"Kamu udah tahu kejadiannya, karena liat dengan mata kepala sendiri. Tapi, jangan ngomong sama yang lain, ya?"
Dia mengangguk.
"Janji?"
"Janji, Mbak."
Kuceritakan kronologi kejadiannya. Memet menyimak setiap kata yang keluar dari mulutku. Tampangnya serius dengan kening berkerut sambil manggut-manggut sesekali.
"Jadi, yang ketuk-ketuk kaca tadi itu , Mbak?"
Aku mengangguk sambil berdehem.
"Pantes. Saya juga bingung, kenapa kacanya diketuk? Nggak pernah kayak gitu sebelumnya. Nggak pernah ada yang ketuk kaca dari dalam. Kalau dari luar sih, pernah," lanjutnya semakin paham.
"Tapi, kok bisa kayak gitu ya si bos, ya? Belum pernah si bos kayak gitu."
"Yakin kamu?"
"Yakin, Mbak. Demi Alloh."
"Masih pagi, aku udah temperamen gara-gara bos sialan."
"Sabar, Mbak. Sekarang mb –"
Memet berhenti ketika interkom berbunyi. "Itu si bos," katanya buru-buru berdiri. Di pantry pun punya nada khusus untuk panggilan dari direktur. Yang lain? Sama semua.
"Iya, Pak."