"Lia, Yohan. Kalian ada di dalam kan? Tolong buka pintunya."
Suara yang terdengar tidak asing itu membuat Misellia melemparkan segala sumpah serapah pada wanita yang berada di balik pintu tersebut.
"Berantakan. Semuanya berantakan," gumam Yohan. Sementara Misellia masih terpaku menatap pintu tersebut.
"Bukan sengaja aku melakukannya," kata Yohan membela diri sambil menoleh pada Misellia.
"Apa? Enteng sekali kamu mengatakannya. Apa kamu mau kutuntut atas tindakan pelecehan?!" ucap Misellia tidak terima.
"Tidak."
Misellia membuang napas. "Ayahku pasti akan mengusirku setelah ini. Jadi kamu harus membawaku bersamamu," tukasnya. Yohan mengepalkan kedua tangannya.
Rencanaku tidak seperti ini, batin Yohan yang kemudian menatap Misellia dengan rahang yang mengetat.
"Apa boleh buat. Bagaimanapun juga, aku memang harus membawamu," tuturnya berusaha terlihat tenang.
Misellia tidak tersenyum sama sekali padanya. "Tidak perlu memasang tampang palsu. Kamu pasti sangat terpaksa," ucap Misellia sinis.
Mendengar itu, Yohan membalas Misellia dengan tatapan datar. Beberapa detik mereka bertukar pandangan, sampai akhirnya ketukan pintu kembali menginterupsi.
"Kalian ada di dalam kan?!" pekik Alera memastikan.
"Misellia, buka pintunya!"
Misellia tersentak. Itu suara ayahnya. Yohan refleks memijat kepalanya. Setelah mengambil napas dalam, Misellia pun membuka pintu tersebut dengan segera.
"A-ayah ...." Netra wanita berambut sebahu itu membulat sempurna ketika mendapati keberadaan tuan Baron Herlesh. Ayahnya itu sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam.
Belum sempat Misellia membela diri, sang ayah langsung menerobos masuk dan menghampiri Yohan yang tampak syok melihat kehadirannya.
"Yohan!" teriak Alera dan melewati Misellia. "Apa yang kamu lakukan di kamar ini dengan Misellia? Dan kenapa kalian--"
Seolah menyadari sesuatu, Alera termundur sambil menutup mulutnya kaget, lalu ia memeluk ayahnya dengan sedih. Tidak lama setelah itu, ia mengeluarkan air mata yang Misellia simpulkan hanyalah air mata kebohongan.
"Misellia, katakan! Apa hubungan kalian berdua, heum?" tanya Baron Herlesh yang terlihat menahan emosi. Pria itu menggertakkan giginya dan menatap darah dagingnya penuh kekecewaan. "Ayah tidak mengira kamu akan melakukan hal memalukan seperti ini, Misellia!"
Misellia tersentak. "Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Yohan, Ayah."
"Tidak punya hubungan apa-apa? Benarkah?" Tuan Baron melemparkan tatapan sinis pada Misellia dan Yohan bergantian. "Lalu kenapa penampilan kalian berdua begitu berantakan? Coba kamu jelaskan kenapa di dalam sebuah kamar yang begitu tertutup, kalian tidak punya hubungan apa-apa? Kamu kira ayah akan percaya dengan kebohonganmu ini?!"
"Maaf menyela, Tuan Baron. Saya dan Misellia dije—"
Yohan menghentikan kalimatnya di saat pria besar itu mengangkat tangannya, menginterupsi. Alera tersenyum miring melihatnya.
"Saya tidak butuh penjelasan dari pria yang datang untuk melamar putri tertua saya, namun malah meniduri putri lainnya. Sungguh tidak tau diri sekali." Tuan Baron beralih pada Misellia. "Saya ingin mendengarnya sendiri dari mulut wanita ini."
"Wanita ini?" ucap Misellia mengepalkan tangan seraya memandang tuan Baron tidak percaya.
"Ya. Mulai hari ini, pria ini hanya memiliki satu orang putri. Bagiku, Misellia sudah pergi bersama ibunya ke surga," tukas tuan Baron.
Hati Misellia mencelos seketika. Seolah ada ribuan benda tajam yang menghujamnya dari segala arah. Sakit sekali.
"Baiklah. Kalau memang ayah membuangku, kenapa tidak sekalian saja?" kata Misellia sambil tersenyum getir, lantas mengusap cairan bening yang mengalir di pipinya.
"Aku … memang mempunyai hubungan seperti itu dengan Yohan—"
"Hentikan. Dia berbohong, Tuan Baron." Yohan menyela lagi dengan gelengan kepala, namun suara Misellia lebih mendominasi.
"Ya! itu benar, Tuan Baron. Misellia Stefani Herlesh, ah maaf. Wanita ini, Misellia Stefani Ararya Cendric …." Meralat perkataannya, Misellia menghampiri Yohan dan melingkarkan tangannya ke leher Yohan. Dia memeluknya dari arah belakang sambil menatap ayahnya dan Alera di sana. "seperti yang anda lihat sendiri, kami memang memiliki hubungan dekat, bahkan semalam sudah melakukan hal itu. Benar kan, Alera?" tanya Misellia sambil mendelik ke arah Alera.
Yohan tampak membelalak mendengarnya, sementara Alera sudah melotot padanya. Misellia tertawa sinis melihat wanita itu.
"Ayo, Alera." Baron melengos dan melenggang pergi. Alera pun segera mengikutinya.
Raut wajah Yohan pun seketika berubah. Dengan kasar ia melepas rangkulan Misellia dari lehernya. "Apa yang baru saja kamu katakan?" tanyanya terlihat kesal.
"Mewujudkan apa yang Ayahku tuduhkan."
Jawaban wanita itu membuat Yohan tidak habis pikir sekarang. "Kamu sungguh serius dengan itu?" Misellia mengangguk.
"Astaga. Setidaknya jika kamu diam, aku bisa membawamu dengan baik-baik bersamaku. Kalau seperti ini, aku benar-benar sudah dicap jelek oleh tuan Baron."
"Setidaknya kamu dicap jelek bersamaku. Bukankah berdua lebih baik daripada sendiri?" tangkas Misellia. "Apakah ada yang salah dengan perkataanku, tuan Yohan?" tanya Misellia ketika melihat Yohan yang membalasnya dengan tatapan heran.
"Wanita yang aneh," ucap Yohan.
Mengabaikan perkataan Yohan, Misellia terlihat menghampiri kursi roda milik Yohan dan menyeretnya ke dekat tempat tidur.
"Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri," tolak Yohan ketus.
Misellia mengangkat sebelah alisnya tidak percaya. "Kamu kira aku akan percaya perkataanmu? Sudahlah, jangan banyak protes." Misellia pun meraih tangan Yohan, melingkarkan lengan pria itu ke tengkuknya agar bisa membantunya pindah ke kursi roda.
"Harusnya kamu senang. Banyak sekali pria di luar sana yang menginginkan aku, tapi malah pria sepertimu yang menghabiskan malam bersamaku. Itu pun karena rencana calon istrimu."
Yohan tidak mengatakan apa-apa saat mendengar setiap penuturan Misellia yang terdengar menyindir dirinya. Mungkin telinga Yohan sudah panas mendengar suara Misellia yang penuh penekanan, sehingga pria itu menggerakkan kursi rodanya dan pergi meninggalkannya.
Misellia yang melihat Yohan meninggalkannya pun segera membuntutinya dari belakang.
"Hei, Yohan. Kamu mau meninggalkan aku?" tanya Misellia yang ternyata mengikuti Yohan dari belakang. Namun pria itu tidak menjawab dirinya. Sekarang Misellia mulai berpikir bahwa pria di depannya ini akan melarikan diri dan tidak bertanggung jawab padanya.
Misellia terus mengikuti Yohan hingga ke lobi. Karena pria itu tidak menggubris dirinya, Misellia pun memilih ikut bungkam. Melamun, Misellia hampir saja terjatuh ketika seseorang menabrak dirinya. Untungnya tangan Yohan langsung menariknya mendekat.
"Hati-hati," kata Yohan. Kemudian ia mengambil ponsel dan menelpon seseorang. Misellia masih terdiam sambil memerhatikan gerak-gerik pria itu.
"Halo, Afif. Di mana kamu? Cepat jemput aku," ucap Yohan to the point, kemudian menutup panggilan tersebut setelah pria yang ia panggil dengan nama Afif menyanggupi.
Misellia menaikkan alisnya sebelah. Menganggap sikap Yohan pada pria di telpon tersebut terlalu kasar kedengarannya. "Sebagai pria yang membutuhkan bantuan kursi roda, kamu kasar sekali. Padahal kupikir kamu pria yang ramah. Ternyata wajah bisa menipu."
Sindiran Misellia membuat Yohan meliriknya sinis. "Lalu aku harus bersikap bagaimana? Dalam satu malam semuanya jadi berantakan. Padahal aku sudah menyusun rencana--" Yohan menghentikan kalimatnya, lalu mengerjap sejenak. "M-maksudku, kamu sudah merusak citraku. Membuat kesal saja."
"Apa?" Misellia menepuk kedua bahu Yohan dengan tatapan mengintimidasi. "Jadi semuanya gara-gara aku?!"
"Menurutmu?" balas Yohan tidak mau kalah.
"Oh, sial." Misellia berkacak pinggang, lalu memijat kepalanya sebelah. "Harusnya kubiarkan kamu menikah dengan wanita jahat itu. Dia bahkan menghina fisikmu, bodoh!"
"Kalian sama saja. Beberapa detik yang lalu, kamu juga menghina fisikku," balas Yohan dengan raut datar. Kemudian melajukan kursi rodanya keluar dari lobi.
Misellia menghela napas panjang. "Hei, jangan langsung menyimpulkan. Aku jelas-jelas berbeda dengannya," ucap Misellia, lalu kembali mengekori Yohan.
Sebuah mobil berhenti tepat di depan Yohan dan Misellia. Pria dengan earphone bluetooth yang terpasang di telingannya pun keluar dari mobil hitam tersebut dan memberi hormat pada Yohan.
"Mari, Tuan Yohan."
Dengan segera pria itu membantu Yohan untuk duduk ke dalam kursi penumpang.
"Kamu mau apa?" tanya Yohan ketika Misellia hendak duduk di sebelahnya.
"Duduk. Memangnya mau apa lagi?" balas Misellia dengan santai. Yohan mendorongnya keluar, lalu melirik pada pria berjas hitam tadi. "Afif, berikan wanita itu uang dan usir dia dari hadapanku."
"Are you kidding me, Yohan?" protes Misellia.
"I'm seriously."
Tangan Misellia kontan menarik kerah kemeja Yohan dan berkata, "Tadi kamu bilang akan membawaku bersamamu. Dasar pria tidak bertanggung jawab!"
Yohan menepis tangan Misellia, lantas membuka dompetnya dan memberikan sebuah kartu pada Misellia. "Pergilah ke tempat itu. Kamu bisa tinggal di sana sepuasmu."
"Hanya begitu saja? Mana rasa bersalahmu wahai, Yang Mulia Yohan?"