Chereads / 12 LAMPU MERAH AMOA / Chapter 8 - Rencana Keliling New York

Chapter 8 - Rencana Keliling New York

Central Park

NYC Times square

Brooklyn bridge

Liberty island

Wall street

Beberapa tempat hasil googling yang ingin Moa kunjungi sudah ia catat dengan baik. Iqi sudah berjanji akan menemaninya keliling NYC. Otak Moa sudah penuh dengan rencana-rencana yang ia susun sedemikian rupa. Dari mulai foto-foto, mencari makanan yang enak, menuntaskan keinginan matanya untuk melihat pemandangan indah, juga berbelanja. Keningnya berkerut mengamati buku agenda kecil di tangannya. Ia sedang memikirkan tempat mana lagi yang akan ia kunjungi. Ia akan mengandalkan Iqi sebagai pemandu tour keliling NYC mengingat dia memang masih benar-benar buta tempat yang kini ia tinggali. Seminggu berada di tempat itu Moa hanya disibukkan dengan urusan kampus.

Pintu kamar Joan terbuka. Moa segera mendongak melihat Joan, dan pria yang ia kenal bernama Noel itu keluar. Buru-buru Moa beranjak. Merasa risih sendiri melihat dua orang pria dan wanita keluar dari kamar bersama-sama. Noel menatap bingung teman satu flat Joan yang akan selalu pergi begitu melihat dirinya. Cowok itu menatap bertanya ke arah Joan. Joan mengedikkan kedua bahu sebagai jawaban atas tanya tak terucap sang kekasih, sebelum bibirnya terbuka.

"Anak Mami." Hanya itu yang Joan katakan. Gadis itu kemudian berjalan masuk menuju pantry. Ia merasa haus. Noel mengikuti Joan. Pria itu melingkarkan kedua tangan di pinggang Joan saat gadis itu membuka lemari pendingin.

"Awas Noe … aku mau ambil minum." Joan mencoba melepas belitan tangan Noel. Pria itu mengecup pipi Joan sebelum melepas tangannya, kemudian duduk di salah satu stool.

"Aku mau juga dong, sayang." Pinta Noel ketika melihat Joan mengambil satu botol jus berry. Joan berjalan mendekati Noel dengan dua botol jus di tangan. Gadis itu duduk di depan Noel, kemudian menyerahkan satu botol jus kepada pria itu.

"Mo itu beneran masih lugu Noe. Itu sebabnya dia selalu merasa risi melihat kita berdua," jelas Joan. Noel terkekeh. Jaman sekarang masih ada gadis 17 tahun yang masih merasa risi hanya dengan melihat dua orang laki-laki, dan perempuan dekat. Ia masih ingat sehisteris apa Moa saat menangkap basah keduanya berciuman. Apa mungkin semua gadis di Indonesia semuanya masih selugu Moa? ia sendiri sudah lama tidak pernah mengunjungi negara asal sang Mama. Terakhir 10 tahun yang lalu ia tinggal di Indonesia. Setelah itu, ia belum pernah lagi menginjak tanah kelahirannya. Noel membuka tutup botol, kemudian meneguk jus berry langsung dari botol. Rasa asam, manis, serta dingin setelah berjam-jam berada di dalam lemari pendingin langsung memenuhi mulut hingga tenggorokan nya. Memberikan sensasi lega setelah tenggorokannya terasa kering selama beberapa waktu.

Di dalam kamar, Moa menatap langit-langit kamar. Ia mendesah--selalu saja merasa tidak nyaman dengan keberadaan teman kencan Joan. Mungkin di negara adi kuasa tersebut hal itu sudah lumrah terjadi, tapi bagi Moa yang berasal dari Indonesia dengan adat ketimuran yang masih ia jaga, apa yang mereka lakukan itu sesuatu yang tabu. Moa merasa tidak memiliki privasi di dalam flatnya sendiri. Ya memang ada Joan, tapi tidak akan jadi masalah jika gadis itu tidak sering membawa sang kekasih ke dalam flat mereka. Ketukan pada pintu kamar hanya membuat gadis itu menajamkan telinga, kemudian melirik ke arah pintu.

"Mo … aku sama Noe mau keluar cari makan. Kamu mau nitip?" Suara Joan terdengar dari balik pintu.

"Enggak Jo … Makasih," sahut Moa tanpa repot-repot menggerakkan tubuh yang sudah nyaman di atas ranjang singgle itu. Kemudian, suara derap langkah kaki terdengar menjauh. Moa menghembuskan nafas lega. Sebenarnya perut Moa juga sudah merasa lapar, tapi dia memang belum terbiasa dengan hanya memakan sandwidch, pizza, burger. Bagi Moa yang namanya makan ya berarti bertemu nasi. Itu sebabnya ia bahkan membeli rice cooker untuk memasak nasi sendiri. Untuk lauk ia hanya memasak yang sederhana saja.

Moa mulai membawa tubuhnya bangun, kemudian beranjak dari ranjang. Orang yang membuatnya merasa tidak nyaman sudah pergi, jadi dia bisa bebas di dalam flat untuk sementara waktu. Dia akan memasak. Segera membuka pintu kamar, langkah kaki gadis itu terhela menuju dapur. Membuka lemari pendingin untuk mengeluarkan 4 butir telur, kubis, dan wortel. Dia hanya akan membuat telur orak-arik dengan sedikit sayuran. Meskipun belum ahli dalam memasak karena selama hidup kedua orang tuanya cukup memanjakan gadis itu, tapi bukan berarti dia tidak bisa memasak. Kalau hanya sekedar tumis sayur, ayam goreng, telur dadar, Moa sudah bisa diandalkan.

Tidak perlu waktu lama untuk menyelesaikan masakan, dan Moa sudah bisa duduk di ruang makan minimalis flat tersebut dengan satu piring nasi serta satu mangkuk orak-arik telur dengan sayuran. Baru akan menyuap, pintu flat terketuk. Moa mengernyit. Ia tidak sedang menunggu tamu. Lalu siapa yang datang? jelas itu bukan Joan karena wanita itu tidak mungkin mengetuk pintu untuk masuk ke dalam flat sendiri. Suara ketukan kembali terdengar hingga Moa mau tidak mau mendorong kursi kebelakang, lalu segera beranjak dari tempat duduk. Melangkah agak tergesa untuk membuka pintu flat.

Moa membuka mulut dengan mata melebar melihat siapa yang ada di depan pintu, begitu pintu terkuak. Pria di hadapannya hanya mengernyit kemudian jari telunjuknya mendorong dahi Moa hingga Moa melangkah mundur. Pria itu masuk begitu tubuh kekarnya mendapat ruang yang cukup untuk melewati pintu masuk. Mata Moa mengerjap sebelum akhirnya berbalik, dan melangkah ke dalam mengikuti pria itu dengan bersungut-sungut.

Hidung Noel mengendus bau harum, membuat langkah kaki panjang itu terhela ke ruang makan. Mata pria itu menyipit melihat apa yang ada di atas meja makan. Moa berjalan cepat mendahului Noel yang berhenti melangkah. Ia segera menuju tempat terakhir yang ia duduki sebelum Noel datang mengganggu acara makannya. Tanpa menghiraukan Noel yang menatapnya, Moa mulai menyuap makanan ke dalam mulut. Ia mengunyah sembari menikmati rasa gurih, manis, pedas yang menyapa lidah. Makanan sederhana itu sudah bisa membuat Moa menganggukkan kepala berkali-kali.

Melihat cara Moa menikmati makanannya, membuat liur Noel tak sadar hampir saja menetes. Pria itu meneguk ludahnya dengan pandangan mata masih lekat ke arah gadis yang terlihat begitu menikmati apa yang ia makan. Langkah kakinya terhela mendekat. Kepala pria itu melongok makanan di atas meja. Moa terlonjak. Ia hampir lupa kalau masih ada orang lain di tempat itu. Mata gadis itu mengerjap sebelum memilih dengan cepat menelan kunyahan, kemudian berdiri dan membawa sisa makanan ke dapur. Noel mendesah. Merasa benar-benar takjub dengan tingkah gadis teman satu flat Joan. Moa tidak susah-susah menyembunyikan ketidak sukaan gadis itu terhadapnya. Padahal ia merasa tidak pernah mengganggu gadis tersebut.

Noel membalik langkah. Hampir saja ia lupa tujuannya kembali ke flat sang kekasih. Ponselnya ketinggalan di kamar Joan, itu sebabnya ia kembali ke flat. Ia segera mengambil ponsel, dan kembali keluar kamar. Moa sudah tidak terlihat. Gadis itu pasti sudah mengurung diri di dalam kamar. Ia mendekati kamar Moa yang berada di samping kamar Joan. Mengetuk pintu dua kali.

"Mo … aku pergi," pamitnya, kemudian melangkah menjauh tanpa menunggu jawaban dari Moa. Ia sendiri tidak yakin gadis itu akan menjawabnya. Moa terlalu anti pati padanya. Gadis itu melihatnya seperti melihat binatang buas yang harus segera dihindari jika bertemu. Benar-benar gadis aneh. Padahal di luar sana, banyak gadis yang berusaha mendekati begitu melihatnya. Berbeda 180 derajat dengan gadis yang bernama Amoa itu. Langkah kaki Noel seketika terhenti begitu membuka pintu. Pria itu terkejut melihat gadis yang ia kira ada di kamar, ternyata ada di depan pintu. Seperti dirinya, gadis bermata bulan sabit itu juga berjingkat kaget. Sepertinya Moa baru akan membuka pintu.

***

Moa yang baru saja keluar flat untuk membuang sampah, berjingkat begitu pintu terkuak saat tangannya baru akan menyentuh handel pintu. Noel ada di hadapannya. Sepertinya urusan pria itu sudah selesai. Mereka saling tatap selama beberapa waktu. Moa yang lebih dulu mengalihkan tatapan ke arah daun pintu. Karena merasa tidak nyaman, ia berniat memberi jalan pada pria itu agar bisa keluar. Ia menggeser langkah ke kiri. Mulut gadis itu menganga lalu kepalanya mendongak. Langkah kaki noel yang terhela ke kanan membuat mereka kembali berhadapan.

"Sorry… "ucap mereka bersamaan. Ketika Moa berkeinginan untuk kembali memberi jalan dengan menghela kaki ke kanan, tanpa ia duga Noel juga melakukan hal yang sama. Mereka berdua akhirnya sama-sama meringis. Menunjukkan raut muka tidak enak. Keduanya bergerak kikuk. Selama beberapa detik, baik Moa maupun Noel hanya terdiam dengan pikiran masing-masing.

Noel, untuk pertama kalinya merasa serba salah di depan seorang gadis. Sebenarnya bukan karena ada ketertarikan. Bukan—ia yakin akan hal itu. Hanya saja, dia bingung saat harus berhadapan dengan gadis naive seperti Moa. Dalam hati Noel merutuk. Di mana sifat player yang selama ini melekat pada dirinya? kenapa hanya dengan gadis lugu bernama Amoa, dia sampai bingung harus berbuat apa? Pria itu mengambil nafas, mencoba membangunkan sisi brengsek dalam dirinya.

"Minggir … atau aku cium??"