Chereads / Biarkan Cinta Memilih / Chapter 8 - Tujuh

Chapter 8 - Tujuh

"Dasar cewek aneh" desis Farel.

Farel mengusap wajahnya dan memasang wajah setampan mungkin untuk menyambut kedatangan Bella.

"Pagii, Bellaa.."

"Ehh," Bella terkejut mendengar suara Farel dan berhenti di depan lelaki itu. Bella tersenyum kikuk. "Pagi, Rel."

"Gue punya makanan buat lo, biar lo nggak kelaparan." Farel menyodorkan bubur yang Salsha berikan tadi kepada Bella. "Lo pasti belum makan."

"Nggak usah, Rel. Gue udah makan tadi dirumah." tolak Bella.

"Tapi gue beliin ini khusus buat lo. Sayang kalo nggak lo ambil." Farel memasang tampang sedihnya.

Karena segan menolak, akhirnya Bella menerima bubur itu. "Makasih, Rel. Tapi lain kali nggak perlu. Gue selalu makan pagi dirumah."

"Tapi kali ini makan, ya. Gue beliin ini khusus buat lo." Farel tersenyum.

Bella balas tersenyum. "Yaudah kalo gitu gue ke kelas dulu Bye, Rel."

Farel tersenyum senang, Bella mau menerima pemberiannya dan untuk pertama kalinya juga Bella berkata dengan lembut dan di iringi senyum manis. Biasanya Bella menjawab ketus setiap ucapannya.

"Gue yakin bentar lagi, Bella pasti suka sama gue."

******

Salsha masuk ke dalam kelasnya dengan perasaan senang. Farel, lelaki yang diincarnya itu menerima bubur yang ia bawa. Ada rasa senang yang tak bisa Salsha jelaskan. Setelah sekian lama, akhirnya Farel membuka ruang untuknya masuk kedalam hati lelaki itu.

"Gue senang bangeet.." Salsha tersenyum senang sembari menggoyang-goyangkan lengan Dinda. "Senang bangett, Din."

"Senang kenapa, lo?" Dinda mengernyitkan keningnya dan melepas tangan Salsha. "SantaiĀ  dong. Nggak usah lebay."

"Asal lo tau ya, Farel mau nerima bubur yang gue beli khusus buat dia. Ini itu lampu hijau buat hubungan gue sama diaa." Salsha berkata dengan riang.

"Gitu doang lo udah senang? Palingan Farel nerima itu juga bisa cepat kelar aja. Biar lo cepat pergi dari hadapan dia."

"Yeee, lo mah gitu. Nggak bisa lihat teman sendiri senang." Salsha cemburut, tapi hanya sebentar. Selanjutnya ia kembali tersenyum senang dan beralih menatap Aldi yang kini fokus dengan ponselnya. "Gue yakin secepatnya gue bakal jadian sama Farel. Cepat atau lambat Farel akan nerima kehadiran gue di hidupnya. Dan gue bakal buktiin sama orang yang sok tau tentang hidup gue, kalo apa yang dia pikirin itu salah. Gue bisa dapetin dan pacaran sama Farel!" Salsha menyindir Aldi.

Aldi hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Salsha yang menyindirnya. Ia tak bereaksi apapun, menatap Salsha pun tidak. Ia hanya fokus terhadap game yang ia mainkan.

"Pagii, Aldii.."

Bella baru saja sampai ke kelasnya dan menyapa Aldi. Ia meletakkan bubur yang Farel berikan di atas meja milik Aldi.

"Pagi juga, Bel.." Aldi mengalihkan pandangannya dari ponsel di hadapannya dan membalas sapaan hangat dari Bella itu. Hingga matanya melihat bungkusan putih. "Apa tuh? Makanan?

"Ooh ini, tadi Farel ngasih bubur ini buat gue. Katanya spesial biar gue sarapan. Padahal gue udah sarapan dirumah." Bella mendekatkan bubur itu kepada Aldi. "Buat lo aja kalo lo mau. Gue udah kenyang."

Aldi tak mampu menahan tawanya saat mendengar ucapan Bella. Betapa mirisnya Salsha, bubur yang ia beli khusus kepada Farel malah di berikan lagi ke orang lain. Aldi mencoba meredam tawanya dan berbalik menatap Salsha.

"Farel ngasih bubur ke Bella," ucap Aldi mempermalukan Salsha.

Salsha mendengus kesal. Ia membuang wajahnya dari hadapan Aldi dan tersenyum kecut. Niatnya ingin mempermalukan Aldi atas ucapan lelaki itu tadi malam, tetapi malah ia yang di permalukan.

"Ini sih namanya realita tak seindah ekspektasi. Udah senang buburnya di terima sama doi, eh malah di kasih lagi ke orang lain," ucap Aldi lagi.

"Emang bubur ini dari siapa?" tanya Bella. Aldi hanya tertawa dan menghendikkan bahunya.

"Bangsat!" maki Salsha dalam hati.

********

"Ald, lo mau ikut ke lapangan basket atau ke kantin aja?"

Aldi merapikan buku-bukunya dan berdiri di depan Bella. "Emang ada apaan di lapangan basket?"

"Anak basket lagi latihan, pasti seru deh," jawab Bella dengan mata berbinar.

"Siang-siang gini latihan basket?" tanya Aldi. Di sekolah sebelumnya, ia juga kapten basket, dan ia tidak pernah latihan basket di jam istirahat seperti ini.

Bella mengangguk. "Tiga hari lagi ada pertandingan antar sekolah gitu. Jadi latihannya sering. Biar menang."

Aldi mengangguk paham. "Yaudah, gue ikut lo aja."

Salsha dan Dinda yang masih berada di dalam kelas dan mendengar percakapan Aldi dan Bella itu menampilkan wajah sinisnya.

"Katanya nonton basket tapi sekalian caper sama kapten basketnya. Teriak-teriak nggak jelas gitu," sinis Salsha. Ia mengibaskan rambutnya ke wajah Bella. Sungguh, Salsha sangat muak dengan semua yang berhubungan dengan Bella.

"Katanya nggak suka, tapi masih suka ngasih kode-kode. Kalo cewek munafik, ya gitu," balas Dinda. Sekarang ia akan ikut membully Bella.

Aldi menghela nafasnya melihat kelakuan Salsha yang seperti bocah. Salsha sangat kekanakan, ia bahkan tidak bisa memposisikan dirinya.

Aldi meraih tangan Bella dan menarik gadis itu untuk keluar. Tak lupa, Aldi menatap sinis Salsha.

"Kalo bisanya cuma nyindir orang, mending diem deh. Malu sama umur!"

"Setan! nggak usah ikut campur lo!" balas Salsha sengit.

****

Di lapangan basket, Bella tampak serius menatap pemandangan di depannya. Matanya fokus menatap ke arah lelaki yang sangat lihai memainkan bola bundar di tangannya. lelaki itu adalah Farel, kapten basket sekolahnya.

Tak bisa di pungkiri jika Bella memang memiliki rasa kepada kapten basket itu. Bella menyukai Farel, namun sayangnya ia tidak bisa terus terang tentang perasaannya itu. Ia tak ingin hubungannya dan juga Salsha semakin memanas.

Sedangkan Aldi hanya menatap malas permainan basket itu. Aldi juga kapten basket dan ia bisa membuat pertunjukan yang lebih memukai di banding Farel.

"Farel, semangattt!" teriak Bella. Hanya di lapangan seperti ini Bella bisa mengekspresikan perasaannya. Ia bisa memuja Farel tanpa diketahui oleh Salsha.

Aldi melirik ke sampingnya dan melihat tatapan penuh binar Bella untuk Farel. Aldi mengernyitkan keningnya. Ia baru melihat Bella seperti ini. Biasanya gadis itu terlihat kalem dan cuek jika berurusan dengan Farel.

"Ayoo, Farell semangattt!!!"

"Lihat deh, Farel jago banget main basketnya. Udah ganteng, keren, jago main basket. Siapa sih yang nggak suka sama Farel," kata Bella tanpa sadar. Ia begitu mengagumi sosok Farel.

"Termasuk lo juga?" Aldi menaikkan sebelah alisnya.

Bella tersadar, ia memalingkan wajahnya menatap Aldi dan menggeleng singkat, "Ahh apaaan? emang gue ngomong apaan?"

"Lo juga suka sama Farel?" tanya Aldi sarkastik.

"Nggak la. Yang suka sama Farel itu Salsha, bukan gue," jawab Bella dengan senyum tipisnya. Kemudian ia kembali menatap lurus kedepan.

Posisinya yang semula berdiri, kini terduduk lemas. Ia tersadar satu fakta jika Salsha menyukai Farel, dan Bella tak ingin berebutan dengan gadis itu.

Di depannya seperti biasa, Salsha menghampiri Farel yang baru saja siap bermain basket dengan sebotol minuman dingin di tangannya.

Seperti sebelumnya, Farel tak menerima minuman yang Salsha siapkan untuknya. Farel malah berjalan cepat menghampiri Bella dan menyisakan Salsha yang menahan amarahnya.

"Lo nonton gue juga? gimana main gue? pasti bagus, 'kan?" tanya Farel menggebu-gebu.

"Biasa aja," sahut Bella cuek. "Lagian gue kesini buat nonton Kenzo, bukan buat nonton lo!"

Raut di wajah Farel berubah drastis. Ia mengusap wajahnya. Memang perlu pengorbanan ekstra untuk meluluhkan hati seorang Bella, gadis yang terkesan cuek dan dingin.

"Nanti pulang sekolah lo mau kemana? lo mau nggak makan siang dulu sama gue?" Farel tak mau kalah.

Bella ingin mengiyakan tetapi melihat Salsha yang terus saja melotot kearahnya membuat Bella mengurungkan niatnya. Ia tak ingin membuka peluang untuk kembali perang dengan Salsha.

"Nggak mau dan nggak akan pernah mau!" jawab Bella, "Harus berapa kali lagi gue bilang sama lo jangan pernah ganggu gue. Daripada lo sibuk ngejar-ngejar gue mending lo coba buat buka hati lo ke Salsha."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Bella menarik tangan Aldi untuk pergi meninggalkan lapangan tersebut. Di tengah perjalanan, langkah Bella terhenti. Ia mengutuk keras sikapnya yang dingan kepada Farel. Bertingkah seolah tak suka padahal ia suka.

"Lo beneran nggak suka sama Farel?" tanya Aldi memastikan. Pasalnya ia melihat jelas bagaimana perubahan raut wajah Bella. Senang, berbinar-binar, hingga merasa bersalah. Aldi yakin ada sesuatu yang Bella tutupi darinya.

"Pliss, nggak usah di bahas."

****