Saat aku diantarkan menuju ke kantorku, aku mulai menyusun beberapa hal untuk kusampaikan pada Mike. Mike harus belajar menerima hal ini.
Aku juga sudah mengirimkan pesan singkat pada pengacara yang menangani kontrak-kontrak bisnis kantor kami. Aku meminta referensinya untuk pengacara perceraian. Dan kemudian aku membuat janji untuk bertemu.
Dalam hal perceraian, aku akan sebisa mungkin melakukannya secara diam-diam supaya tidak menambah pelik masalah yang ada. Dari pengalamanku, terlalu banyak mengumbar masalah tidak membantu masalah itu selesai, melainkan hanya akan semakin memperkeruh suasana.
Aku menyadari kondisi keluargaku sudah menjadi rahasia umum. Para staf dan keluarga besarku pasti sudah mengetahui hubungan kami yang tidak baik. Beberapa dari mereka menawarkan bantuan secara implisit. Namun sebagian besar menghujat kami.
Di mata mereka aku seperti bajingan bodoh yang rela diinjak-injak wanita karena cinta. Seandainya mereka tahu alasan yang sebenarnya…
Aku dibesarkan di keluarga yang konvensional. Seperti kata ayahku, semua kakek, nenek, paman, bibi dan sepupuku semuanya hanya menikah sekali seumur hidup. Kalaupun ada yang bercerai, mereka tidak menikah lagi.
Hal ini salah satu alasan yang membuatku bertahan hingga saat ini, selain Mike. Karena aku benar-benar tidak pernah mempertimbangkan perceraian sebagai jawaban masalahku.
Sociopath… aku teringat akan perilaku Lucy yang senang memanipulasi orang. Aku memang sudah lama curiga ada sesuatu yang berbeda pada Lucy, tapi aku tidak tahu kalau Lucy mengidap penyakit itu. Istilah itu pun aku sudah lama mengenalnya dari berbagai buku yang kubaca.
Karena penasaran, aku membuka ponselku dan mencari tahu tentang penyakit itu.
Gangguan kepribadian sosiopat seringkali disebut juga kelainan anti sosial. Sosiopat tidaklah sama dengan psikopat. Penderita sosiopat biasanya suka mengeksploitasi, tidak peduli aturan/ norma/ hukum, kasar, dan memiliki pemikiran sendiri. Gangguan ini bisa terjadi pada seseorang sejak lahir ataupun karena kondisi pada lingkungan terdekatnya.
Penderita gangguan anti sosial biasanya tidak mempunyai rasa malu, empati dan penyesalan sehingga sulit untuk berhubungan dengan orang lain dalam jangka panjang.
Dalam kehidupan seksual, penderita gangguan ini lebih suka hubungan sesaat yang tidak melibatkan perasaan. Dan lebih suka mendominasi dalam bercinta….
Aku kembali menganalisis semua tindak tanduk Lucy selama sembilan belas tahun ini dan puzzle dalam kepalaku seperti tersusun lengkap pada tempatnya. Aku menutup mata.
Kalau saja…
Kalau saja aku tahu lebih awal…
Kalau saja aku cukup mencintai Lucy dan membantunya ikut terapi...
Kalau saja aku tidak bersikap pengecut dan membantu Anne…
Kalau saja Mike tidak lahir sebelum Lucy sembuh…
Kalau saja…
Ada ratusan skenario berkelebat dalam kepalaku hingga aku meringis. Kepalaku mulai sakit.
Aku harus memaksa diriku untuk memfokuskan pikiranku. Separah apapun kondisinya saat ini, aku tetap harus mengambil keputusan untuk masa depan Mike. Dan setelah aku mengetahui kondisi Lucy, tekadku semakin bulat saja.
Aku harus kembali ke kantor untuk menangani beberapa hal. Dan aku telah berhasil membuat janji untuk bertemu pengacara perceraian yang dikenalkan kepadaku besok pagi.
Sesampainya di kantor, aku langsung diserbu oleh staf untuk permintaan persetujuan untuk pembelian bahan, pengiriman barang dan lainnya.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku mematikan laptop dan meninggalkan kantor.
Di awal-awal pernikahanku, pekerjaan yang sangat menuntut membantuku mengatasi kekosongan. Dan aku belajar menahan emosi saat bekerja. Aku tidak pernah menggunakan alasan masalah keluarga untuk lari dari tugas dan kewajibanku di kantor.
Sesampainya dirumah, aku cepat-cepat membersihkan diri dan turun untuk makan. Aku ingin bertemu Mike saat makan malam untuk menagih jawaban masa depannya.
Saat di meja makan aku melihat piring Mike masih belum tersentuh. Mike pasti masih belum makan malam. Aku berjalan menuju ke kamarnya dan mengetuk pelan.
"Mike, ayo kita makan dulu."
Tidak ada jawaban.
Aku kembali mengetuk, "Mike ayo makan."
Tidak ada jawaban. Tapi samar-samar aku mendengar ada suara di dalam. Mike pasti sedang bermain game online. Aku membuka pintu kamarnya. Tapi terkunci.
Kali ini aku mengetuk lebih keras lagi. Dan tiba-tiba pintu terbuka. Mike memakai jeans belelnya yang jelek itu dan kaos hitam bertuliskan "Fuck your life."
"Ayo Mike, kita makan dulu."
"Aku tidak lapar." Katanya lemas.
Aku merasa miris melihatnya. Dengan tinggi badan kami yang sama, beratnya mungkin hanya lima puluh kilo. Bahunya terlihat sangat kurus hingga terlihat selalu membungkuk. Celananya menggantung di pinggangnya dengan bantuan ikatan sabuk yang erat. Dia terlihat tidak makan selama satu bulan. Matanya kuyu dan pipinya sangat tirus.
Aku mendorong masuk ke dalam kamarnya. Dan aku merasa sangat sesak. Ruangan itu penuh asap rokok hingga berkabut dan ada satu bau yang menggangguku.
"Apakah kamu menggunakan obat terlarang Mike?"
Mukanya langsung pucat dan dia menggosok hidungnya dengan salah tingkah
"Ayah… aku…"
"Mike, ayo kita makan. Ada banyak hal yang harus kita bicarakan." Aku bangga aku masih bisa menahan diriku saat itu. Walau godaan untuk memukulnya wajahnya begitu besar.
Mike mengikutiku ke meja makan lalu duduk di kursinya. Matanya seperti sedang bermimpi dan tidak bisa fokus melihatku dengan baik.
"Mike, jadi kamu sudah memutuskan mau masuk ke jurusan apa?" Tanyaku tanpa ampun.
"Manajemen bisnis. Di Southern college ada pembukaan hingga minggu depan." Mike masih bisa menjawab dengan jelas, sepertinya efek obat yang dipakainya sudah mau habis.
"Baiklah kalau begitu. Besok akan ada orang yang mengantarkan formulir kesini dan setelah kamu isi, kembalikan formulirnya ke orang yang mengantarkan."
"Baik" jawabnya singkat.
Kami mulai menyantap makanan kami. Tadi siang aku hanya sempat menyantap burger karena ada meeting pukul satu. Jadi aku sangat lapar malam ini. Tidak lama piringku sudah kosong. Tapi kulihat Mike hanya memutar sendok dan garpunya seakan tidak berselera. Dia hampir tidak menyentuh makanannya.
"Mike, ayah paham akan rasa ingin tahumu yang besar. Tapi tahu tentang obat-obatan terlarang hampir tidak ada efek baiknya untuk kamu."
"Apakah kamu tahu efeknya sangat berbahaya untuk tubuh? Dan rokok hanya akan membuat badanmu melemah. Semuanya hanya kenikmatan sesaat yang akan meminta korban di hari tuamu nanti."
Mike seperti sedang berjuang di antara mimpi dan kenyataan. Dia seperti memahamiku tapi matanya tidak fokus. Tapi aku melihat dia menganggukkan kepalanya.
Aku menyentuh bahunya, dan aku hampir saja meneteskan air mataku. Bahunya terlihat sangat ringkih. Kemana anak montok yang dulu seringkali kugendong. Anak yang sangat lucu dan menggemaskan.
"Mike… lihat ayah."
Dia melihatku. Sekilas ada tatapan menyesal dalam matanya.
"Mike… bisa tidak kita mulai lagi dari awal?" Aku meremas pelan bahunya. Aku benar-benar menyayangi makhluk di depanku ini. Dia adalah darah dagingku. Aku harus memperbaiki hubunganku dengannya.
"Mike, ayah minta maaf selama ini telah banyak bersalah. Apakah ayah bisa mendapat satu kesempatan lagi?"
Dia menganggukkan kepalanya pelan dan ada air mata menggenang di pelupuk matanya. Anak ini kesepian, pikirku. Dan aku sebagai orang tua, mempunyai andil besar dalam kesalahan mendidiknya.
Lalu aku tertawa ringan dan menyuruhnya menghabiskan makan malamnya. Mike berkata dia tidak sanggup. Aku berkata, paling tidak separuh piring. Dan Mike pun setuju dengan susah payah memasukkan makan malamnya ke dalam mulutnya. Aku tersenyum melihatnya.
Pelan-pelan.
Aku harus berjuang untuk mendapatkan kembali hati Mike. Ada belasan tahun hilang di antara kami yang harus kutebus.
Aku menanyakan jadwalnya besok dan kami ngobrol ringan tentang teman-temannya.
Mike sedikit tegang tapi pelan-pelan mulai mau menjawab pertanyaanku walau pendek-pendek. Awal yang bagus pikirku. Aku bertekad untuk mendekatkan diri pelan-pelan. Aku tidak boleh melarikan diri dari anakku.
Alasan utama aku tidak memukulnya saat melihatnya bersama obat-obatan terkutuk adalah karena aku tahu di usianya, semakin terlarang maka dia akan semakin tertarik pada benda terkutuk itu. Jadi aku memutuskan untuk bersikap tenang supaya dia tidak memberontak dan terlibat semakin dalam.
Dan aku selalu bisa menahan diriku selama ini. James Marcus tidak pernah kehilangan kendali sekali pun.