Moa bergegas berdiri, dari sofa empuk yang sudah ia duduki hingga terkantuk-kantuk—saking lamanya menunggu pemilik rumah datang, begitu mendengar suara deru mesin mobil. Tanpa sadar, gadis itu sudah menghela nafas lega berulang-ulang. Kedua tangannya bergerak mengucek mata—memastikan matanya bersih dari kotoran, lalu turun ke sudut bibir. Takut ada cairan yang keluar dari mulut—saat tadi sempat terkantuk-kantuk. Moa saja tidak sadar, ia sempat tidur atau tidak--tadi. Tidak ada mimpi yang diingat—jika memang dia sempat tertidur. Tapi … entahlah. Ia tidak yakin.