Tatapan Dareen begitu datar ke arah Cindy. Tiba-tiba Freya terhuyung karena kepalanya kembali berdenyut nyeri. Dareen segera memegangi tubuh Freya.
"Kamu tidak apa-apa nona?" tanya Dareen.
"Aku nggak apa-apa kok. Maaf sudah mengganggu jalanmu," kata Freya.
Dareen tidak langsung menanggapi perkataan Freya. Ia menatap gadis itu cukup lama. Dareen bisa melihat wajah Freya sangat pucat. Kemudian permukaan kulit di bawah mata Freya terlihat kehitam-hitaman. Tatapan matanya juga sangat sayu. Dareen tahu, gadis itu sakit.
"Dareen, bolehkah aku minta tanda tangan??" tanya Cindy sambil menjulurkan sebuah spidol kepada Dareen.
"Nona, apakah kamu sakit?" tanya Dareen tanpa menghiraukan permintaan Cindy.
"Aku baik-baik saja. Kalau Anda berkenan, tolong kasih tanda tangan Anda pada teman saya ini," pinta Freya.
"Ah, baiklah," ucap Dareen sambil mengambil spidol dan menandatangi buku kerja milik Cindy.
"Dareen, ayo. Kita harus makan siang dan ikut rapat tepat waktu," ajak seorang lelaki di belakang Dareen.
"Oke," sahut Dareen dan ia langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
Freya dan Cindy melanjutkan perjalanannya menuju tempat makan siang. Cindy tampak bahagia setelah bertemu dengan idolanya. Freya mencoba tersenyum melihat kebahagiaan sahabatnya itu. Setelah makan siang, mereka berkumpul untuk melakukan rapat.
Banyak yang sudah berkumpul. Termasuk bintang utama dalam drama tersebut, Dareen dan Grizelle. Semua mendengarkan arahan dari sutradara. Saat kepalanya berdenyut nyeri, Freya memijat pelipisnya sambil terus mendengarkan. Tanpa sadar, Dareen dari jauh mengamati gerak-gerik Freya. Entah kenapa Dareen tampak cemas. Ia juga bingung kenapa ia menaruh perhatian lebih pada Freya. Ada sebuah perasaan yang sangat sulit ia jelaskan.
Beberapa saat kemudian, semua mulai sibuk mempersiapkan apa yang dibutuhkan. Sambil duduk di kursi tunggunya, Dareen terus mengamati Freya yang mulai melakukan tugasnya untuk merias Grizelle menjadi gadis miskin yang terlihat kumal. Ia mencoba mencari tahu apa yang membuatnya tertarik mengamati gadis yang kesakitan itu.
'Mungkinkah aku terlalu iba padanya? Kenapa dia seolah punya magnet untuk memintaku terus menatapnya?' tanya Dareen dalam hati.
Saat melakukan tugasnya, Freya menahan semua rasa sakit yang ada pada dirinya. Sesekali ia memijat pelipisnya sendiri. Beruntungnya pekerjaannya selalu berakhir memukau. Grizelle yang tadinya cantik bak boneka Barbie, kini sudah tampak seperti gadis kumal dengan kulit kusam dan wajah berjerawat.
Saat melihat Freya semakin kesakitan, entah apa yang membuat Dareen melangkah mendekatinya. Grizelle tampak senang melihat Dareen berjalan ke arahnya.
"Aku nggak nyangka kamu mau mendatangiku duluan. Padahal kamu terkenal dingin. Kita harus bekerja sama membuat drama ini laku di pasaran. Aku yakin kita pasangan yang tepat memainkannya," ucap Grizelle antusias.
"Maaf Nona, aku ingin bicara dengan make up artist ini," ucap Dareen sambil menatap Freya.
"Aku??" tanya Freya heran.
"Iya," jawab Dareen singkat.
"Maaf tuan. Untuk riasan Anda akan dilakukan oleh teman saya yang tadi bersama beberapa orang lainnya," ucap Freya sopan.
"Tapi aku ingin kamu yang melakukannya," ucapan Dareen begitu serius hingga membuat Grizelle heran.
"Kamu nggak bisa seenaknya sendiri. Kamu bukan pimpinan di sini. Semua sudah dibagi tugasnya," kata Grizelle kesal.
"Ada ribut-ribut apa ini?? Setengah jam lagi kita mulai mengambil gambar. Kenapa malah ribut seperti ini??" tanya Ervin, sang sutradara.
Grizelle mencoba menjelaskan apa yang terjadi dengan gaya memelasnya. Dari cara bicaranya, Grizelle memang pandai mencari perhatian. Ervin terlihat sedang memikirkannya.
"Kalau keinginanku tidak terwujud, aku batal syuting drama ini. Aku akan ajukan pembatalan kontrak. Akan aku bayar kerugiannya," ucap Dareen.
"Tunggu! Jangan lakukan itu! Baiklah, si tangan dewi ini akan menjadi make up artist mu," kata Ervin.
"Tangan dewi??" tanya Grizelle dan Dareen hampir bersamaan.
"Iya. Kalian pikir apa gunanya aku merekrut Freya. Ya karena keterampilannya. Coba lihat hasil riasan Grizelle. Terlihat natural dan begitu rapi," puji Ervin.
"Benar juga. Baiklah Freya. Ikut aku!" ucap Dareen.
Freya yang hanya bekerja mencari uang tidak memliki kuasa sedikitpun untuk menolak perintah. Meski ia terus menahan rasa sakitnya yang semakin menghujam. Kini keringat dingin tak berhenti keluar dari tubuhnya. Ia membawa tisu dan sesekali mengelap tangannya. Napasnya juga sudah terasa sesak.
'Aku harus kuat. Aku harus bisa menahan semua rasa sakit ini. Aku harus bisa. Aku belum ingin mati,' batin Freya.
Dareen duduk sambil terus memperhatikan wajah Freya saat mulai merias wajahnya. Sepandai-pandainya Freya menyembunyikan ekspresinya, Dareen tetap mengetahui kalau gadis itu sedang menahan rasa sakit.
"Aku tahu kamu sedang menahan rasa sakit. Tapi kenapa?" ucap Dareen lirih.
"Maaf tuan, itu bukan urusan Anda. Saya di sini ingin bekerja, mendapatkan uang dan bisa bertahan hidup," kata Freya.
"Bagaimana kalau sakit itu lebih dulu merenggut nyawamu sebelum kamu bisa mendapatkan uang?" pertanyaan Dareen begitu menusuk hati Freya.
Gadis itu tertegun. Pertanyaan itu sangat sulit ia jawab di tengah ketakutannya akan kematian dan keadaannya saat ini. Pertanyaan Dareen seolah peringatan akan apa yang mungkin terjadi padanya. Freya menghela napasnya panjang mencoba menenangkan dirinya sendiri.
"Aku akan menghadapinya. Sejak kecil aku sudah biasa hidup susah. Bahkan aku tidak pernah tahu siapa orang tuaku. Aku sudah cukup lama berjuang. Kalaupun itu terjadi, semuanya sudah takdir. Sebenarnya aku sangat takut dengan kematian. Tapi aku tidak punya apa-apa untuk menyelamatkan kehidupanku sendiri saat ancaman itu datang," ucap Freya.
"Seharusnya kamu istirahat nona? Siapa tahu kondisimu akan lebih baik," kata Dareen.
"Kalau aku tidak bekerja, aku akan makan apa? Aku hanya hidup sebatang kara tuan. Dan, sepertinya kita sudah mengobrol terlalu banyak. Riasan Anda sudah selesai," ucap Freya sambil membereskan peralatan make up nya.
Daren melihat wajahnya di kaca. Ketampanannya lebih terpancar. Semuanya terlihat natural. Freya begitu pintar memadukan warna sehingga garis-garis ketampanan di wajah Dareen terlihat semakin nyata.
"Terima kasih. Kau sungguh berbakat," ucap Dareen.
"Sama-sama. Semoga semuanya lancar," sahut Freya.
Syuting dimulai dengan adegan pertemuan Dareen dan Grizelle di sebuah bukit. Akting mereka begitu bagus. Bahkan mereka tidak perlu mengulangi beberapa kali. Freya merasa lega karena saat melihat artis profesional, dia tidak perlu repot-repot berkali-kali memperbaiki make up karena adegan yang diulang.
Bagi orang-orang di sana, waktu berlalu cukup cepat. Namun, bagi Freya semuanya terasa lama. Ia harus bercengkrama dengan rasa sakit yang mendera. Mereka sudah mulai membereskan barang-barang untuk kembali ke penginapan. Sementara Freya masih membersihkan wajah Dareen.
"Sudah selesai," ucap Freya.
"Terima kasih," sahut Dareen.
Freya membawa bungkusan plastik yang berisi sampah kapas dan tisu untuk membuangnya. Jalannya sudah tidak sepenuhnya tegak. Semuanya semakin bertambah parah sedangkan obat yang ia minum sudah tidak bereaksi sama sekali. Dareen memandangi kepergian Freya dengan cemas.
"Aneh, kenapa aku begitu mengkhawatirkan keadaan gadis itu??" tanya Dareen pada dirinya sendiri.
Cukup lama Dareen menunggu, Freya tak juga kembali. Akhirnya lelaki itu mencoba mencari Freya. Mata Dareen terbelalak saat melihat Freya duduk bersandar di bawah sebuah pohon. Ia tampak kesakitan.
"Jangan-jangan gadis itu sekarat??" tanya Dareen panik.
Dareen segera mendekatinya. Freya masih sadar meski napasnya sudah terengah-engah seperti orang kehabisan udara. Dareen begitu panik saat menyentung tangan Freya dan terasa begitu dingin.
"Freya, aku akan membawamu ke rumah sakit" kata Dareen.
"Tidak usah. Aku tak punya biaya. Sudah nasibku seperti ini," ucap Freya terbata-bata.
Dareen begitu panik saat itu. Tiba-tiba bisa teringat dengan kemampuan vampir putih menyembuhkan segala macam penyakit. Namun, ia masih ragu untuk melakukannya. Ia belum pernah menghisap darah manusia secara langsung. Selama ini ia memenuhi kebutuhannya dengan membeli kantong darah.
'Haruskah aku melakukannya?? Aku tidak akan tega melihat gadis ini. Dia sangat kesakitan. Mungkin tidak apa-apa aku melakukannya. Toh, dia akan lupa dan kembali sehat,' batin Dareen begitu gelisah.
"Aaarrghh! Aduh!" rintih Freya tambah menggetarkan hati Dareen.
Dareen melihat sekelilingnya. Tidak ada orang yang akan melihatnya. Sebagian orang mungkin sudah kembali ke penginapan. Dareen meyakinkan dirinya untuk melakukannya. Ia mencoba menyibakkan rambut Freya yang menutupi leher.
"Aku akan melakukannya. Semoga bisa membantumu," ucap Dareen dengan suara gugup.
Dareen mendekatkan wajahnya ke leher Freya. Gadis itu menatap Dareen dengan heran.
"Tunggu!! Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Freya saat Dareen membenamkan wajahnya di leher Freya.
Bersambung...