"Yah ... Begitulah," jawab Akira. Beberapa waktu sebelumnya saat Akira ingin kembali menemui Petra dan Ruby setelah menyelesaikan pekerjaannya.
"Mereka sekarang gimana, ya? Aku khawatir ninggalin mereka berdua begitu saja. Bisa-bisa mereka baku hantam karena berdebat," ujar Akira yang khawatir.
Saat Akira ingin membuka pintu rumah Petra. Ia bertemu dengan ibu dan kakak Petra.
"Loh, Akira? Kenapa kamu di sini?" tanya kakak Petra.
"Oh, kakak dan tante sudah pulang ya. Tadi aku pulang sebentar karena ada urusan. Ya udah mari masuk, kak, tan." ujar Akira melihat mereka yang membawa banyak barang belanjaan.
"Tidak perlu menyambut begitu, Akira. Ini kan rumah kami," jawab ibu Petra.
"Hehe, aku lupa." jawab Akira sambil menggaruk kepalanya.
Mereka bertiga pun masuk. Ibu dan kakak Petra meletakkan barang belanjaannya di meja.
"Bagaimana keadaan Petra, Akira?" tanya ibu Petra.
"Hm ... Seharusnya sekarang dia sudah baik-baik saja sih, tan. Oh iya ngomong-ngomong tadi Ruby yang membuatkan bubur untuk Petra," jawab Akira.
"Wah benarkah? Tapi memangnya dia bisa masak?" tanya kakak Petra.
"Yah sebenarnya gak bisa sih. Tadi aku yang mengajarinya. Padahal aku sudah bilang biar aku saja yang membuatnya tapi dia bersikeras ingin membuatkan bubur untuk Petra," jawab Akira.
"Apakah itu adalah kemajuan yang bagus untuk mereka?" tanya kakak Petra.
"Tentu saja. Seharusnya begitu. Aku sudah sangat kesal dengan mereka yang main kucing-kucingan," jawab Akira
Mereka bertiga pun naik ke atas menuju kamar Petra. Lalu mereka mendengar suara Petra dari dalam. Akira membuka pintu sedikit dengan pelan dan mereka mengintip dari celah pintu.
Mereka melihat Petra yang melihat Ruby sedang tertidur dan mengatakan kata-kata yang manis.
"Wah-wah. Aku tidak menyangka adikku begitu lembut," ujar bisik kakak Petra kesenangan.
"Hiks, ternyata anakku sudah dewasa," ujar ibu Petra terharu.
"Shh! Diam dulu. Nanti mereka sadar," ujar bisik Akira.
Mereka pun terus melihat dan menunggu sampai Petra dan Ruby yang menyatakan perasaan mereka.
Lalu sekarang.
"Namun yang lebih penting. Selamat kepada kalian berdua karena sudah pacaran. Akhirnya penantianku sekian lama, tercapaikan juga," ujar Akira senang.
"Penantian?" tanya mereka bingung.
"Iya. Aku itu sudah sangat kesal, jenuh, dan muak dengan kalian yang terus tarik ulur akan perasaan kalian," jawab Akira.
Kemudian ada orang yang masuk ke dalam rumah dan berlari menuju kamar Petra.
"Selamat untuk kalian berdua!" seru abang Ruby.
"Abang!
"Abang ruby?"
Ruby dan Petra terkejut.
"Kenapa abang ada di sini?" tanya Ruby menghampiri abangnya.
"Yah tadi aku mendapatkan pesan dari Akira dan aku langsung ngebut datang ke sini," jawab abang Ruby sambil melihatkan pesannya dengan Akira.
"Akira. Kau ini ya ..." Ruby menatap tajam Akira. Akira langsung menoleh.
"Ngomong-ngomongsoal kapan nih kalian traktir kami-kami? Masa iya gak ada perayaan sih?" tanya goda abang Ruby.
"Perayaan-perayaan. Apanya yang perayaan. Abang nanti yang kujadikan makanan para monster sebagai perayaan bagi mereka," jawab Petra.
"Uwah. Seram sekali kau ini," ujar abang Ruby.
"Ehem. Adik-adik kalian udah maju nih hubungannya. Nah terus abang sama kakaknya kapan majunya nih? Masa ketinggalan sama adik-adiknya," ujar goda Akira kepada abang Ruby dan kakak Petra.
"Ha? Apa maksudmu. Hubungan kami sudah lebih jauh dari mereka tahu," jawab kakak Petra.
"Ha? Gimana maksudnya?" tanya Akira bingung.
"Yah jadi kami akan segera menikah bulan depan," jawab abang Ruby.
"Apa?!!!" Akira, Petra dan Ruby teriak karena terkejut.
"Apa? Kenapa? Dan kapan?" Akira kebingungan.
"Kenapa aku bisa tidak tahu hal sepenting ini?" tanya Petra.
"Iya aku juga. Kenapa kalian tidak bilang pada kami?" tanya Ruby.
"Haduh. Kalian ini ya. Bukankah dua minggu yang lalu kita dua keluarga berencana ingin makan malam bersama? Nah saat itu aku sudah mengajak kalian kan. Tapi kalian tidak mau datang karena sibuk bermain game online," jawab kakak Petra.
"Jadi saat itu lah kalian membicarakan hal ini?" tanya Akira.
"Benar. Dan kami akan menikah bulan depan," jawab abang Ruby.
Wah gila. Bisa-bisanya aku ketinggalan informasi yang sepenting ini. Dan mereka langsung kejenjang hubungan yang serius. Mereka lebih berani dari pada adik-adiknya. pikir Akira.
"Jadi itu artinya abang akan jadi abang iparku?" tanya Petra dengan matanya berbinar.
"Begitulah," jawab abang Ruby.
"Yeay! Akhirnya aku punya abang yang aku idam-idamkan!" ujar Petra kesenangan.
"Hoi-hoi. Kamu kan juga punya kakak," ujar kakak Petra.
"Aku memang punya kakak. Tapi kakak sangat bawel. Makanya aku senang punya abang. Bang, besok kita tanding bola yok," ujar Petra.
"Oh baiklah," jawab abang Ruby.
"Aduh-aduh! Ampun kak!' kakak Petra menjewer Petra karena kesal.
"Tidak sampai kamu minta maaf!" jawab kakak Petra.
"Hahaha" mereka semua tertawa.
Mereka tiga keluarga pun makan malam bersama di rumah Akira untuk merayakan hubungan Petra dan Ruby serta abang dan kakak mereka. Karena mendadak. Mereka memesan makanan secara online.
Sementara itu. Max dan Raiha bersama keluarga mereka sedang makan malam bersama sesuai yang direncanakan.
"Selamat makan!" ucap Max. Max memesan banyak sekali makanan.
"Kau ini, rakus atau lapar sih? Nanti kamu yang bayar itu semua loh," ujar Raiha sambil geleng-geleng kepala.
"Tenang saja. Aku pastikan kau tidak akan mengeluarkan uang sepeser pun," ujar Max.
"Ehem! Berhubung kedua keluarga sudah berkumpul sekarang. Ada yang ingin kami bicarakan kepada kalian berdua. Max dan Raiha," ujar ayah Max serius.
"Bicara tentang apa, ayah?" tanya Max.
"Ayah ingin bertanya. Bagaimana perasaan kalian satu sama lain?" tanya ayah Max.
"Perasaan kami?" tanya Max dan Raiha. Max dan Raiha diam dan berpikir.
Perasaanku? Memangnya bagaimana perasaanku pada Max? Sebagai apa aku memandangnya selama ini? Teman? Sahabat? Teman masa kecil? Adik? Keluarga? Akh! Aku bingung. Raiha bingung dan pusing dengan perasaannya.
"Perasaanku kepada Raiha sudah sangat jelas. Aku suka padanya," jawab Max.
Apa? Raiha terkejut.
"Hooh ... Memangnya apa yang kamu suka dari anakku?" tanya ayah Raiha.
"Semuanya. Dia baik hati, pintar, cantik, suka menolong, teliti. Semuanya yang ada padanya membuatku jatuh hati padanya bahkan sudah sejak lama," jawab Max.
Ma-Max! Apa yang kau bicarakan? Kenapa aku jadi kepanasan begini? Raiha panik, malu dan wajahnya memerah mendengar jawaban Max.
"Dia adalah penyelamatku. Mungkin jika dulu dia tidak menolongku. Aku tidak akan bisa seperti sekarang. Aku hanya akan menjadi anak yang pemurung yang selalu dipandang rendah orang lain. Tapi sekarang berbeda. Aku bisa terus melangkah karena dia mendukungku," ujar Max.
Raiha yang mendengar Max. Membuat kenangan yang sudah mereka lalui bersama bermunculan di pikiran Raiha. Kenangan yang indah dan juga buruk membuat hati Raiha tersentuh. Raiha pun tersenyum.
"Hm bagus-bagus. Aku suka jawabanmu, nak." ujar ayah Raiha.
"Yah aku paling suka saat dia memanjakanku sih," ujar Max.
"Kalau kamu sendiri bagaimana Raiha?" tanya ayah Max.