Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My Husband's Secret

🇮🇩1RedApple
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6k
Views
Synopsis
Sikap gegabah Misellia Stefani Herlesh yang ingin membongkar kebusukan saudari tirinya malah membawanya pada satu kesalahan fatal hingga berbuntut putusnya hubungan antara dirinya dan sang ayah. Yohan Ararya Cendric, pria yang tadinya akan menikahi kakak tiri Misellia pun ikut terseret di dalam kejadian itu. Mengharuskan pria yang duduk di kursi roda tersebut memutar otak agar rencana awalnya mendekati keluarga Herlesh tidak menemui jalan buntu. Ini semua Yohan lakukan untuk mencari sebuah kebenaran mengenai kecelakaan yang menimpanya dan orang tuanya dua tahun yang lalu. Lantas, menikah dan hidup seatap dengan Yohan membuat Misellia perlahan menyukai sosoknya yang terkesan perhatian dan hangat. Sampai suatu hari, tanpa sengaja kobohongan yang selalu Yohan sembunyikan dari orang-orang terkuak di depan mata kepala Misellia. Saat itu terjadi, apa yang akan terjadi selanjutnya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Terjebak

Tok! Tok! Tok!

Ketukan pintu itu sedikit menggema. Sepasang pria dan wanita yang berada di dalam kamar hotel pun sontak menghentikan kegiatan panasnya di atas ranjang.

"Siapa?" tanya wanita itu setengah memekik. Karena tidak ada jawaban, akhirnya wanita tersebut turun dari tempat tidur sambil mengikat baju mandinya yang sempat terbuka, lalu membuka pintu.

Di balik pintu, seorang wanita sudah memasang tatapan tajam padanya. Begitu pula dengan rahangnya yang mengeras akibat emosi yang hampir meledak karena pemandangan yang ia temui di dalam kamar tersebut.

"Alera!" pekik Misellia seraya menatap wanita yang ia panggil Alera.

Objek yang menjadi sasaran pun kontan memutar bola matanya malas. "Ya?" sahutnya, lalu meniup kukunya dengan santai.

"Sudah kuduga. Kamu memang wanita yang tidak tau malu!" hina Misellia, kemudian wanita berambut sebahu itu menunjuk pada pria yang tengah duduk santai di atas tempat tidur dan mengimbuh, "Katakan ... siapa pria itu?!"

Alera melipat tangannya dengan alis yang naik sebelah sambil memandang remeh pada wanita yang tidak lain adalah adik tirinya sejak dua tahun lalu. "Bukannya sudah jelas? Dia kekasihku."

PLAK!

Satu tamparan yang amat keras tiba-tiba saja mendarat ke pipi Alera dan membuatnya meringis kesakitan.

"Kamu itu benar-benar tidak punya malu. Dasar sampah! Tidakkah kamu berpikir bagaimana perasaan Yohan saat mengetahui hal ini?" ucap Misellia lagi--tidak habis pikir dengan tingkah wanita di depannya ini yang selalu saja merusak citra keluarga. Bahkan sekarang, ia benar-benar muak padanya.

Langsung saja Alera tertawa garing ketika mendengarnya dan menarik kasar rambut Misellia hingga wanita itu meringis pelan sembari memegangi rambutnya.

"Dengar, aku gak mungkin melakukan ini jika saja dia gak CACAT!" tukas Alera yang menyebut kata cacat penuh penekanan sambil menatap jengkel Misellia.

Tidak ingin kalah, Misellia pun menggenggam tangan Alera dan menekan pergelangan wanita itu dengan keras.

"Aargghhh!" Alera menjerit, merasakan ngilu di bagian pergelangannya dan spontan menghempaskan genggaman Misellia.

"SAKIT, BEGO!"

Misellia mendengkus kasar dan berkata, "Kamu punya wajah yang cantik, Alera. Tapi kelakuanmu sungguh busuk! Semua ini cukup membuktikan bahwa kamu memang bukan dari keluarga Herlesh," lontar Misellia dengan nada sinis. Kemudian membalikkan badan, ingin pergi.

"Hahaha." Suara tawa dari Alera berhasil menghentikan langkah Misellia dan berbalik menatapnya.

"Tertawalah selagi bisa Alera Gumilar. Tapi lihat saja nanti. Semua perbuatanmu akan kubongkar pada ayahku," tukasnya penuh percaya diri.

"Oh, ya?" Alera meremehkan. Misellia tampak menegakkan kepalanya tidak gentar, meski tatapan Alera terlihat menindas.

"Kuberikan dua pilihan, Alera ...." ucap Misellia yang tampak mengacungkan dua jari, lalu memasukkan tangannya ke dalam saku celana sambil tersenyum menantang.

Rekaman ini akan menjebakmu, Alera, batinnya.

"Akui semuanya pada keluarga dan minta maaf pada Yohan atau--"

Alera mendecih dan memotong kalimat Misellia. "Lakukan semaumu adikku sayang, tapi sebelum itu coba kamu berbalik dulu." Alera menggerakkan matanya, melirik ke arah pintu masuk dengan senyuman yang menyebalkan.

Misellia mengernyit dan segera menoleh ke belakang. Mendadak matanya membulat lebar ketika mendapati seorang pria bertubuh tinggi besar tiba-tiba membekap mulutnya dengan sapu tangan yang sudah diberikan obat tidur.

"Hnggg!"

Belum sempat Misellia melepaskan diri, efek obat sudah bereaksi padanya. Perlahan tapi pasti, matanya menjadi berat dan kesadarannya mulai lenyap.

"Tidak boleh! Ini jebakan, jangan tidur sekarang ...." batin Misellia seraya melawan kantuk yang mulai menyerang, namun percuma saja. Efek obat memaksa drinya pergi ke alam bawah sadar.

Samar-samar Misellia bisa mendengar Alera yang menertawakan dirinya.

"Selamat menempuh hidup baru, Misellia Stefani Herlesh ... hahaha."

***

Derap langkah kaki yang terdengar beriringan itu memecah keheningan sesaat setelah keluar dari lift. Tampaklah dua orang yang melangkah cepat, melewati setiap kamar dengan pintu yang diberi angka yang berurutan.

"Rasanya ayah sulit percaya. Untuk apa Misellia melakukan hal itu?" tanya pria bertubuh tinggi dengan jas yang melekat rapi di tubuhnya. Tanpa mengurangi langkah cepatnya, ia menoleh pada Alera yang berada di sebelahnya. "Bukannya ayah tidak percaya padamu, tapi Misellia tidak mungkin melakukan hal semenjijikkan itu. Ayah sangat mengenalnya."

Langkah Alera terhenti. Dia menggigit pipi bagian dalamnya sebal. Di saat pria yang selalu ia panggil dengan sebutan ayah itu menoleh padanya, dia pun berkilah, "Aku tidak bohong, Ayah." Iris pekatnya perlahan memerah. Tampaknya wanita tersebut berusaha semaksimal mungkin memasang raut sendu agar pria besar di depannya ini mau percaya padanya.

"Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Misellia dan Yohan masuk ke hotel ini. Lagipula untuk apa wanita pergi ke hotel bersama dengan pria, jika tidak punya hubungan apapun? Ah, tidak. Mungkin aku yang terlalu berlebihan," ujarnya sedikit menunduk dan membuat pria tersebut terdiam.

Satu sudut bibir Alera terangkat samar, lalu ia menggenggam lengan ayahnya yang besar dan menyadarkan pria itu dari lamunannya.

"Aku gak mau menuduh saudariku sembarangan, karena itu lebih baik kita pastikan sendiri sebenarnya apa yang mereka lakukan di tempat ini," saran Alera seraya memberikan senyuman tipis. Wanita yang pandai bersandiwara.

Sementara di sisi lain, tepatnya di dalam kamar dengan nomor 205.

Misellia membuka mata dengan perlahan dan menggosoknya sembari menormalkan penglihatannya yang masih buram.

"Ughh ... kenapa badanku rasanya mau remuk begini?" batinnya heran seraya menarik selimut yang tebal itu dan memiringkan badan ke arah kanan untuk mendapatkan posisi ternyamannya. Lalu melanjutkan mimpi indahnya.

Namun, sisa-sisa nyawanya yang masih ingin tertidur pun harus dipaksa untuk menyapa dunia di saat lensanya menemukan punggung seorang pria yang terlelap di sebelahnya. Sontak saja Misellia menutup mulutnya dengan mata yang melebar dan memerah ingin menangis.

"A-apa yang t-terjadi s-semalam?" ucapnya parau dengan rasa takut yang melimpah ruah. Bahkan napasnya terdengar naik turun ketika menyadari dirinya tidak berada di dalam kamar tidurnya.

Tanpa Misellia sadari, cairan bening itu pun tumpah bak aliran sungai. Dengan perasaan kalut, Misellia mengusap air mata di pipinya yang tidak berhenti mengalir. Lalu ia beringsut terduduk sambil menutupi dirinya dengan selimut.

Di ujung tempat tidur, Misellia menemukan kursi roda yang begitu familiar tengah bertengger di sana. Sekarang ia tahu apa maksud dari perkataan Alera sesaat sebelum akhirnya ia tidak sadarkan diri karena pengaruh obat tidur semalam.

"Gak akan kumaafkan perbuatanmu seumur hidup, Alera ... hiks ... hiks. Sekarang malah aku yang harus menggantikan posisinya. Sekarang aku harus bagaimana? Berpikirlah Misellia," ucap Misellia. Lalu mengusap air matanya dan segera turun dari tempat tidur.

Selagi pria itu belum bangun, Misellia pun memakai semua pakaiannya dalam beberapa menit. Setelah itu, ia pun menyentuh saku celananya untuk memeriksa apakah ponselnya masih ada di sana atau sudah disingkarkan oleh Alera.

"Syukurlah ini masih ada. Hari ini akan kubongkar semua perbuatan Alera pada ayah," ucapnya yang kemudian meringis saat melihat wajah tenang pria yang masih terlelap itu di sana.

Dengan tatapan tajam nan menusuk, Misellia pun menggenggam kemeja biru navy di sudut tempat tidur, lalu melemparnya kasar pada pria yang ia kenal itu. "Bangun, Yohan!" perintahnya.

Yohan Ararya Cendric, pria itu mendecak dan terbangun dengan kernyitan di keningnya. Masih setengah sadar, pria itu membuka mata sambil beringsut terduduk. Lalu meringis, menyentuh kepalanya yang terasa pusing.

"Kamu?" Yohan terlihat heran ketika mendapati calon adik iparnya itu berdiri di sebelahnya dengan penampilan yang kacau. Misellia menjatuhkan air matanya kembali saat melihat wajah pria itu yang seolah tidak mengerti apa-apa.

"Iya, ini aku! Dasar pria kurang ajar. Jangan pura-pura tidak mengerti apa-apa. Pokoknya kamu harus tanggung jawab," tuntut Misellia membuat Yohan tambah mengerutkan alis. "Aku tidak mengerti."

"Kamu tidak mengerti, heum? Kalau begitu lihat tubuhmu sendiri," tukas Misellia geram.

Terkejut, Yohan segera mengalihkan pandangannya--melihat ke bawah, lebih tepatnya ke dalam selimut yang menutupi tubuhnya.

"Shit! Jadi yang semalam itu bukan mimpi," gumamnya, lantas beralih pada Misellia yang sudah memungut helaian pakaian milik pria itu sambil mengusap air mata.

"Aku--"

"Pakai bajumu, brengsek!" potong Misellia sembari melempar semua atribut itu ke wajah Yohan. "Jangan mengira aku akan mengasihani pria sepertimu, meski kamu duduk di kursi roda sekali pun," imbuh Misellia dingin.

Yohan mengusap wajahnya frustasi. "Tapi bagaimana aku bisa berada di sini? Semalam aku pergi makan malam dengan Alera--"

Yohan menghentikan kalimatnya karena Misellia mendadak tertawa. "Ooo ... jadi dalangnya wanita kurang ajar itu. Dasar licik. Dia benar-benar membuatku ingin menikamnya," akunya. Lalu melirik pada Yohan. "Bisa pakai bajumu sekarang? Apa kamu kira aku wanita cabul yang akan menikmati tubuhmu itu?!" tambahnya lagi dengan kekesalan yang memuncak.

Berusaha tetap tenang, Yohan pun menghela napas dan berkata, "Tolong berbalik sebentar."

Misellia pun mendengkus dan segera melangkah ke arah jendela untuk menenangkan dirinya.

Tok! Tok!

Ketukan pintu terdengar beberapa menit berikutnya. Keduanya langsung mendelik, lantas menoleh pada pintu yang masih menutup di sana dengan jantung yang berdetak tidak karuan.