Chereads / Single Father / Chapter 2 - Kerinduan Claudie Cavero.

Chapter 2 - Kerinduan Claudie Cavero.

SATU TAHUN BERLALU.

Tadoussac/Kanada.

Sore ini hujan kembali turun membasahi bumi, dan disana nampak sosok Claudie Cavero yang tengah berdiri tertegun di atas balkon yang separuh dindingnya tertutupi kaca, mengamati taman yang di tumbuhi berbagai macam bunga dan pepohonan rindang tepat di samping Mansionnya, tempat yang di mana Arana Richela akan menghabiskan waktunya selama berjam-jam hanya untuk menikmati hujan yang turun dengan segelas coklat panas dan buku bacaan favoritnya.

Meskipun hanya rintik namun percikan yang masuk kedalam sebuah ruangan, membentuk butiran-butiran lembut air yang mengenai telapak tangan Claudie Cavero yang sengaja ia ulurkan agar bisa merasakan dinginnya air hujan tersebut.

Sudah hampir satu tahun berlalu sejak kepergian Arana Richela, namun tidak ada yang berubah dari perasaan Claudie Cavero, hanya sikap dari Claudie Cavero saja yang sangat berubah sejak hari itu hingga sampai saat ini. Claudie Cavero masih betah berdiam diri, menutup hati, dan membiarkan kenangan demi kenangan memenuhi pikirannya, membiarkan rindu mengusiknya, meski membuat dadanya terasa sesak. Bahkan hujan saat ini kembali mengingatkannya tentang kenangan indah bersama sang istri, yang di mana jika hujan turun, Arana Richela akan selalu duduk di di taman samping Mansion sambil memperhatikan butiran-butiran bening yang jatuh membasahi pepohonan, menikmati suara hujan, bahkan tidak ada suara yang lebih merdu baginya selain suara hujan yang beradu dengan dinding kaca dan lantai.

"Di dunia ini hanya ada tiga suara yang sangat aku sukai, suara hujan, suara tawa Rey, dan suara detak jantungmu."

Kata demi kata yang pernah Arana Richela ucapkan di saat hujan turun kembali terngiang di ingatan Claudie Cavero, seakan tidak ingin melupakan segalanya, Claudie Cavero kembali menatap pigura istrinya yang masih terpanjang rapi di sebuah dinding tepat di depan tempat tidurnya.

Kau bahkan tidak pernah bertanya tentang suara apa yang sangat aku sukai di dunia ini. Ucap Claudie Cavero membatin sambil mengusap wajahnya kasar. Semua memori seakan melekat di pikirannya, dan membuatnya semakin sulit untuk bernafas, seolah separuh dari jiwanya ikut pergi, menyisahkan kekosongan hatinya yang terasa hampa, tidak ada satupun yang tersisa, bahkan untuk mencintaipun rasanya sudah tidak mungkin lagi.

"Bisakah kau berjanji sesuatu padaku? Jika suatu saat aku pergi, dan berada jauh dari sisimu, bisakah kau tidak menangis? Tapi.. Aku rasa aku tidak mampu jika jauh darimu, aku terlalu mencintaimu Suga, dan aku akan terus bersamamu, kita akan terus bersama sampai kita menua, dan melihat Putra kita bahagia. Itu adalah impianku saat pertama kali kali kau menikahiku."

Kata terakhir yang terucap dari mulut Arana Richela waktu itu, di mana pada saat itu Claudie Cavero tengah memeluknya erat sambil menikmati rintik hujan, dengan selimut yang menutupi tubuh mereka. Meski pada akhirnya Arana Richela yang mengingkari janji, sebab telah meninggalkannya terlebih dahulu.

Lama Claudie Cavero terlarut dalam lamunannya, hingga suara langkah kaki putranya terdengar menghampirinya.

"Daddy... "

Suara Reynand Sky kembali membuat Claudie Cavero tersadar, jika ia harus terus kuat demi buah hatinya, dengan senyum yang melebar dari bibirnya, Claudie Cavero meraih telapak tangan putranya untuk di genggamnya erat, sambil berdiri menikmati percikan air hujan yang sesekali mengenai wajah mereka.

"Ada apa mencari daddy? Apa Rey perlu sesuatu?" Tanya Claudie Cavero lembut sambil merapikan rambut putranya yang sedikit berantakan.

"Tidak, Rey hanya sedang merindukan Mommy.. " Jawab Reynand Sky yang masih memandangi sebuah kursi kayu bercat putih yang terletak di bawah pohon maple, kursi yang kini sudah di penuhi dedaunan kering, kursi yang sering di pakai Ibunya untuk duduk jika tengah bersantai dan membaca buku sambil menemaninya bersepeda keliling taman.

"Apa kita perlu mengunjungi Mommy?" Tanya Claudie Cavero lagi.

"Tapi, bukankah baru kemarin Daddy dari makam Mommy," Jawab Reynand Sky dengan satu pertanyaan.

"Benarkah? Daddy hampir lupa!" Jawab Claudie Cavero tersenyum.

"Bahkan hampir tiap hari Daddy mengunjungi makam Mommy," Balas Reynand Sky lagi yang membuat Claudie Cavero kembali terdiam.

Bahkan tanpa Claudie Cavero sadari jika waktu senggangnya hampir ia habiskan untuk mengunjungi makam istrinya, seolah di sana sudah menjadi tempat ternyaman baginya yang selalu bercerita, dan menumpahkan segala kesedihan, kerinduan, dan perkembangan putra mereka Reynand Sky yang kini sudah berusia 7 tahun.

"Baiklah.. Besok kita akan ke makam Mommy, Tapi sebelum itu Daddy harus menghadiri pertemuan penting dulu bersama Paman Aksel dan Bibi Trixie. Bisakah Rey menunggu?" Tanya Claudie Cavero menatap wajah putranya yang tak bergeming.

"Daddy akan pergi bersama Bibi Trixie?" Tanya Reynand Sky stelah terdiam beberapa saat dengan ekspresi yang tiba-tiba berubah.

"Iya, ada apa?" Tanya Claudie Cavero perlahan.

"Kenapa perginya tidak bersama Paman Aksel saja?"

"Sebenarnya bisa, tapi pertemuan Daddy kali ini memang harus bersama Sekretaris Daddy, jadi Bibi Trixie juga harus ikut." Jawab Claudie Cavero.

"Iya sudah Daddy.. Semoga semua berjalan dengan lancar." Kalimat pasrah dari Reynand Sky namun tetap menyemangati sangat Ayah.

"Terimakasih sayang.. Rey selalu menjadi Putra Daddy yang terbaik, Daddy menyayangimu Nak." Balas Claudie Cavero seraya memeluk tubuh Putranya.

Selama di tinggal Ibunya, Reynand Sky memang tidak pernah nyaman jika ada seorang wanita yang berada di sekeliling Ayahnya Claudie Cavero, siapapun wanita tersebut. Bahkan Reynand Sky yang ceria akan berubah menjadi sangat pemurung dan juga pendiam jika ia melihat ada seorang wanita mendekati Ayahnya. Meskipun Reynand Sky tidak pernah mengatakannya secara langsung rasa ketidak sukaannya, namun sangat Ayah sangat mengerti, bahkan hanya dengan melihat perubahan sikap dan ekspresi putranya.

Namun kali ini, Claudie Cavero benar-benar tidak mengerti kenapa putranya Reynand Sky sedikit tidak memiliki simpati ke pada sekretarisnya Trixie Viviane yang bahkan sudah lama ikut dengannya, bahkan sebelum Reynand Sky lahir di dunia ini. Meskipun demikian, Claudie Cavero selalu mencoba untuk memahami perasaan Putranya, dengan cara akan menjauhi Trixie Viviane sebisa mungkin jika ia tengah bersama dengan Putranya. Dan dapat di bayangkan, akan sesulit apa, sebab Trixie Viviane adalah sekretaris yang begitu di percaya oleh Claudie Cavero. Sebab Trixie Viviane adalah seorang wanita yang cerdas, cekatan, dan bisa diandalkan dalam kondisi apapun, selain memiliki wajah yang cantik, feminin, juga tubuh yang indah, dan menjadi dambaan banyak pria. Trixie Viviane juga seorang wanita yang memiliki tutur kata lembut, penuh sopan santun juga sangat penyayang dan perhatian. Dan hal itu yang membuat Claudie Cavero betah untuk bekerjasama sama dengan Trixie Viviane yang juga sudah lama menjadi sahabatnya. Bahkan selama masa terpuruk Claudie Cavero saat kehilangan istrinya, Trixie Viviane yang selalu ada buat menyemangatinya. Dan ssebagai Sekretaris, Trixie Viviane adalah wanita yang sangat sempurna.

* * * * *

BAGIAN SELATAN KOTA QUEBEC/KANADA.

Sambil terus berjalan di atas trotoar tepi jalan raya kota Quebec, Briella Amora Alexio terus memandang was-was ke arah kendaraan yang sejak tadi berlalu lalang di sampingnya, panas terik matahari di jam yang masih menunjukan pukul sepuluh pagi membuat Briella Amora semakin mempercepat langkah kakinya agar cepat sampai ke kampusnya dengan tepat waktu.

"Ah sial.. Lagi-lagi aku kesiangan." Umpat Briella Amora membatin, dan semakin mempercepat langkah kakinya, hingga akhirnya ia bisa tersenyum lega sebab kali ini, ia masih beruntung sebab masih punya waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah berjalan kaki dari Apartemen menuju ke kampusnya yang sebenarnya tidak terlalu jauh, bahkan hanya membutuhkan waktu selama dua puluh lima menit saja.

"Astaga aku sungguh lelah," kelu Briella Amora sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kantin dengan sedikit memijat betisnya yang ia rasakan mulai pegal.

"Ave. " Sapa seseorang yang sepertinya sudah lama memperhatikannya sejak tadi.

"Hei," Balas Briella Amora tersenyum yang masih tetap pada posisinya, menyandarkan tubuhnya, meskipun pria tersebut sudah duduk tepat di hadapannya.

"Ada apa?" Tanya Briella Amora lagi, saat ia merasa sejak tadi Galen Ray Averoes, pria yang bersuarai coklat bermata agak kebiruan itu terus memperhatikan semua gerak geriknya. Meskipun pria itau tidak melakukan apapun, namun tatapan tajam dari Galen Ray cukup mengganggu waktu istrahatnya.

"Mau sampai kapan kau terus memperhatikanku seperti itu?" Tanya Briella Amora dengan nada datar hingga membuat Galen Ray sedikit tersentak.

"Maaf.. Aku hanya suka memperhatikanmu," Jawab Galen Ray seadanya sambil tersenyum seraya menegakkan tubuhnya, menopang dagunya di atas meja dengan jantung yang berdebar dan sorot mata penuh cinta.

"Hentikan, berhenti tersenyum seperti itu, kau sangat mengerikan," Balas Briella Amora bersiap untuk beranjak dari duduknya, sampai akhirnya ia mendengar suara kaki kursi beradu dengan lantai yang di tarik tepat di sampingnya.

"Apa lagi sekarang?" Tanya Briella Amora sambil menatap horor ke arah sosok pria berambut blonde bermata elang yang baru saja datang dan langsung mendudukan dirinya di atas kursi sambil menyilangkan kakinya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Briella Amora semakin jengah.

"Tentu saja untuk makan, ini kantin kan? Kau pikir aku ke sini untuk apa?" Jawab pria tersebut santai.

Kau juga biasanya tidur di sini, dasar pria aneh. Batin Briella Amora menatap kesal.

"Bukankah disana masih banyak kursi yang kosong? Kenapa harus di sini?" Tanya Briella Amora yang masih menatap tajam ke arah Kenzo Aristide yang nampak masa bodoh bahkan semakin menyamankan duduknya.

"Tsk, kenapa bukan kau saja yang pindah kensana?" Tanya Kenzo Aristide yang membuat Briella Amora semakin geram.

"Apa? Kenapa harus aku?" Tanya Briella Amora bersidekap.

"Ken, berhentilah menggodanya," Timpal Galen Ray yang membuat Kenzo Aristide tersenyum manis ke arah Briella Amora yang sudah nampak berang.

"Bukankah sangat menyenangkan jika terus menggoda gadis aneh ini?" Sambung Kenzo Aristide tersenyum mengejek.

"A-pa? G-adis aneh? Kau pria berwajah pucat, berhenti menguji kesabaranku, tidak kah kau sadari jika kau itu sangat menyebalkan?" Serga Briella Amora dengan nada tinggi sambil menatap wajah Kenzo Aristide yang bahkan masih nampak biasa saja.

"Benarkah? Mungkin hanya kau sendiri yang merasa jika aku ini menyebalkan, apa kau tidak menyadari visualku yang sangat menarik dan banyak wanita di luar sana yang mengagumi ketampanan ku?"

"BERHENTI MEMUJI DIRIMU SENDIRI BRENGSEK... KAU BAHKAN TIDAK TERLIHAT TAMPAN SEDIKITPUN." Pekik Briella Amora yang sontak membuat Kenzo Aristide dan Galen Ray tersentak karena terkejut.

Dengan kasar Briella Amora beranjak dari duduknya hingga kursi yang sejak tadi ia duduki terjungkal ke belakang. Bahkan tanpa sepatah katapun lagi Briella Amora langsung melangkah pergi, meninggalkan Kenzo Aristide yang masih sibuk mengusap wajahnya yang sedikit terkena ciptratan liur dari mulut Briella Amora.

"Ap.. Apa ini, liur? Dasar gadis jelek, HEEIIII... KAUUU...." Teriak Kenzo Aristide mendengus kesal.

"Berhentilah berteriak jika kau tidak ingin urat lehermu putus, kau bahkan membuatnya pergi sekarang," Balas Galen Ray dengan raut wajah kecewa bercampur kesal.

"Aiss.. Wajahku.. Beraninya dia mencipratkan liur menjijikannya di wajah tampan ku.. Aaiiss sial.. " Umpat Kenzo Aristide yang terus mengusap wajahnya dengan tisu.

* * * * *

Bersambung...