Ryou jadi bingung harus melakukan apa, sebenarnya tadi Regard sudah menunjukkan kamar tidur untuknya. Tapi entah kenapa ia masih tidak enak untuk langsung pergi tidur. Ia juga merasa canggung untuk melakukan apapun.
Mau membantu membersihkan meja makan tapi dilarang para pelayan, mau ikut mencuci piring juga dilarang, mau pergi melihat-lihat isi mansion tapi nanti dikira tidak sopan, mau duduk saja tapi terlihat sangat tidak membantu. Lalu Ryou harus apa sekarang?
Awalnya Ryou ingin mengajak Elisio mengobrol, tapi ia juga tidak punya topik yang penting untuk dibicarakan. Ia juga tidak mungkin mengajak Alyosha untuk ngobrol santai berdua. Yang ada wajahnya bisa babak belur lagi.
Ryou mendengus pelan, tubuhnya nampak lesu.
Bukan, dia bukannya lesu karena merasa lelah atau sedang sakit. Tapi ia lesu karena merasa bosan.
BUAGH
BUAGH
DUAGH
Mata sipit Ryou perlahan membulat, menyadari bunyi pukulan keras yang beradu semakin jelas terdengar. Alis Ryou menukik pelan, ekspresi was-was dan curiga terpampang jelas di wajah Ryou.
Siapa yang sedang adu pukul malam-malam seperti ini?
Ryou mulai tidak yakin kalau ini adalah mansion untuk tempat tinggal, karena dalam waktu beberapa jam saja selalu muncul perkelahian dan perseteruan yang entah siapa saja yang melakukannya. Ketimbang tempat tinggal, Ryou akan lebih senang menyebutnya sebagai arena tinju.
"Siapa lagi yang sedang berkelahi?" tanya Ryou bermonolog. Yang awalnya ia bersandar di sofa putih lembut itu, kini ia duduk tegak dan mencoba mencari tahu darimana asal suara itu melalui penglihatannya.
Ia tak menemukan apapun. Hanya ruangan mansion yang kosong dan tak terdapat seorang pun di sana.
Tidak, itu tidak mungkin hantu. Mana ada hantu yang bisa menonjok satu sama lain?
Ryou lalu beranjak dari ruangan itu, menuju salah satu lorong mansion yang menurutnya menuju ke arah sumber suara tersebut berasal.
"Aku tahu kau sengaja kan menyuruh Patrick membuat hidangan yang bentuknya seperti benda sialan itu!"
BUAGH
"Kau tidak punya bukti!"
BUAGH
"Aku sudah bertanya langsung pada Patrick tadi! kau yang menyuruhnya membuat itu! bahkan sampai puding sialan yang berbentuk seperti buah dada itu!"
BUAGH
Ryou tidak habis pikir, sebuah pemandangan berisi adegan kekerasan ia saksikan jelas tanpa ada perantara sedikitpun. Dua kakak beradik yang sedang adu pukul satu sama lain hanya karena permasalahan kecil yaitu bentuk hidangan yang mereka makan tadi.
Kekanakan sekali.
"Astaga, kenapa kalian berkelahi seperti ini?" tanya Ryou panik. Ia berusaha melerai pertengkaran antara dua bersaudara itu.
"Diam!"
Ryou terdiam, baik itu Alyosha maupun Elisio sama-sama menyuruhnya untuk diam. Kalau begitu reaksi mereka, Ryou jadi tidak berani menginterupsi kegiatan brutal mereka itu.
Sampai sekarang Ryou masih heran, apa mereka tidak capek saling memukul begitu setiap kali bertemu? bahkan muka mereka sudah terdapat bekas luka dan lebam lagi sekarang.
Ryou berusaha mencari sesuatu alasan agar membuat dua orang berhenti berkelahi. Tapi pastinya bukan dengan cara memberi iming-iming berupa es krim seperti anak kecil.
"Astaga, siapa orang yang mengendap-endap di ujung lorong itu?" ucap Ryou pura-pura bergumam. Padahal dia tak melihat apapun di sana selain Alyosha dan Elisio yang berkelahi di sana.
Alyosha dan Elisio langsung bersiaga. Tanpa aba-aba lagi mereka menuju ke ujung lorong sana sebelum Ryou sempat memberitahu mereka berdua kalau sebenarnya ia hanya berbohong tentang itu.
"Hei! mau pergi ke mana kalian?! tidak ada apa-apa di situ!" seru Ryou. Ia tidak mau kesalahpahaman ini menjadi keributan berkepanjangan.
Alyosha dan Elisio seketika terhenti, tubuh mereka yang awalnya masih dalam pose berlari kini kembali berdiri tegak. Namun yang membuat Ryou takut adalah keduanya berpaling perlahan ke arahnya dengan tatapan membunuh.
Nampaknya Ryou salah strategi, bukannya membuat suasana tenang malah dirinya yang akan kena tendangan mereka berdua.
BUAGH
BUAGH
.
.
.
.
.
Ryou meringis, baru saja lebam di wajahnya mulai menghilang, tapi sekarang malah ditambah lagi yang baru oleh Elisio dan Alyosha.
Waktu sudah menunjukkan pukul jam 5 pagi. Ya, ia memang terbiasa bangun pagi sekali, selain untuk berolahraga, dia juga senang mencari inspirasi untuk melukis sembari melihat matahari yang baru terbit. Udara pagi yang begitu segar dan menenangkan membuat Ryou terhanyut dalam perasaan nyaman dan tenang.
Cklek
Langkah kaki terdengar di ruangan yang begitu bersih dan mengkilap itu, nampaknya lorong tempat kamarnya berada itu sudah dibersihkan oleh pelayan Alyosha. Nampak dari aroma harum pembersih lantai yang menyeruak lembut di sana.
'Rajin sekali, kalau sekarang sudah selesai membersihkan lantai, berarti mereka sudah bangun dari jam 4 dini hari. Wajar, karena mansion ini sangat besar. Meskipun banyak pelayan di sini, tetap saja perlu waktu untuk membersihkan seluruhnya.'
Ryou membatin sembari menatap lorong di hadapannya, tak ada kesan menyeramkan bila setiap rumah besar selalu dibersihkan dan punya interior yang terang dan didominasi warna cerah seperti ini. Yang ada Ryou sangat betah karena suasana dan keadaan di sana sangat nyaman.
Tap tap tap
Alas kaki Ryou beradu dengan lantai putih di sana, menciptakan bunyi ketukan dan decitan yang halus.
Sembari melihat ke sekeliling, Ryou mencari letak tangga menuju lantai satu. Dia ingin sedikit berolahraga di depan mansion Alyosha. Tidak etis sekali menurut Ryou bila dirinya melakukan push up, lompat tali, dan lari santai di dalam mansion. Ia tidak mau dicap sebagai orang yang tidak punya etika.
Padahal Alyosha ataupun Elisio juga tidak akan mempermasalahkan tentang itu.
"Hei Ryou," panggil Elisio, ia masih memakai piyama tidur berwarna merah tua.
"Oh! hai Elisio. Selamat pagi," balas Ryou dengan senyuman ramah.
"Pagi juga," balas Elisio. "Sedang apa? pagi-pagi seperti ini sudah menuju lantai satu."
"Aku mau berolahraga," jawab Ryou spontan. Ya, karena memang begitu adanya. Ia hanya ingin pergi berolahraga keluar.
Elisio bersedekap, ia lalu mendekati Ryou. "Kenapa harus keluar? sekarang masih terlalu dingin. Di mansion ini ada ruangan khusus untuk berolahraga. Juga ada alat fitness di sana. Mari, aku antarkan kau ke sana."
Padahal Ryou tidak ingin merepotkan Elisio lagi, tapi sebelum Ryou sempat menolak tawaran Elisio tadi. Elisio sudah lebih dulu melangkah meninggalkannya di sana.
Ryou lalu mengekor di belakang Elisio menuju ruangan yang dimaksud olehnya.
Entah kenapa perasaan Ryou mulai mengatakan akan ada sesuatu yang tidak baik terjadi pada dirinya. Tapi ia berusaha menepis pemikiran negatif pada pikirannya. Lagipula sesuatu yang buruk apa yang akan terjadi bila dia hanya berolahraga pagi? tidak mungkin ia mati mendadak hanya karena ingin berolahraga pagi.
"Silahkan masuk, kau buka pintunya sendiri," ucap Elisio. Dari wajahnya tak menunjukkan sesuatu yang mencurigakan. Membuat Ryou yakin kalau dia tidak sedang dijahili oleh pria berambut oranye tersebut.