Di kamar ini, Jingga masih mendekap suaminya yang kelelahan muntah setelah seharian di kantor tidak merasakan mual sama sekali, adanya Jingga di sini bukan menjadi obat yang kuat untuk rasa mualnya, tapi perasaan yang tengah dirasa aneh oleh Andralah yang membuat pria itu mual sendiri, dia khawatir meninggalkan sang istri dan tak bisa membayangkan bekerja tanpa ibu hamil satu itu, dia sendiri tak mengerti kenapa bisa sampai semanja ini pada Jingga, bahkan dia merasa ini bukan dirinya yang dulu, entah ke mana perginya Andra yang berkuasa dan berwibawa membawa pekerjaan itu, kenapa bisa menggantungkan kondisi atas nama istrinya, Jingga kecupi wajah pucat itu, suaminya telah menjadi calon ayah yang bertanggung jawab sampai dia yang harus merasakan betapa letihnya mual di trisemester pertama itu.