"Nona bertahanlah! Tuan muda kita harus terus berlari!" Sepia terus menarik tangan Stalia dan Stevan sambil berlari.
Mereka menyusuri lereng sungai dan bukit bebatuan yang naik dan turun. Suara gemericik air semakin terdengar lebih keras mendekati air terjun.
Para pengejar berjubah hitam sepertinya belum menyerah, setiap mendekati pelarian mereka bertiga, para lelaki berjubah hitam itu melesatkan panah dan bom kecil untuk menghalangi langkah kaki mereka.
Stalia, Stevan dan Sepia hanya bisa berlari sekuat tenaga mereka. Tidak memungkinkan mereka bersembunyi karena jejak sihir masih melekat pada Stalia.
Suara para pengejar semakin mendekat, mereka bertiga semakin terengah dan hampir kehabisan napas. Sesaat kemudian suara seorang pengejar itu terdengar jelas.
"Tembak mereka!!"
Tanpa bisa mengira apa yang akan terjadi pada mereka bertiga, sebuah bom asap dan panah api melesat bersamaan kearah mereka bertiga. Di depan jalan bebatuan, bom itu meledak tidak jauh di depan mereka.
DUAARRRR…..
Tanah, batu serta pohon kecil di sekitar berhamburan. Asap karena debu beterbangan dan membuat pandangan kabur. Tekanan ledakan membuat mereka bertiga terlempar tidak jauh dari posisinya berdiri. Ledakan bom itu tidak cukup parah sampai membuat mereka terluka, hanya saja membuat mereka terpental. Mereka terpisah. Sepia terpental sampai menjauh dari tepi sungai. Sementara Stalia berada di pinggir jurang di tepi sungai dan menggantung pada pohon kecil yang batangnya tumbang separuh. Stalia bergelantungan di tepi jurang dan di bawah adalah sungai yang mengalir deras. Ia masih bisa bertahan dan masih dapat memanjat ke atas jurang jika ia berusaha sedikit lagi. Namun Stalia mendengar suara rintihan dan tangisan Stevan.
"Kakak… kakak….. huhuhu.."
"Stev.. stevan…!"
"Kakak… huhu…." Tangisan adiknya membuatnya panik.
Ia mencari sumber suara itu. Ia juga khawatir, karena para pengejar itu sepertinya sudah semakin mendekati posisi mereka, disaat itu pula Sepia memanggil Stevan dan Stalia.
"Sepia… Sepia… dibawah sini!" Stalia masih menggantung dan berusaha bertahan.
"Nona… Tuan muda!!" Sepia muncul di atas tebing dan panik
"saya akan mengikat tali!" Sepia panik, ia merogoh tali tipis dari kantongnya. Tali itu lumayan panjang dan kuat. Ia sengaja membawanya dan bebarapa alat praktis lain di kantong yang tersebar di bajunya. Yang lain tidak akan mengira bahwa Sepia bisa membawa beberapa barang di kantong rahasianya.
"Tidak Sepia, Ulurkan Tali ke sini dan nanti kau tarik! Stevan di bawah sini.. aku akan menolongnya!!" Stalia menyadari adiknya tepat di bawahnya, meringkuk, di atas bebatuan tidak jauh dari ia menggantung. Beruntung adiknya tidak terpental ke sungai dan jatuh kebawah. Namun pijakan Stevan kecil dan kapan saja bebatuan itu akan runtuh.
Dengan berusaha sekuat tenaga Stalia turun ke bawah dengan meraba dinding tebing itu untuk ketempat stevan. Stevan ketakutan, Stalia harus mendorongnya keatas dan menenangkannya.
"Hap…!" dengan sekali lompat ia berhasil berpijak pada bebatuan di samping stevan, beruntung batu itu tidak runtuh. Getaran yang keras sekali lagi mungkin akan meruntuhkannya.
"Tenanglah Stevan, Kakak disini…!" Stalia menenangkan Stevan dan memeluknya.
"Sepiaaa! Ulurkan Talinya..!"
"Nona..Nona… Mereka.. mereka akan segera datang!" Sepia panik dan mengulurkan talinya.
"Stevan, naik ke punggungku dan raih talinya! Jangan menangis! Kamu adalah laki-laki dan kamu kuat! Okay…!" Stalia menyakinkan Stevan yang masih ragu.
"tapii….!"
"Tidak apa-apa. Kakak akan menyusul!. Cepat Naiklah!!" Stalia menggendong Stevan di lehernya dan berusaha mencapai ketinggian talinya. Stevan meraih tali itu, lalu Sepia menariknya sekuat tenaga dan berhasil.
"Nona…Nona… anda harus naik… aku akan memberikan talinya!"
"Mereka sudah dekat, Sepia! Pergilah dan bawa Stevan!!" Stalia berpikir tidak ada waktu lagi, mereka berjarak 100 meter dari mereka.
"Tidak-tidak nona.. apa yang akan terjadi pada Nona jika saya meninggalkan anda disini!" Sepia panik dan stevan menangis memanggilnya untuk naik. Wajah Stevan yang melihat kakaknya seperti putus asa. Stalia merasa bersalah meninggalkannya. Tidak bisa terus di sampingnya menjaganya menggantikan Ayah dan Ibunya.
"No! aku akan menyusul. Aku berjanji. Tolong Pergilah! Bawa Stevan Sepia! Tolonglah!!" Stalia berteriak memohon pada Sepia dan sepia mengginggit bibirnya hanya bisa menahan air matanya lalu menarik tangan Stevan.
"Aku akan mencari bantuan….!" Sepia berteriak kemudian pergi dengan Stevan.
"Aku akan menghalangi mereka….!" Stalia yang masih di jurang kemudian mendengar para pengejar itu berisik tanda mereka dekat. Dan satu diantaranya melihat ke jurang dan berteriak.
"Itu dia!"
'aku harus mengulur waktu mereka'
Stalia mengeluarkan kertas mana lagi dalam kantung tasnya. Beruntung kantung tasnya tidak terlepas darinya.
Stalia merapalkan mantra.
"Aku, Stalia Damaron. Dengan berkat murni dan kekuatan dewi yang agung, naga biru. Tolonglah….! UISGE TEINE, hujani dia dengan api biru!!''
Mata Stalia yang berubah menjadi biru terang dan kertas mana yang perlahan terbakar dilemparnya keatas langit, serpihan kertas itu berubah menjadi debu yang terbawa angin. Bak hujan yang melanda tiba-tiba entah dari mana butiran bola api kecil jatuh ke bumi. Bola api yang jatuh bak meteor mengenai tanah di dekat kaki mereka. Jubah mereka yang terkena api perlahan terbakar. Mereka berteriak dan panik. Ada yang menceburkan diri ke sungai dan melompat ke jurang. Ada yang menahan serangan dengan membuat barrier api merah. Ada pula yang terluka karena bola api itu meledak di sekitar mereka. Yang pasti mereka tertahan, tidak mengejar Stevan dan Sepia.
Namun Stalia masih berusaha tenang. Getaran dari bola api yang meledak rupanya membuat bebatuan yang di pijaknya di tepi tebing retak-retak. Ia berusaha naik, namun batu yang diraihnya untuk berpegangan nyatanya tidak sekuat dugaannya. Ia gagal. Batang yang sebelumnya ia gunakan untuk pegangan juga sudah jatuh ke bawah jurang.
Kali ini ia berusaha lagi untuk memanjat tebing itu dengan sekuat tenaga. Rupanya ia sedikit-demi sedikit berhasil menuju puncak tebing itu. Ia juga sudah tidak mendengar suara para pengejar, Stalia sedikit tenang.
"Hei..Ketemu!" Tak di sangka, tangan Stalia yang selangkah lagi bisa mencapai puncak. Tiba-tiba pria bertopeng dan berjubah hitam melongok ke bawah menatapnya. Ia tertawa melihat Stalia yang merangkak dari pinggir tebing dan hampir berhasil ke puncak. Sontak Stalia kaget dan melotot.
Pria itu membungkuk dan hendak meraih tangan Stalia. Stalia Panik. Pijakan di kakinya sebelah kiri runtuh dan ia semakin tidak stabil berpegangan. Kakinya berusaha meraih apapun untuk di pijak. Namun bebatuan yang ia raih pula di tangannya tiba-tiba runtuh. Alhasil pria itu melotot tidak bisa meraih tangan anak itu.
"Heiii...! Shiiit!!" Pria itu mengumpat menggema di atas jurang.
Stalia melorot ke bawah, tubuhnya tergores bebatuan dan tanah tebing itu. Perasaannya tak karuan. Ia juga merasa bersalah membuat janji pada Stevan. Stalia tidak bisa berpikir lagi. Ia melihat semakin jauh dari puncak tebing.
'tidak… tidak…'
'tidak… ini semakin jauh' dalam benaknya ia tersadar bahwa ia jatuh
Dia terjatuh ke bawah, terjun bebas ke sungai melayang di udara, sungai yang arusnya cukup deras. Ia pun memejamkan matanya, merasakan bobot tubuhnya yang semakin terdorong ke bawah dan yang terdengar di kepalanya hanya suara aliran sungai.
'apa…apa ini akhirku?'
'takdirku…jika ini akhirku…'
'yeah, kuharap mereka selamat!'
'Ayah…, Ibu…., Stevan….., dan semuanya….maafkan aku!' Stalia meneteskan air matanya, terbesit dalam benaknya pikiran itu. Lalu sensasi dingin menyentuh sekujur tubuhnya dan semua menjadi gelap.
BYUUUURRRRR