Otakku sekarang hanya fokus pada rasa akan menangis. Aku tidak lagi peduli dengannya yang sekarang entah di mana. Hanya fokus pada rasa marah di mana aku merasa kalah. Kalah yang aku tidak mengerti.
Kalah karena tidak bisa membuatnya menerima keputusanku? Kalah karena tidak bisa membuatnya membuka pintu yang dikuncinya? Atau kalah karena tidak bisa mengendalikan diri yang marah?
Masalah mentalku belum selesai, sekarang bertambah dengan beban kerja baru. Emosi labilku belum selesai karena toxic, sekarang bertambah karena ribut dengannya.
Semuanya jatuh, luruh tidak lagi tertahan. Semua rasa tumpah ruah dalam buliran air-air yang jatuh kencang ke pipi. Hijabku pun terasa seperti basah.
Aku menahan isak yang mungkin akan didengar olehnya, dengan bernapas sembari mendongak dengan mulut yang cukup terbuka. Aku bahkan tidak bernapas dengan hidung, melainkan mulut. Aku menyeka air mata.