Dinda membandingkan nilai Matematikanya dengan nilai Salsha. Kali ini Salsha mendapatkan nilai lebih tinggi daripadanya padahal biasanya nilai Dinda la yang paling unggul.
Dinda mengerucutkan bibirnya. "Kok bisa nilai tugas lo lebih tinggi sih daripada gue."
Salsha tertawa puas. Akibat mengerjakan tugas bareng dengan Aldi membuat nilainya tinggi. Salsha melirik Aldi yang saat ini sedang berbincang dengan Bella. Ternyata ada untungnya juga Aldi berada di rumahnya.
"Gue kan pintar sekarang." Salsha terkekeh. "Soalnya gue punya guru les private."
"Siapa?" tanya Dinda ingin tahu. "Gue kan juga pengen, biar nilai gue lebih dari Bella."
"Ada, deh." Salsha tersenyum mencurigakan. "Pokoknya lo lihat aja pasti kedepannya nilai gue bakal bagus terus. Bakal bisa ngalain Bella."
Dinda cemberut, ia juga harus bisa belajar dengan extra agar nilainya juga bagus. Dinda mengalihkan pandangannya ke pintu kelas, disana ada Farel yang barusaja masuk dan mengajak Bella keluar.
"Farel mau ngapain sama Bella?" tanya Dinda. "Mukanya serius banget."
Salsha buru-buru membereskan bukunya dan menyusul Bella dan Farel. Salsha harus tahu apa yang mereka bicarakan. Di belakang Salsha, Aldi pun menyusul. Aldi juga ingin tahu apa yang Farel bicarakan kepada Bella. Perasaan Aldi juga masih ragu kepada lelaki itu. Ia takut Bella hanya di permainkan saja oleh Farel. Sementara Dinda tampak acuh, Farel ataupun Bella sudah tidak menjadi urusannya sekarang. Urusannya sekarang adalah Aldi dan pacar Aldi di Bandung. Selain itu ia tidak akan peduli.
*****
Farel mengajak Bella duduk di taman. Sudah saatnya ia menembak gadis itu. Farel tidak akan membuang kesempatan lagi. Farel yakin betul Bella tidak akan menolaknya. Farel tahu jika Bella menyimpan rasa kepadanya.
"Bel..," panggil Farel memecah keheningan.
Bella menatap Farel. "Iya?"
Farel mendekatkan tubuhnya ke arah Bella. Mengikis jarak di antara mereka. Farel menampilkan wajah seriusnya. "Ada yang pengen aku omongin."
Alis Bella berkerut. "Apa? Ngomong aja?"
"Kamu tahu kan kalo aku suka sama kamu." Farel memulai aksinya.
Bella berdehem singkat. Pipinya merona mendengar ucapan Farel. "I-yaa."
"Aku mau ngomong jujur sama kamu." Farel memegang tangan Bella. "Pertama kali aku lihat kamu di sekolah, aku udah mulai tertarik sama kamu. Mungkin awalnya aku cuma iseng. Aku iseng mau kenalan sama kamu. Makanya aku selalu nyari tahu tentang kamu dan nyoba buat dekat sama kamu."
Bella terdiam, mendengar semua ucapan Farel dengan serius. Bella bisa melihat keseriusan di mata Farel. Melihatnya saja sudah membuat hati Bella menghangat.
"Semakin aku nyari tau tentang kamu, semakin aku penasaran. Bella yang cuek, nggak pernah mau ngerespon aku. Kadang ada satu momen yang bikin aku pengen berhenti ngejar kamu. Tapi aku nggak bisa. Semakin aku coba buat berhenti semakin aku keingat sama kamu terus."
"Kamu itu cantik, baik, sopan. Semua yang adi di diri kamu bikin aku nyaman dan makin sayang sama kanu," kata Farel dengan senyuman manisnya.
Pipi Bella semakin merona. Ia menundukkan wajahnya karna tak mampu melihat wajah Farel. Jantungnya juga berdebar kencang.
"Kamu tahu, Bel, aku itu senaaaanggg banget pas tau kamu mulai ngerespon aku. Aku ngerasa ini kesempatan aku buat dapetin kamu. Dapetin cewek yang selama ini aku incar."
Farel mengusap lembut tangan Bella. "Aku udah lama sukaa sama kamu. Dan kita beberapa hari terakhir ini juga dekat. Kita jalan bareng, makan bareng. Kita makin dekat dan itu bikin aku yakin sama perasaan aku sendiri kalo aku beneran sayang sama kamu."
"Aku nggak bisa ngomong apa-apa lagi, Bel." Farel mengangkat wajah Bella agar mereka saling berpandangan. Farel menatap Bella dalam. "Kamu mau jadi pacar aku?"
Bella tertegun lama. Kata-kata beruntun yang Farel ucapkan sangat manis di telinganya. Bella merasa sayang beruntung karena di cintai oleh lelaki baik seperti Farel. Namun bayangan tentang Salsha, tentang gadis itu yang menyukai Farel dan berharap lebih kepada Farel membuat Bella menjadi ragu. Ia takut menyakiti hati Salsha.
"Mungkin ini terlalu cepat buat kamu, tapi aku nggak bisa nahan perasaan aku lagi, Bel. Aku pengen kamu jadi milik aku." Farel meyakinkan Bella. "Kamu mau kan jadi pacar aku."
Bella menutup matanya sejenak. Salsha yang mengejar-ngejar Farel dan kata-kata Aldi yang mengatakan jika ia harus lebih mengutamakan kebahagiaannya daripada kebahagiaan orang lain beradu di kepalanya. Bella menyukai Farel dan lelaki itu juga menyukainya tetapi ada satu hati yang mungkin akan terlalu jika Bella menerima Farel. Tetapi jika Bella tidak menerimanya, maka Bella lah yang akan merasakannya sakit.
Sedangkan Farel harap-harap cemas menanti jawaban Bella. Jawaban Bella bagai jawa baginya. Jik Bella mengatakan iya makan Farel memenangkan motor. Tetapi jika tidak makan Farel lah yang harus merelakan motornya. Bukan cuma Farel, Dimas dan Bisma pun menanti jawaban Bella. Dimas dan Bisma mendengar semua percakapan Farel dan Bella dari sambungan telfon sejak tadi.
Bella membuka matanya. Ia menatap Farel yang juga menatapnya dengan wajah penuh harap. Kali ini memang Bella harus bersikap egois untuk kebahagiaannya.
Bella menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Farel tadi. Bella berdoa semoga keputusannya kali ini tidak salah. Semoga keputusannya ini membawa kebahagiaan untuknya.
Perlahan, Bella menganggukkan kepalanya pelan sembari tersenyum manis. "Iya, Rel. Aku mau."
Farel bersorak senang. Satu motor berhasil ia dapatkan secara cuma-cuma. Farel sudah percaya diri dari awal. Dan ya, memang Farel menang. Berbeda dengan Farel yang tampak bahagia, Dimas dan Bisma malah menahan kesal. Lagi-lagi mereka kalah dari Farel. Padahal dari awal, Bisma dan Dimas sudah berfikir jika Farel tak mungkin menang melihat sifat cuek Bella. Dengan kesal, Dimas mematikan sambungan telfonnya. Mereka sudah mendapatkan jawabannya.
"Kamu serius?" Farel memastikan.
"Aku serius, Rel." Bella tersenyum manis "Aku juga suka sama kamu."
Saking senangnya, Farel membawa Bella ke pelukannya. Sekarang tugasnya tinggal satu untuk mendapatkan motor itu. Ia hanya harus berpacaran dengan Bella selama seminggu kemudian memutuskan gadis itu di hadapan semua orang. Farel rasa itu bukan sesuatu hal yang susah. Farel optimis akan bisa menyelesaikan taruhannya.
Bella membalas pelukan Farel dengan erat. Bella merasa menjadi gadis yang paling beruntung karena di cintai oleh Farel.
Tak jauh dari tempat mereka berada, Salsha menyaksikan semuanya. Hatinya teriris kala Farel mengatakan seberapa cintanya lelaki itu kepada Bella. Dan airmata Salsha tak dapat ia bendung lagi saat Bella menerima cinta Farel dan mereka berdua resmi berpacaran. Sekali lagi, Salsha merasa cintanya di renggut oleh Bella.
Tak tahan berlama-lama di tempat itu, Salsha memutuskan pergi. Ia perlu memenangkan hatinya sendiri. Salsha butuh waktu sendiri untuk bisa menenangkan perasaannya.
Sama halnya dengan Salsha, Aldi juga ada disana. Ia juga menyaksikan semuanya termasuk airmata Salsha yang mengalir keluar. Aldi menatap kepergian Salsha dengan pandangan yang sulit di artikan. Kemudian ia beralih menatap Bella dan Farel yang sedang berpelukan. Aldi merasa ada sesuatu yang salah. Aldi merasa tak seharusnya Bella menerima cinta Farel. Ada sesuatu yang janggal dari diri Farel dan Aldi belum mengetahuinya.
Namun saat ini, fokus Aldi tertuju kepada Salsha. Hati Aldi tergerak untuk mengikuti gadis itu. Dengan langkah cepat, Aldi berjalan mengikuti Salsha yang telah lebih dulu pergi dari tempat ini.