Moa masih memegangi dadanya yang berdebar kencang. Jantungnya nyaris saja copot, saat takut ketahuan menguping pembicaraan keluarga pemilik rumah yang ia kunjungi. Bukan Moa sengaja menguping, tidak sama sekali. Ia tidak punya niat untuk mendengar perbincangan mereka, jika saja ia tidak mendengar namanya di sebut lebih dari satu kali.
***
Moa yang sudah menyelesaikan kewajiban pada sang pencipta di pagi hari, bergegas turun ke lantai satu. Sudah kebiasaan Moa yang tidak akan bisa kembali tidur setelah subuh. Jadi, Moa berpikir untuk pergi ke dapur. Selain karena tenggorokannya yang sudah kering kerontang, Moa juga ingin melihat apa yang bisa ia lakukan di dapur—jika nanti di perbolehkan sang pemilik rumah.