Dea menatap Dafa dari samping. Terlihat sekali Dafa memiliki harapan tinggi dengan cita-citanya itu. Dan Dea tak mungkin menjadi penganggu untuknya.
"Udah mendung. Kamu mau pulang sama aku?" Dafa meraih tangan Dea, namun gadis itu melepaskannya.
"Kenapa?"
"Aku—dateng ke sini sama Rian Daf," kata Dea.
Terlihat sekali saat ini raut wajah Dafa yang kecewa.
"Apa—rumor antara kamu dan Rian itu bener De?" tanya Dafa.
Dea mengangguk.
"Hmm, Rian laki-laki yang baik. Gak seperti yang kamu bilang Daf."
"Ah…" Dafa begitu kecewa mendengarnya.
"Buat yang tadi. Anggap aja aku lagi khilaf Daf. Maaf, aku pergi duluan ya. Karena Rian udah nunggu di panti." Dea menimnggalkan Dafa yang berdiri memebeku tak percaya di sana.
Saat berbalik meninggalkan Dafa, Dea menangis karena harus berbohong pada Dafa. Tapi dia melakukan ini agar Dafa tak khawatir padanya saat dia harus pergi nanti. Karena Dea tak ingin jadi penghalang untuk cita-cita Dafa.
