SUPERMARKET.
"Selamat siang Kak," Sapa Briella Amora saat memasuki Supermarket dengan kondisi berantakan. Bahkan darah sudah nampak mengering di sekitar lutut dengan jeans yang sudah sobek. begitupun dengan sikunya.
"Briella, apa yang sudah terjadi? kakimu? Hei... Dari mana kau mendapatkan luka-luka ini?" Tanya Dilwyan Kin panik saat melihat beberapa luka di tubuh Briella Amora.
"Ini hanya luka kecil Kak, sebentar lagi... " Kalimat Briella Amora mengambang saat Dilwyan Kin menyahutinya dengan cepat.
"Ini bukan luka kecil Briella, kau berdarah dan ini... " Dilwyan Kin menunjuk luka sobek di lutut Briella Amora.
"Percayalah... Saya bahkan sering mendapatkan luka yang lebih parah dari ini." Balas Briella Amora dengan senyum lebarnya.
"Jangan bercanda, biar kakak obati lukamu," Ucap Dilwyan Kin menarik kedua ujung tali hoodie yang masih menutupi kepala Briella Amora ke bawah hingga wajahnya tertutup sempurna.
"Heii... " Seru Briella Amora kalang kabut, bahkan tanpa mengucapkan satu kata apapun Dilwyan Kin langsung menarik lengannya dan membawanya ke sebuah kursi seraya mendudukkan tubuh Briella Amora perlahan.
"Biarkan aku mengobati lukamu, tunggu sebentar." Ucap Dilwyan Kin beranjak.
"Tapi Kak,"
"Diam di tempatmu, Oke." Perintah Dilwyan Kin tegas sambil menunjuk ke arah Briella Amora yang hendak akan berdiri, sebelum akhirnya ia melanjutkan langkahnya menuju ke sebuah almari yang di sana terdapat kotak P3K, dan kembali menemuinya Briella Amora yang terpaksa duduk manis di sana sambil menatap lututnya yang mulai terasa ngilu. Hingga pandangannya teralihkan ke pada Dilwyan Kin yang tengah berjalan menghampirinya.
"Kak, biar saya sendiri yang... "
"Sudahlah... Kau adalah karyawan kakak, biar kakak saja yang mengobatimu." Sela Dilwyan Kin meletakkan kotak P3K di atas kursi.
"Kakak tidak mau terjadi apa-apa dengan karyawan kakak satu-satunya." Sambung Dilwyan Kin yang langsung membuka kotak P3K.
"Baiklah, maaf sudah merepotkan kakak," Balas Briella Amora pasrah dan dengan perlahan melepaskan Hoodienya.
Dengan sangat hati-hati Dilwyan Kin mulai membersihkan luka Briella Amora dengan Betadine hingga bersih sebelum mengolesinya dengan salep.
"Briella, kau ini seorang perempuan, kenapa kau tidak bisa menjaga tubuhmu dengan sangat baik, bahkan kau sampai mengabaikan luka-luka seperti ini, lihat wajahmu, luka lebam yang kemarin saja belum hilang, sekarang kau kembali mendapatkan luka. Apa kau memang hobi membiarkan dirimu terluka?" Omel Dilwyan Kin sambil terus mengolesi obat pada lutut Briella Amora yang hanya terdiam saat merasakan perih di sekitaran lukanya. Bahkan ia hanya bisa mencengkram kuat ujung baju kaos yang di pakainya.
Aku juga tidak ingin terluka seperti ini, tapi, meskipun aku berusaha untuk menghindar, aku pasti akan selalu mendapatkan luka-luka ini, bahkan sejak aku kecil, karena takdirku memang sudah seperti ini. Batin Briella Amora.
"Apakah ini sakit?" Tanya Dilwyan Kin perlahan sambil mendongak, mengamati ekspresi wajah Briella Amora yang terlihat biasa saja.
"Tidak, hanya sedikit perih." Jawab Briella Amora menggeleng kecil.
"Briella,"
"Iya Kak,"
"Apakah kau benar seorang perempuan?" Tanya Dilwyan Kin masih menatap wajah Briella Amora yang hanya melongo saat mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Dilwyan Kin yang masih menatapnya.
"Ha?"
"Kau sungguh bisa menahan semuanya?" Tanya Dilwyan Kin mengernyit tak percaya. Briella Amora bukan gadis cengeng yang manja, itu yang Dilwyan Kin lihat dari seorang Briella Amora yang lagi-lagi hanya mengangguk kecil membenarkan pertanyaannya.
"Bukankah sudah saya katakan, saya sering mendapatkan luka yang lebih parah dari ini, bahkan sejak saya masih kecil." Jawab Briella Amora yang membuat Dilwyan Kin terdiam sesaat dengan alis sedikit terangkat ke atas.
"Apa? Apa memang dari dulu kau punya hobi berkelahi untuk mendapatkan luka?" Tanya Dilwyan Kin lagi sambil meniup luka itu perlahan, sedang Briella Amora hanya bisa menarik nafas nafas panjang saat mendengar pertanyaan dari Dilwyan Kin yang di anggapnya konyol.
"Astaga, saya tidak seburuk itu." Jawab Briella Amora dengan bibir di tekuk.
"Kau benar-benar sesuatu Briella Amora, selain hobi berjalan kaki, kau juga hobi mendapatkan luka-luka seperti ini." Balas Dilwyan Kin yang semakin membuat Briella Amora cemberut.
"Sudahlah Kak, terima saja saya apa adanya." Ucap Briella Amora mengulurkan tangannya untuk mendapatkan perawatan dari Dilwyan Kin pada sikunya yang mulai cenat cenut.
"Yah baiklah, kakak anggap ini suatu keberuntungan karena mendapatkan karyawan wanita yang tidak cengeng dan tangguh sepertimu. Dan juga bonus karena kau sangat manis," Jawab Dilwyan Kin mengangguk dan kembali mengobati luka di sikut Briella Amora sambil meniupnya pelan.
"Hentikan, saya bukan perempuan yang akan bahagia dan berbunga jika mendengar gombalan pria seperti anda." Balas Briella Amora yang langsung di sambut tawa oleh Dilwyan Kin.
"Yah... yah... kakak tahu, bahkan si pria berambut pirang itu saja nampaknya sangat kesulitan untuk mendekatimu." Ucap Dilwyan Kin mulai membalut luka di sikut Briella Amora dengan perban.
"Maksud kakak?"
"Tadi si pria pirang itu kemari, sepertinya dia mencarimu." Jawab Dilwyan Kin menatap wajah acuh dari Briella Amora yang nampak tidak peduli.
"Galen," Gumam Briella Amora.
"Yah, dan... " Kalimat Dilwyan Kin mengambang dan kembali menatap wajah Briella Amora.
"Apa?"
"Dia kesini lagi." Jawab Dilwyan Kin yang langsung beranjak dari duduknya saat usai mengobati luka-luka Briella Amora.
"Ave, apa yang... " Kalimat Galen Raya mengambang saat melihat Briella Amora menempelkan jari telunjuk diatas bibirnya sendiri.
"Ssstt... Aku baik-baik saja okey, pelankan suaramu dan jangan buat keributan." Ucap Briella Amora yang langsung di balas anggukan oleh Galen Ray yang nampak masih terlihat panik dan langsung duduk di samping Briella Amora.
"Ada apa Galen?" Tanya Briella Amora lagi.
"Aku... "
"Galen, aku harus kerja, kita tidak bisa mengobrol." Ucap Briella Amora perlahan sambil meraih hoodie yang sudah sobek dan kotor di sandaran kursi dan bersiap untuk berdiri.
"Tapi luka-lukamu? Seharusnya kau beristirahat Ave." Balas Galen Ray.
"Iya, tapi... "
"Pulanglah, aku memberikanmu waktu libur selama dua hari untuk menyembuhkan lukamu," Ucap Dilwyan Kin yang tiba-tiba muncul dengan tas rangsel Briella Amora di tangannya dan langsung di balas anggukan setuju oleh Galen Ray, membuat Briella Amora mengernyit melihat ekspresi Galen Ray.
"Nah, kau dengarkan sekarang? Ayo, biar aku antar pulang." Ucap Galen Ray beranjak, meraih backpack Briella Amora yang langsung di pakainya dan mengulurkan tangannya ke arah Briella Amora yang masih melongo menatapnya.
"Galen, responmu terlalu berlebihan." Balas Briella Amora mendongak dan mendapati Galen Ray yang tengah tersenyum lebar.
"Biarkan dia mengantarmu Briella," Sambung Dilwyan Kin bersidekap.
"Kak... "
"Diamlah dan menurut saja," Timpal Galen Ray.
"Hei... " Seru Briella Amora jengah. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa saat Galen Ray meraih tubuhnya dan langsung di papahnya.
"Tolong jaga dia, dan jangan sampai dia mendapatkan luka lagi kali ini." Ucap Dilwyan Kin yang langsung merubah ekspresi Briella Amora yang hanya menurut saat Galen Ray memapahnya keluar ruang supermarket.
"Biar aku menggedongmu." Tawar Galen Ray yang langsung berdiri di hadapan Briella Amora.
"Kau gila? kita bukan pengantin baru." Balas Briella Amora yang terus berjalan melewati Galen Ray.
"Anggap saja kita pengantin baru." Balas Galen Ray santai.
PLAAAKKK....
"Aauuwww.... " Jerit Galen Ray saat kepalan tangan Briella Amora menempel sempurna di lengannya.
"Hentikan omong kosongmu dan jalanlah," Ucap Briella Amora terus berjalan.
"Tapi kakimu... "
"Aku baik-baik saja Galen, sejak tadi aku merasa sakit di area telinga karena mendengarmu yang terus berbicara tanpa henti." Balas Briella Amora tanpa memalingkan pandangannya.
"Aku akan diam jika kau menurut, setidaknya naik saja di punggungku, anggap saja kau sedang mengendarai seekor kuda," Omel Galen Ray yang langsung di balas tawa oleh Briella Amora.
"Apa yang kau maksud menunggangi?" Tanya Briella Amora terkekeh sambil memegangi perutnya. Tubuhnya bahkan nampak bergetar karena terus tertawa.
"Lihatlah... kau bahkan tertawa dengan bahagia sekarang." Ucap Galen Ray berkecak pinggang.
"Kau memang mirip dengan seekor kuda Galen," Balas Briella Amora yang masih terus tertawa, hingga ia tidak menyadari jika ia sudah berada di atas punggung Galen Ray yang tiba-tiba merengeknya.
"Yaakk... Hei... Turunkan aku." Jerit Briella Amora terus berontak.
"Diamlah... Jika kau tidak ingin kita jatuh bersama. Bukan hanya rasa sakit yang akan kita rasakan, tapi juga rasa malu." Ucap Galen Ray santai sambil terus berjalan, sedang Briella Amora hanya bisa pasrah sambil menyembunyikan wajahnya di punggung Galen Ray dari tatapan orang-orang yang melihat mereka.
"Kenapa tiap kali bertemu denganmu kau selalu dalam keadaan terluka Ave," Tanya Galen Ray memperlambat langkahnya.
"Aku juga tidak ingin terluka," Balas Briella Amora tanpa sadar menyandarkan kepalanya ke atas punggung Galen Ray, ia cukup lelah dan kesakitan saat ini.
"Setidaknya kau bisa menjaga dirimu sendiri Ave, dan aku harap kau tidak terluka lagi seperti ini." Ucap Galen Ray sedikit menengok ke belakang untuk memeriksa kondisi Briella Amora.
"Hm," Balas Briella Amora mengangguk kecil.
Hingga 15 menit kemudian, mereka sudah berada di depan rumah Briella Amora. Namun mereka berdua kembali terpaku di depan sana saat mendengar suara kegaduhan yang berasal dari dalam rumah tersebut.
"Ave, suara apa itu?" Tanya Galen Ray sedikit khawatir.
"Pulanglah... " Jawab Briella Amora yang langsung turun dari punggung Galen Ray, bahkan ia sampai terjatuh karena tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya.
"Ave.."
"Pulanglah!?" Perintah Briella Amora yang langsung berdiri dengan wajah yang penuh dengan kepanikan.
"Tapi... "
"PERGILAH... " Teriak Briella Amora panik dan langsung berlari masuk ke dalam rumah sambil memegangi lututnya yang kembali berdarah saat tidak sengaja menghantam jalan saat ia terjatuh.
Suara gaduh bahkan semakin terdengar dari sana, hingga membuat Galen Ray semakin merasakan kekhawatiran.
"Pukul saja aku, tapi jangan pernah menyentuh Ibuku.. "
Suara Briella Amora nampak terdengar jelas di pendengaran Galen Ray, hingga membuat perasaannya semakin sakit. Hatinya seketika di penuhi amarah saat mendengar suara tamparan beberapa kali. Hingga tanpa sadar Galen Ray mencengkram berat pagar besi di hadapannya, ingin berlari masuk kedalam, namun ia masih ragu, jika hal yang ia lakukan sudah benar atau malah akan memperburuk keadaan.
Briella, apa kau baik-baik saja, aku mohon... Jangan biarkan siapun melukaimu. Batin Galen Ray semakin resah.
Hingga 10 menit kemudian, kegaduhan sudah tidak terdengar lagi, saat seorang pria keluar dari rumah tersebut dan langsung masuk kedalam mobil, mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.
* * * * *
Bersambung...