"Coba ceritakan kejadiannya secara detail padaku," pinta Oliver.
Dareen pun menceritakan semuanya. Mulai dari pertemuannya Freya sampai saat melihat gadis itu ke hampir sekarat. Lalu bagaimana cara Dareen menggigitnya. Sementara Oliver mengangguk-anggukkan kepalanya mencoba memahami situasi yang ada.
"Siapa nama gadis itu?" tanya Oliver.
"Freya, kenapa dengan namanya?" tanya Dareen.
"Sebenarnya kalau kamu tahu nama lengkapnya, itu akan lebih baik. Jadi begini, ada beberapa kemungkin soal kasusmu ini. Pertama, sakit Freya ini bukanlah sakit biasa. Kedua, Freya bukan manusia biasa. Ketiga, ada yang salah dengan kekuatanmu."
"Aku masih tidak mengerti. Bukankah kemampuan vampir putih bisa menyembuhkan semua penyakit, baik berat maupun ringan. Em, Freya itu hanya gadis biasa. Gadis lemah yang sakit-sakitan dan tidak punya kemampuan istimewa. Lalu, apa jangan-jangan, aku yang tidak punya kemampuan seperti kakak??" tanya Dareen panik.
Oliver menatap adik bungsunya itu. Wajah Dareen tampak cemas dan kebingungan. Ia memahami apa yang dirasakan Dareen, tapi untuk memutuskan semuanya juga dibutuhkan suatu penyelidikan. Oliver tidak boleh gegabah.
"Oh ya, aku ingat satu hal. Dulu, kata kakek, kemampuanku yang paling istimewa di antara kalian. Jadi nggak mungkin ada yang salah. Jadi kenapa kak?" tanya Dareen.
"Ckckck, aku sudah mendengar semua ceritamu. Aku mencoba menganalisa dan menjelaskan beberapa kemungkinan yang sedang terjadi. Tapi kenapa kamu malah menentang semua kata-kataku??" tanya Oliver kesal.
Dareen akhirnya terdiam. Ia menyeka keringat yang membasahi keningnya. Dareen benar-benar panik. Apalagi saat ia memikirkan ancaman dari Freya. Ia tidak sanggup kehilangan karirnya yang sedang berkilau itu.
"Tiga hal itu baru dugaanku saja. Kita harus menyelidiki semuanya kalau ingin jawaban yang tepat atas masalah ini," kata Oliver.
"Menyelidikinya?? Apa itu tidak buang-buang waktu?? Dia sudah mengancamku. Aku tidak bisa membiarkan karirku hancur karena tuduhan pelecehan. Padahal aku cuma ingin menolongnya. Rasanya aku menjadi sangat sial," keluh Dareen.
Oliver mendekati Dareen dan memegangi kedua pundaknya. Ia begitu iba melihat adiknya yang malang itu gelisah. Sudah sangat lama ia tidak melihat adik kesayangannya itu sedih. Oliver menatap mata adiknya.
"Tenanglah. Kamu bilang tadi dia sangat kesakitan. Bahkan dia nyaris sekarat kan?? Tunggu saja tiga hari. Kalau memang sakitnya bukan sakit biasa, dia akan kembali kambuh," ucap Oliver.
"Benarkah bisa begitu?? Aku kira ancaman yang aku berikan padanya tidak akan terjadi. Aku sendiri cuma ngarang cerita. Kak, apakah kemungkinan seperti itu bisa benar-benar terjadi??" tanya Dareen ragu.
"Bisa. Aku rasa Freya bukan gadis biasa. Entah apa yang istimewa darinya. Entah penyakitnya yang langka atau kemampuannya untuk tahan dengan gigitan vampir. Nyatanya dia tidak pingsan," jelas Oliver.
"Aku benar-benar bingung. Baru juga pertama kali ini gigit orang. Eh, malah urusannya jadi ruwet gini," sesal Dareen.
Oliver menertawakan adiknya sambil menepuk-nepuk pundak Dareen. Sementara Dareen tidak bisa tertawa dalam kondisi seperti itu. Ia merasa sedang berada di ujung tanduk.
"Setidaknya kamu pernah merasakan bagaimana rasanya menghisap darah dari manusia secara langsung. Nikmat bukan??" tanya Oliver sambil tersenyum ke arah Dareen.
"Hmmm, soal itu benar kata kakak sih. Enak. Rasanya bisa sangat berbeda dengan kantung darah itu. Padahal sama-sama darah. Tapi terasa lebih segar," jawab Dareen jujur.
"Akhirnya kamu merasakan juga. Awas ketagihan lho!"
"Ih, nggak lah. Aku takut itu hanya akan memberikan masalah padaku. Ya seperti saat ini."
"Ngomong-ngomong apakah Freya cantik?" tanya Oliver.
"Mungkin dia akan lebih cantik kalau agak berisi. Tubuhnya terlalu kurus karena sakit. Dia juga tampak sangat pucat."
"Wah, lumayan dong. Apa kamu menyukainya?"
"Pertanyaan macam apa ini? Aku tidak ingin menjalin hubungan dengan wanita manapun. Aku masih lebih menyayangi karirku," jawab Dareen tegas.
"Ya ya ya. Kalau begitu aku pergi. Nanti sesekali aku lihat kamu kerja. Sekalian lihat gadis itu," kata Oliver.
Oliver berjalan ke arah pintu. Ia membuka pintu dan hendak keluar. Sesaat ia menoleh ke arah Dareen.
"Kakak mau kemana?"
"Belajar sedikit mengenai bangsa vampir putih. Sepertinya aku punya buku warisan kakek di rumah."
"Jadi aku harus bagaimana??" tanya Dareen.
"Tunggu saja tiga hari. Kita lihat perkembangannya. Apakah dia masih baik-baik saja atau dia kembali kesakitan," ucap Oliver lalu keluar dan menutup pintu kamar itu.
Keluarga Javas memiliki tiga orang anak, Oliver, Pricilia, dan Dareen. Semua keturunan murni dari vampir putih. Sebagai kakak tertua, Oliver memiliki pengetahuan lebih. Bahkan beberapa buku-buku peninggalan kakek mereka dipengang Oliver.
Dareen mendengus kesal. Ia tidak bisa melakukan apapun. Hatinya resah dengan ancaman Freya. Semalaman Dareen tak bisa tidur. Dua hal yang hadir dalam pikirannya malam itu, sensasi saat menggigit Freya dan ancaman gadis itu.
"Bagaimana kalau belum ada tiga hari dan Freya sudah melaporkan perbuatanmu sebagai pelecehan?? Bisa jadi karirku akan hancur berantakan," ucap Dareen.
Bersambung...