakan...? Jawaban ku, takkan..kau sanggup dengar..."
Daglan terdiam. Membaca kalau sesuatu yang benar-benar parah sudah terjadi pada Roanne dan calon Raja itu.
"Aku yakin.. Disini, pasti banyak terjadi bencana hebat.." Roanne melirik Apocallypto.
Apocallypto mengangguk, "Dan sudah terjadi selama beberapa tahun terakhir.."
"Itu karna nya.." Roanne kembali melihat ke Diandra.
Rahang Daglan dan Apocallypto jatuh. Mereka ikut menatap Diandra dari kejauhan.
Anak mungil itu sedang dibersihkan wajah nya oleh Ravenous dengan hati-hati.
Angin masuk dan bergerak pelan. Menggerakan rambut makhluk-makhluk yang ada.
Setelah bebas dari pedang dan dinding yang tertancap dalam, Axenor menatap Diandra dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Antara pertanyaan dan kebingungan nya.
_____
"Jadi apa, Anda, Roanne, memiliki alasan yang jelas kenapa membawa kabur Calon Raja dan kembali setelah 10 tahun?" Hakim Tinggi Dewata terdengar sedikit marah.
Roanne yang tadinya tertunduk, menaikkan kepala nya.
_____
Roanne bersenandung lembut. Membersihkan telinga Diandra dengan lembut dan hati-hati.
Diandra terbaring ditengah tempat tidur Roanne. Pakaiannya sudah ganti dan luka-luka yang terbuka sudah diobati dan sebagian sudah terbalut perban.
Ia memakai sebuah gaun tidur berwarna putih dengan beberapa pita pink dibagian dada nya. Terlihat manis sekali.
Roanne menggigit bibir nya. Tak kuasa menahan sakit batin karna melihat kapas yang ia gunakan untuk membersihkan telinga Diandra berubah hitam. Ia menarik kapas itu keluar dari telinga kiri anak kesayangan nya itu.
Diandra membuka matanya perlahan dan mengerjap-ngerjap perlahan. Kepalanya bergerak pelan sepertinya karna pusing.
Melihat putrinya bangun, Roanne tersenyum lembut, "Selamat sore sayang.. Tidur mu enak?"
"A...anne..." lirih nya sedih.
Roanne membantunya bangun dan duduk ditempat tidur. Ia duduk disamping nya. Dielus pelan kepala Diandra, "Kamu lapar?"
Diandra mengangkat tangan nya dan melihat ke 10 jari nya yang beberapa dibalut perban dan sisanya sedikit lecet, "Apa..tadi aku...membunuh orang lagi.. anne?"
Roanne tertegun, kalau ia jawab, terluka lah hati Diandra, kalau tidak jawab juga salah. "Tidak.."
"T-tapi aku.." Diandra menatap Roanne seperti akan menangis sejadinya.
"Y-ya.. uhm.."
Diandra mengerjap berkali-kali. Seperti baru sadar penampakan wujud Roanne.
Roanne tersenyum ragu, "Aku sudah bilang pada mu kan disini aku seperti apa? D-dan.. uhmm... Iya.. kau.. me-membunuh.. Tapi, yang kau bunuh itu bukan..orang sayang.."
Diandra melompat ke pangkuan Roanne dan mulai menangis. Roanne kaget sejenak lalu mengelus kepala nya.
"Anne.. aku... hiks..aku.. aku ingin..hiks sembuh...aku..hiks...tidak mau membunuh lagi..."
"Sayang.... Percaya pada ku.. Kau tidak sakit sayang.. Tidak pernah sakit sejak awal.."
"Tapi..tapi...hiks... I-ibu.. hiks.. bilang-..."
Roanne menangkup wajah Diandra dan ditatap mata putri asuh nya itu, "Dengarkan aku.. Kamu itu.. Putri ku. Anak Ku. Bukan anak orang lain dan bukan anak makhluk lain."
Isakan Diandra berhenti perlahan dan ia menjadi tenang mendengar kata-kata Roanne.
"Jan..ji?"
Roanne tersenyum lalu mencium dahi Diandra, "Aku bersumpah."
Diandra mengusap air matanya. Roanne kembali mendekap dan mengelus punggung nya.
"Malam nanti, aku ingin kamu, bertemu satu makhluk.."
"Siapa?..."
"Hmm.. Bagaimana cara menyampaikan nya ya?~" Roanne berpura-pura bingung.
"Anneee siapaa??"
'Yang jelas, dia tidak akan suka pada mu sampai nafas terakhir nya..' otak Roanne berputar, mencari cara menjelaskan kepribadian makhluk yang dimaksud nya. "Sudah.. Kamu istirahat saja ya.. Energi mu pasti habis sekarang.."
"Tidak kok!" Diandra menarik sebuah gambar photografi Roanne beberapa ratus tahun yang lalu dengan Telekinesis.
Ke 2 alis Roanne naik dan hanya bisa memperhatikan tingkah putri asuh nya itu dengan geleng-geleng kepala.
"Lihat kan? Aku masih kuat!" pamer Diandra.
'Tapi makhluk Brengsek Sialan itu akan mengurasnya..' Roanne hanya mampu tersenyum mengalah dan membiarkan Diandra bertingkah sesuka nya. Diandra memperhatikan hasil fotografi Roanne ditangan nya, "Anne tidak berubah ya."
Roanne berdiri dan menghadap meja khusus tempat senjata nya. Ingin melepas semua senjata yang ada di pakaian Assassin nya.
Yeah.. Dia belum ganti pakaian.
"Begitu kah?"
"Mhhm. Anne masih sangat cantik dan Sexy."
"Pfff.. Begitu menurut mu?" Roanne melepaskan ratusan jarum dari pakaian nya, 3 belati, 2 gladius, 6 bom tangan, 12 pisau seukuran kelingking tangan, 8 helai benang Beracun, dan 9 pasang pisau yang bisa dilemparkan.
"Aku tidak bohong." protes Diandra.
"Aku percaya pada mu sayang." tawa Roanne pelan sambil menghadap ke anak itu setelah melepas semua senjata nya.
Diandra melihat ke Roanne, menaruh foto di atas tempat tidur, lalu berlari kecil ke arah Roanne, "Anne.. Senjata mu belum dilepas 2 lagi."
Roanne melihat ke sekujur tubuh nya, "Sudah semua sayang. Dimana lagi?"
"Wahh anne sudah tua.."
Roanne menatap Diandra bingung namun juga tersinggung karena disebut tua.
Diandra menunjuk sepatu boots hitam yang sedang dipakai Roanne sejak berhari-hari, "Ada 2 disana."
Roanne menepuk dahi, "Astagaaa kau benar.. Aku ini sudah tua eh?" ia berlutut untuk melepas sepatu nya.
Diandra memeluk leher Roanne, "Aku tetap sayang anne!~"
Roanne tersenyum, "Aku lebih sayang pada mu sayang ku." dirangkul nya putri calon Raja itu.
_
(Baru memasuki malam)
Roanne selesai mandi dan sedang disisir kan rambut nya oleh Diandra. Karena anak itu memaksa ingin mengurusi Roanne dan bukan nya istirahat. Pemimpin Darkside itu hanya bisa mengalah dan memenuhi keinginan nya.
Setelah selesai mendandani pengasuhnya. Diandra bermain-main dengan boneka beruang kecil milik nya sejak bayi. Boneka itu terlihat baik-baik saja. Tidak rusak walau sudah 10 tahun. Entah Roanne bacakan mantra apa pada benda itu.
Roanne sedang menuangkan air minum untuk putri nya itu.
"Anne.." Diandra tiba-tiba datang padanya dari belakang dan menarik-narik baju atasan Roanne.
"Ada apa sayang?" Roanne tidak menoleh.
"Resleting gaun ku lepas sepertinya.."
"Begitu hmm? Sebentar.." Roanne membuka beberapa bungkus obat-obatan.
Tak lama pintu kamarnya terbuka, Aure masuk dengan beberapa pelayan wanita lain. Jadi mereka berjumlah 3 makhluk.
Diandra menoleh ke arah mereka.
Roanne mengambil nafas dalam, "3.. 2..."
"WAAAAAA!!!!!"
*DUARRRRRRRRRRRR*
Teriakan Diandra di iringi petir besar menyambar dinding luar kamar Roanne. Menciptakan cahaya terang tepat didepan Roanne karena meja yang dihapan nya terdapat berjendela tak berkaca lebar.
Diandra yang melompat tinggi dan langsung memeluk kepala Roanne erat dan duduk dibahu kirinya, tak mau melihat yang baru saja masuk.
3 pelayan baru saja masuk kaget luar biasa mendengar petir sekeras itu. Bahkan mereka menjatuhkan apa yang mereka bawa. Salah satu dari mereka sampai mengeluarkan air mata dan menutup telinga karna takut.
Roanne oleng karena mata dan telinga nya paling terkena dampak petir yang baru saja terjadi. Matanya sekarang hanya melihat cahaya putih dan hitam secara bergantian. Belum lagi beban dibahunya karena Diandra memeluk kepalanya erat. Benar-benar ketakutan.
"Anne... S-si..apa mereka.....??" Diandra memeluk kepala Roanne semakin erat.
"Pelayan ku... Sayang. Tidak perlu takut." Roanne mengerjap-ngerjap. Berusaha mengembalikan penglihatan nya.
Salah satu pelayan menenangkan yang menangis ketakutan. Aure terdiam karna terlalu takut.
"Aure?" Roanne berbalik dan memegangi meja dan kepalanya. Masih belum bisa melihat dengan benar dan juga oleng.
Petir tadi percis didepan matanya.
"I-iya..nyonya?" Aure terbata-bata.
"Ini.. Calon Raja baru kita.." Roanne memijat matanya sendiri.
Diandra menggigil ketakutan dan tidak berencana melepaskan kepala Roanne.
Ke 3 pelayan itu berlutut. Memberi hormat pada Diandra.
Diandra masih tidak mau melihat mereka. Dan Roanne menarik nafas dalam.
_____
Roanne dan Diandra berjalan dilorong kastil DeepDarkSide. Menuju ruang singgasana pemimpin nya.
Sepanjang perjalanan mereka, Diandra mencengkram tangan Roanne. Ia belum terbiasa melihat semua makhluk yang berkeliaran. Entah sebagai pengawal atau pelayan atau yang lain nya. Ia membawa boneka kesayangannya bersama nya.
Pintu ruang singgasana terbuka lebar karena Raja akan masuk.
Pemimpin DeepDarkSide yang sedang memegangi kepala nya karena ada 4 makhluk dibawah singgasana nya, menoleh ke arah pintu ruangan dan sedikit terkejut nya ia melihat siapa yang datang.