Klak… Klak… Klak…. klak
Suara beberapa gerombolan bangsawan dan perwakilan para kesatria yang sedang menuju ke kamar kaisar. Lalu seorang Penjaga terburu-buru mendekati Lord Bain yang berjalan di depan. Ia berusaha dengan sopan mendekatinya dan menyesuaikan langkah kakinya.
"Permisi Lord… Lord… u.. utusan anda sudah kembali!" Penjaga yang mengenakan jubah hitam dan mempunyai baret perak di bajunya berbicara dengan hati-hati.
Lord Bain menghentikan langkah kakinya. Sontak orang yang sedang mengikutinya semuanya berhenti. Entah urusan apa mereka sampai hendak menemui kaisar di kamarnya secara berbondong-bondong.
Lord Bain kemudian melirik penjaga itu isyarat untuk kembali. Kemudian ia berbalik menatap wajah para bangsawan yang mengikutinya tadi kemudian bicara pada mereka.
"Maaf sekali ada urusan yang harus kuselesaikan mendadak. Dan tidak bisa menemani kalian. Duke Roybald akan menggantikan mengantar ke kamar Kaisar."
"Duke Roybald tolong antarkan mereka! Maka aku permisi dulu…!" Lord Bain memberikan isyarat mengangguk pada Duke Roybald lalu membungkuk sopan pada para bangsawan, kemudian pergi kearah penjaga itu pergi.
Setelah beberapa jauhnya ia berjalan menyusuri lorong kerajaan kemudian ia tiba di gedung barat, ruang kerjanya.
Ceklek (suara membuka pintu)
"Rupanya kau disini Sir Dawson!" Lord Bain menatap Sir Dawson dan seorang utusan yang sedang berlutut dilantai sementara Sir Dawson duduk dikursi tamu. Lord Bain Kemudian menyusul duduk berhadapan dengannya.
"Maaf, mendadak Lord!"
"Katakan Laporanmu pada Lord!" Lanjutnya tegas pada seorang utusan bertopeng.
"Lord…laporan dari pengejar buronan kerajaan. Mereka hilang di Hutan Viness. Satu orang jatuh ke jurang sungai, 2 orang melarikan diri jauh kedalam hutan. Sementara seorang pelayan meninggal di tempat! Hanya itu yang bisa kami laporkan Lord!" utusan itu masih berlutut dan terlihat menatap lantai.
Lord Bain bangkit dari kursinya medekati utusan itu.
"Berdiri….!"
Utusan tersebut berdiri. Kemudian tanpa berkata apapun Ia menampar dengan keras wajah pria bertopeng itu, hingga topengnya terlepas jatuh ke lantai. Tubuh kekar Lord Bain kemudian menendang lulut pria itu hingga berlutut. Pria itu menahan rasa sakitnya dan diam. Lord Bain mengalihkan pandangannya pada Sir Dawson
"AGATHE BRUSSE DAWSON!! Bagaimana kau menangani anak kecil yang bahkan bisa kabur semudah itu!!!" Lord Bain hilang kesabaran.
"...Ayah!"
"Jangan panggil aku Ayah jika pekerjaanmu tidak becus!! Kau Persis seperti ibumu seorang jelata yang ceroboh!!"
"..."
"Akulah yang menjadikanmu yang tertinggi di menara sihir! Kemampuanmu tentang sihir memang luar biasa, tapi kau payah dalam strategi…!"
"ck…ck..ck…" Lord Bain kembali duduk di kursinya. Ia memegang dahinya seolah pikirannya sangat berat.
"Hu… hutan…Viness akan membunuh mereka Lord!" Utusan itu membuka mulutnya sekali lagi.
"…."
"Ayah, sangat jarang atau bahkan tidak ada seorangpun yang kembali hidup-hidup jika tersesat ke dalam hutan viness yang paling dalam..!" Sir Agathe Dawson menjelaskannya dengan tegas.
"Bagaimana kau tahu? Semua bisa terjadi jika dewi keberuntungan memihak mereka!" ucap Lord Bain masam.
"Mereka masih anak-anak. Mereka tidak tahu apapun dan tentu saja mereka tidak bisa bertahan di hutan sendirian. Aku lebih memilih mereka sudah mati…" Sir Dawson menambahkan.
"Ya tuan, Saya melihat anak itu jatuh di tebing yang tinggi, serta mereka yang hendak di mangsa beruang yang kelaparan!"
"….."
"….."
Suasana hening Lord Bain berpikir sejenak. Kemudian mencoba tenang.
"Baiklah.. Kalau keputusanmu itu. Maka tanggung jawabmu sampai akhir. Serta urus Damaron yang payah itu! Aku tidak ingin dengar ada kesalahan kelak….!?"
"Baik, Ayah… Aku tidak akan mengecewakan…!"
"Urus dengan benar! Kau menganggu waktuku untuk bertemu kaisar dan para bangsawan!" Lord Bain Bangkit dari kursinya, kemudian berjalan menuju pintu keluar sambil melirik tajam Sir Agathe yang beranjak berdiri dan membungkuk sopan pada Lord ketika hendak keluar pintu.
Ceklek
Lord Bain sudah keluar. Sir Agathe masih di dalam ruangan dengan utusan itu.
Ekspresi Sir Agathe yang tadinya tenang berubah kesal.
"Percayai saja itu.. satu masalah beres, masih ada masalah lain!" Ia melirik utusannya dengan tajam dan mengisayaratkan untuk pergi. Dan begitu tahu isyaratnya utusan itu langsung pergi meninggalkan ruangan itu.
Sir Agathe yang sendirian di ruang itu tampak kesal. Ia mengepalkan tangannya dengan erat, kemudian melempar vas bunga di depan mejanya dengan amarah dan tampak frustasi memegang kepalanya serta mendesah. Ia melemparkan tubuhnya di kursi kemudian melihat keluar jendela dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dalam ketenangan wajahnya nampak berwibawa dan matanya yang coklat keemasan membawa keceriaan tersendiri seperti suasana pagi yang cerah. Siapa yang tahu dalam ketenangan wajahnya, tersembunyi amarah yang menyesatkan.
Ia masih terbilang muda, dimana saat ini ia berumur 17 tahun sudah di beri tanggung jawab besar untuk menggantikan pimpinan menara yang sudah pensiun, itupun atas bantuan dari Lord Bain. Namun secara kemampuan dan kejeniusan Sir Agathe Brusse Dawson memang memenuhi syarat menjadi pengganti pimpinan menara sihir, semua orang tidak akan menampiknya. Namun masalah terbesar yang di hadapi Sir Agathe adalah ia ada dalam genggaman keluarganya sendiri, Lord Bain. Ia harus patuh untuk menyenangkan orang yang di sebut Ayahnya itu.