Flashback On
Laksa diam, duduk menunggu di ruang tunggu. Dia masih tak habis pikir dengan agensi yang dimasukinya itu. Sungguh, matanya harus bisa mengontrol pandangannya sendiri. Sulit baginya mengontrol yang bisa membangkitkan hasrat liarnya.
Dia salah, mengantar Cleo yang kini tengah Go-See yakni kegiatan calon model mendatangi kantor agensi untuk unjuk gigi. Membawa portofolio dan melakukan interview.
Cleo memasuki ruangan dengan gugup. Dadanya berdebar kencang dan di tangannya sudah ada maps coklat berisikan portofolio yang akan dia serahkan nantinya.
"Halo, bisa perkenalkan diri dulu?" Salah pria berkacamata dengan baju monokrom dan kepala pelontosnya mulai bertanya pada Cleo yang baru saja duduk.
Cleo mencoba untuk duduk tegak, sedikit menaruh tangannya santai agar dia nampak relaks.
Pertanyaan demi pertanyaan terjawab lancar meskipun saat ini dadanya bergemuruh hebat, memikirkan pertanyaan apa lagi yang akan dilontarkan oleh para recruiter saat ini.
"Siapa role model kamu?"
Deg!
Jantungnya seakan berhenti mendadak begitu mendengar pertanyaan dari model papan atas, Aruna Mischa, wanita berkebangsaan Jerman-indonesia yang sudah menggeluti model sampai ke kancah Internasional itu.
Seketika bibirnya menjadi terkunci rapat. Dia mulai tegang sampai bahunya terangkat dan punggungnya semakin menegak.
Cleo menarik napasnya panjang, lantas menghembuskannya secara perlahan. Matanya menatap para rekrutmen dan mulai menjelaskan jawabannya.
"Saya menyukai penyanyi Taylor Swift karena kemampuan dia untuk get up over and over again setelah orang caci-maki dia dan somehow manage to make her personal branding remain good after everything that's happened. Dia memiliki sikap sederhana yang membuat saya semakin mengerti bahwa kesuksesannya tetap tak menjadikannya untuk arogan, bahkan dia memiliki mimpi sedari kecil yang yakin bisa dicapai. Di balik semua pencapaiannya, she doesnt forgot for berbagi dengan orang lain. Bulan Oktober lalu, dia mendirikan Taylor Swift Education Center di Country Music Hall of Fame and Museum. Dia juga menyumbangkan 4 juta dolar, untuk memajukan musik country yang membesarkan namanya. I do really like her a lot for to inspire me until now," papar Cleo masih dengan senyuman percaya dirinya.
Kembali salah satu rekruiter itu bertanya, "bisa ceritakan kehidupanmu?"
Cleo tersenyum meringis, dia tak pernah mau mengingat masa lalunya. Namun, dia memang seharusnya membuka segala kehidupannya saat ini demi meraih mimpinya.
"Euhm … I don't sure to tell about me. But … hidupku barangkali lebih mudah dari pada sebagian orang dan menjadi lebih susah pada sebagian lainnya. Aku kehilangan ayah dan ibuku saat berumur 8 tahun. Mereka pergi karena kecelakaan. Aku … diangkat menjadi anak oleh satu keluarga dan sekarang? Aku memilih untuk hidup sendiri. Euhm … mimpi yang aku miliki menjadi model professional dan barangkali akan menjadi aktris. Nothing special for me, just my skill and my interest that I can show here." Cleo menunduk, mencoba membendung air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya.
Laksa terdiam, dia berada di depan pintu ruangan interview demi melihat bagaimana Cleo menghadapi para pewawancara, tapi saat ini, dia mematung. Wanita mungil yang diejeknya itu mengalami banyak kesulitan. Laksa seperti terkena godam saat tak sengaja mendengar jawaban Cleo pada pertanyaan terakhirnya.
Pria itu terdiam menatap Cleo yang menunduk sedalam-dalamnya. Dia merasa kalau wanita itu memiliki sisi gelap yang bahkan tak tersentuh.
Pantas saja gadis itu canggung berbicara dengannya, antara pria dan wanita.
Laksa memilih untuk kembali duduk di kursi tunggu yang lumayan jauh dari ruangan itu. Dia sedang memikirkan sesuatu yang tak biasa mengenai gadis itu. Lantas dia berdiri dan pergi, tak lagi menunggu Cleo.
Flashback off
***
"Laksa, di mana Cleo?" tanya perempuan berambut sanggul, usianya dua puluh delapan tahun.
"Di kamar," ccap Laksa sembari membuat kopi.
Laksa harus begadang malam ini, menyelesaikan banyak tugas untuk ia tinggal selama dua minggu.
Nara, wanita itu sepupu Laksa, malam ini sudah mendatangi apartemen mereka begitu Laksa memberi kabar akan menitipkan Cleo padanya.
Pakaian yang selalu formal, membuatnya terlihat lebih tua sebagai audit keuangan. Nara begitu menyukai Cleo, karena katanya seperti adiknya. Perempuan itu mengelus wajah Cleo yang terlelap, ia melotot melihat kiss mark keunguan.
"Lo apakan ini anak sih? Sampai lo kasih label banyak begini? Jangan bilang udah lo jebolin gawangnya?!" tuduh Nara dengan wajah sangarnya.
"Gue enggak seberani itu buat seks sama dia Nara, sebejat-bejatnya gue enggak sebejat bokap gue yang lahirin anak di perut perempuan lainnya." Laksa menjawab sambil berkonsentrasi pada laptopnya.
"Terus ini apa?! Buset bringas banget sih Sa, ini anak orang loh ya?! Aduh kenapa enggak sekalian sebulan lo di Belanda, biar agak waras sedikit." Nara masih menggerutu sebal, melihat tingkah sepupunya.
"Lo tega jauhin gue sama Cleo? Kalau gue depresi gimana kayak Mama?"
Ya Nara ingat, Ibu Laksa yang telah tiada, sempat depresi saat tau suaminya, Ayah Laksa berselingkuh. Betapa Tante Kia sangat mencintai suaminya, memang Ayah Laksa sangatlah tak tahu diuntung.
"Lo juga, tahan nafsu sedikit dong? Dia beda lima tahun loh, berarti umur dia masih 20, masih masa remaja dia. Kamu iya sudah dewasa tapi dia enggak, masih butuh dimanja, kamu bisa nikahin dia tapi tetap anak-anak Sa, belum Papa mu juga enggak setuju, kalau dia ingin aman sama kamu, kamu harus punya backingan Sa."
"Nara, dengan lo enggak bilang begitu juga gue tau, udah gih berisik banget. Tidur sana temani Senja,"
Kakak sepupunya ini workaholic, ia batal menikah setahun lalu dan sekarang tak berminat mencari pendamping. Lebih baik seperti dirinya yang menjaga Senja, tak membuat gadisnya sakit hati.
"Ya sudah, jangan lupa kamu juga tidur," ucap Nara sembari menutup pintu kamarnya.
Waktu terus berjalan tak terasa Laksa menyelesaikan beberapa tanggung jawabanya, perihal tugas perkuliahan, LPJ dan beberapa tetek bengek lainnya. Sudah jam tiga pagi. Ia beranjak membiarkan laptopnya menyala, ia berjalan membuka pintu kamar yang ditempati Nara dan gadisnya.
Dilihatnya gadisnya meringkuk nyaman, Laksa mengelus lembut surai panjang Cleo dan mencium dahi gadis itu.
Ia menutup kembali pintu kamar, dan segera membaringkan diri di sofa. Kali ini ia harus mengalah pada Nara yang sudah menguasai kasurnya dan tidur bersama Cleo, gadisnya.
Cleo membuka mata dan menatap wajah di hadapannya yang masih terlelap, "Mbak Nara?"
Ia beranjak dari ranjang dan keluar kamar, menatap ruang tengah yang sudah berantakan dengan kertas berserakan dan laptop berlogo apel tergigit kedap kedip menyala. Dilihatnya beberapa folder, dan tahu bahwa Laksa menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus.
Ia berjongkok menatap dalam-dalam wajah yang tertidur, telunjuknya menyentuh kedua alis yang terbentuk rapi, kemudian hidung mancung dan bibir tipis berwarna kecoklatan karena efek kopi mungkin, wajah lelakinya memang sangat tampan.
Sam-nya masih tertidur pulas dan tak terganggu, ia dengan usilnya menduduk perut rata itu, mengangkat kaus lelakinya, ia melarikan jemarinya pada perut yang berotot itu. Cleo tak tahan untuk tidak meletakkan tangannya di perut Sam.
"Heum, jangan menggodaku Sayang." Laksa bangun, segera menangkap kedua tangan Cleo, matanya masih terpejam. Suara seraknya membuat Cleo senang, baginya suara Sam terdengar sangat seksi di pagi hari.
"Pagi Sam!" cup! Cleo mengecup bibir Sam cepat.
"Bangun dari perutku Sayang," pinta Laksa.
Cleo menggeleng, memeluk leher Laksa dan ikut berbaring, ia menciumi leher Laksa dengan bau cologne musk-nya.
"Oke, biarkan aku tidur lagi satu jam." Laksa kembali memejamkan matanya, sembari mengusap punggung Cleo. Cleo sangat ringan, tak membuat Laksa sesak meski Cleo berbaring di atasnya. Gadisnya sangat manja.
Memang betul, Cleo meski sudah semester enam Cleo masih sangat belia seperti yang dikatakan Nara semalam.
"Tidur nyenyak semalam?" tanya Laksa.
"Hu'um," Nara masih memeluk Laksa dan menciumi lehernya.
"Hari ini ada kuliah?"
"Enggak ada, kan jadwal kita kosong kalau hari kamis Sam,"
"Oke, nanti temani aku latihan basket aja, sore. Sepertinya Nara akan menculikmu dulu," gumam Laksa, sembari bangkit dari posisi tidurnya.
Cleo jadi duduk di pangkuannya, dirapikannya anak rambut Cleo, wajah pagi harinya tak pernah jelek.
"Kok Mbak Nara ada di sini?"
"Kangen sama kamu katanya,"
"Sudah berduaan aja kalian?" Nara keluar dengan kemeja putih Laksa yang melekat sebagai pakaian gantinya.
"Pagi, Mbak Nara!" Cleo bangkit, menerjang Nara.
"Halo Sayang,"
"Mbak Nara kok baru jenguk aku sih?" Cleo mengerucutkan bibirnya, merajuk pada Kakak Sepupu Laksa.
"Karena pacarmu enggak mau diganggu, okey Cleo cepat mandi dulu sana," pinta Nara.
Cleo mengangguk dan segera memasuki kamar mandi, berbeda dengan Laksa yang sedang membuka emailnya, mengecek inbox miliknya, ada email masuk berupa tiket penerbangannya di hari minggu.
"Nanti anter gue ke minimarket ya, belanja stok buat di apartemen lo. Lo juga jangan lupa packing baju buat di Amsterdam, di sana musim dingin." Nara ikut duduk, dan menyesap kopi yang diseduhnya.
"Apa kabar sama Bang Yudit?"
"Please lo jangan tanya itu bisa enggak, bikin pagi gue buruk aja," gerutu Nara, mengingat lelaki yang sedang mengejarnya yang tak lain sepupu jauhnya.
"Gue kira lo bisa move on sama pria itu? Ini Yudit loh, yang dulu lo kejar-kejar zaman kita sekolah." Laksa mencoba menggoda kakak sepupunya itu.
"Tapi sekarang dia gesrek Sa, lo tau kerjaan dia jadi direktur keuangan? Bawa cewek terus ke dalem kantor. Akibat tinggal di Swiss gitu kali ya,"
"Itu karena dia mau klo perhatian sama dia,"
"Cih perhatian ndasmu gundul, tuh Cleo dah kelar sana kamu mandi."
Laksa bangkit dan berjalan mendekat pada Cleo yang sedang membungkus rambutnya dengan handuk.
Cup! Dikecupnya bibir berbau mint dari pasta gigi itu.
"Laksa jangan mesum ya!" Nara mengejar Laksa yang sudah ke kamar mandi.