Tania mengaduk-ngaduk siomay di depannya dengan malas. Tania tak nafsu makan. Ia begitu merindukan Aldi. Hal-hal yang biasa ia lakukan seperti makan siang di kantin dan hangout bersama Aldi sekarang ia lakukan bersama Iqbaal. Betapa Tania merindukan masa-masa indahnya bersama Aldi.
Iqbaal yang berada di depan Tania mengernyit kebingungan melihat sikap Tania itu. Iqbaal meletakkan sendoknya di atas piring dan meneguk jus jeruk hingga kandas kemudian menatap intens Tania.
"Lo kenapa, Tan? Tumben nggak selera makan. Makanan gue aja udah habis."
Tania masih mengaduk-ngaduk siomaynya. "Gue kangen sama Aldi."
Iqbaal mengelap bibirnya dengan tisu dan berdehem singkat. Penyakit orang yang sedang menjalani hubungan jarak jauh ya memang rindu. Seperti kata Dilan, Rindu itu berat.
"Gue aja yang nggak ketemu sama doi gue dua tahun lebih santai-santai aja. Lo baru dua minggu udah kayak gini," ledek Iqbaal.
"Emang lo punya doi?" komentar Tania sinis. "Lo kan nggak punya pacar."
Iqbaal menelan salivanya susah payah. Iqbaal memang tidak punya pasangan. Tetapi ada satu nama yang selalu melekat di hatinya dan selalu ia doakan. Meski sekarang ia sudah tidak mengetahui kabar gadis itu lagi.
"Gue emang nggak punya pacar. Tapi gue punya seseorang di Jakarta yang gue sayang," jelas Iqbaal. Karena pembahasan ini, Iqbaal jadi merindukan sosok gadis cantik itu.
"Malahan kalo di pikir-pikir lebih sakit jadi gue," kata Iqbaal lagi. "Lo cuma beda kota sama dia, kalian masih bisa telfonan dan saling tukar kabar. Sementara gue, gue udah nggak tahu apa-apa tentang dia. Gue nggak tahu kabar dia, nggak tahu dia disana punya pacar atau nggak. Lebih miris gue, 'kan?"
Tania hanya diam dan tak menghiraukan ucapan Iqbaal itu. Tania hanya rindu Aldi, ia tidak butuh nasehat atau perbandingan tentang siapa yang lebih miris. Terdiam cukup lama, akhirnya Tania kembali bersuara.
"Gue punya ide biar bisa ketemu sama Aldi."
Alis Iqbaal berkerut. "Gimana caranya?"
"Pergi ke Jakarta!" seru Tania cepat. Ia sudah memikirkan ini sejak tadi dan sepertinya pergi ke Jakarta untuk menyusul Aldi adalah cara yang tepat. "Jadi weekend nanti gue bakal ke Jakarta dan nginap disana selama dua hari. Biar gue bisa lepas rindu sama Aldi."
"Lo gila!" tandas Iqbaal sembari geleng-geleng kepala. "Emang lo udah nggak bisa nunggu Aldi pulang?"
Tania menggeleng cepat. "Udah nggak bisa. Gue udah ada di level rindu paling tinggi. Gue bisa mati kalo nggak cepat-cepat ketemu sama Aldi."
"Trus alasan lo ke nyokap lo apa?" tanya Iqbaal. "Emang boleh lo ke Jakarta nyusul Aldi? Walaupun keluarga lo udah kenal sama Aldi, kayaknya nggak mungkin di bolehin, deh."
Tania berpikir sejenak. Perkataan Iqbaal ada benarnya juga. Apalagi, Tania belum pernah menginjakkan kakinya di Jakarta. Bagaimana jika Tania nyasar atau di culik.
"Di bolehin kalo gue nggak bilang ke Jakarta." Tania mengetuk-ngetuk jarinya di dagunya.
"Maksud lo?" tanya Iqbaal.
Tania menatap Iqbaal dengan berbinar. "Gue tinggal bilang aja mau nginap dirumah teman selama dua hari. Nyokap gue nggak bakal tahu kalo gue ke Jakarta."
Iqbaal hanya bisa menghela nafasnya. Iqbaal sangat tahu bagaimana Tania. Apapun yang gadis itu inginkan harus ia dapatkan. Bagaimanapun caranya.
"Lo yakin mau berangkat sendiri?" tanya Iqbaal memastikan.
"Lo nggak mau nemanin gue sekalian ketemu sama Aldi?" tanya Tania.
Iqbaal menggeleng pelan. Ia belum siap kembali ke Jakarta dan bertemu dengan orang yang selama dua tahun ini ada di hatinya.
"Nggak."
"Yaudah, gue sendiri aja," jawab Tania enteng. "Gue yakin nggak bakal kenapa-napa."
*****
Salsha membuka pintu kamar Aldi dengan keras. Sejak di sekolah tadi, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak melabrak Aldi. Salsha yakin, Aldi adalah orang yang membocorkan rahasia tentang perjodohan mereka kepada Bella. Tidak mungkin Bella tahu sedetail itu jika bukan dari mulut Aldi langsung.
Aldi yang tengah asyik tidur seketika terbangun karena pintu kamarnya di buka dengan keras. Aldi mengucek matanya dan bangkit dari turunnya.
"Lo kenapa, sih?"
Salsha menghela nafasnya untuk menetralkan emosinya yang sudah naik sampai ke ubun-ubun. "Lo emang cowok mulut lemes dan bego, ya. Bisa-bisanya lo nggak gunain otak lo buat berfikir!"
"Maksud lo apa?" tanya Aldi yang belum menyadari apa maksud ucapan salsha. Otaknya belum berfungsi sepenuhnya.
"Lo nggak usah pura-pura nggak tahu. Nggak usah jadi orang bego!"
Aldi yang tak terima dengan ucapan Salshapun bangkit dan berdiri di hadapan gadis itu. "Lo kalo ngomong jangan asal ceplas-ceplos, ya. Jangan seenaknya ngatain orang. Lagian gue nggak tau salah gue apa sampai lo bisa semarah ini sama gue."
"Nggak usah pura-pura bangsat!" maki Salsha geram. "Lo kan yang udah bilang ke Bella tentang perjodohan kita. Lo cerita semua sama dia. Gue tahu lo emang temanan dekat sama dia, tapi jangan semuanya juga lo bongkar, bego! Kita udah janji buat nggak ngasih tau sama siapapun, tapi lo dengan bangganya nyeritain itu semua!"
Aldi terdiam. Otaknya belum bisa mencerna apa yang terjadi. Melihat respon Aldi yang hanya dia. membuat Salsha semakin murka. "Lo pengen banget orang-orang tahu kalo kita di jodohin. Bangga lo di jodohin sama gue? Sumpah, lo benar-benar bego, ya. Gimana kalo Bella cerita ke orang-orang. Satu sekolahaan tahu kalo kita tinggal serumah. Yang ada kita di bully, bego!"
"Gue yakin Bella nggak bakal cerita ke siapa-siapa," kata Aldi setelah sekian lama terdiam.
Salsha tertawa sinis. Segitu percayanya Aldi kepada Bella, orang yang baru ia kenal. "Tahu apa lo tentang Bella? Tadi aja dia udah bilang sama Dinda. Dia bilang kalo lo di jodohin. Gimana kalo Dinda percaya dan nyari tahu itu semua. Makanya kalo mau bertindak di pikir-pikir dulu pake otak, jangan asal nyerocos. Jangan karena lo ngerasa Bella udah dekat banget sama lo, lo jadi bebas cerita semuanya tanpa mikir dulu."
"Ini cuma masalah spele. Nggak usah lo besar-besarin. Bella juga nggak ngasih tahu kalo ceweknya itu elo." Aldi muak di salahkan terus oleh Salsha. "Nggak usah berlebihan kayak gitu."
"Berlebihan lo bilang? Berlebihan kalo gue takut semua orang di sekolah tau tentang perjodohan konyol itu?" bentak Salsha. Kesabarannya sudah habis. "Di jodohin sama elo itu aib buat gue. Jadi orang tahu nggak perlu tahu tentang itu. Pokoknya awas aja kalo Bella sampai bocorin tentang ini, gue nggak bakal maafin lo!"
Setelah mengatakan kalimat itu Salsha melangkahkan kakinya keluar dari kamar Aldi. Sementara Aldi mengacak rambutnya frustasi. Ia tak percaya Bella seperti itu, padahal ia yakin Bella bisa menyimpan rahasia. Bella juga sudah berjanji untuk tidak memberitahu siapapun tapi ternyata gadis itu mengingkarinya.