Dengan pandangan kosong, Salsha berkata. "Enak kali ya punya pacar. Biasa mesra-mesraan di depan umum kayak gitu."
Aldi mengikuti arah pandang Salsha dan mengernyitkan keningnya heran. Hanya sepasang kekasih yang saling suap-suapan. Aldi juga pernah.
"Gue pengen deh bisa kayak gitu sama pacar gue. Tapi sayangnya gue nggak punya pacar." Salsha mendesah pelan.
Aldi ingin tertawa mendengar ucapan Salsha itu, tetapi melihat wajah serius dan murung Salsha membuatnya tak tega.
"Lo percaya nggak kalo gue belum pernah pacaran?" tanya Salsha dengan tatapan lesunya kepada Aldi.
Aldi menggeleng ragu. "Nggak."
"Nyatanya emang gue nggak pernah pacaran." Salsha kembali melihat ke depan. "Gue selalu cinta sama orang yang salah."
Aldi terdiam. Ia memberikan waktu kepada Salsha untuk mengeluarkan isi hatinya. Ia menatap gadis itu dengan seksama.
"Waktu gue SMP gue pernah jatuh cinta sama orang, tapi orang itu nggak bisa cinta sama gue. Dan sekarang pun gue cinta sama orang yang nggak bisa balas perasaan cinta gue." Salsha menertawakan dirinya sendiri. "Gue juga orangnya ambisius, apa yang gue inginkan harus jadi milik gue apapun caranya. Makanya, kalo gue udah cinta sama orang gimana pun caranya gue akan berjuang buat dapatin dia. Meskipun dengan jatuhin harga diri gue sendiri."
Sepertinya Salsha sudah kerasukan setan sehingga ia bisa berbicara seserius ini kepada Aldi. Memang benar, Salsha adalah tipe orang yang jarang suka kepada siapapun, tetapi jika ia sudah menyukai satu orang, ia akan terus berusaha mendapatkannya.
"Gue sebenarnya tau kalo gue bego karena udah ngejar-ngejar cowok yan nggak bisa cinta sama gue. Tapi gimana lagi, gue nggak bakal berhenti sampe gue dapatin orang itu, atau sampe gue capek."
Aldi menyeruput teh manis di depannya karena tenggorokannya terasa kering. Aldi tak menyangka, jika sosok gadis seperti Salsha belum pernah berpacaran dan yang lebih parahnya lelaki yang ia taksir tak pernah mencintainya. Padahal, Salsha bisa dikatakan gadis yang cantik. Ya, Aldi mengakui jika Salsha cantik.
"Mungkin lo selalu cinta sama orang yang nggak cinta sama lo dan mengabaikan orang yang cinta sama lo." akhirnya Aldi bersuara setelah terdiam beberapa saat.
Salsha mengangguk. "Iya, gue orangnya susah jatuh cinta. Sekalinya gue jatuh cinta selalu sama orang yang salah. Gue juga nggak tau kenapa, baik cowok di masa Smp gue sama Farel nggak bisa cinta balik ke gue."
"Mungkin lo terlalu nunjukin kalo lo cinta sama mereka, makanya mereka ilfeel. Biasanya cowok lebih suka sama cewek yang misterius daripada cewek yang terang-terangan." Aldi berpendapat. Kali ini pembahasan mereka serius, berbeda dengan yang sebelumnya.
"Kalo gue diem, Farel nggak bakal tau kalo gue cinta sama dia. Dan kisah cinta gue bakal sama kayak dulu. Gue kehilangan dia bahkan sebelum dia jadi milik gue dan gue nggak sempat bilang perasaan gue ke dia."
"Tapi kalo lo terang-terangan ngejar Farel, lo kesannya kayak cewek murahan." Aldi menjitak kepala Salsha.
Salsha tersadar, ia segera mengalihkan pandangannya dari Aldi dan merasa malu. Malu karena ia tanpa sadar curhat dan membongkar aibnya kepada lelaki itu.
"Lupain-lupain. Lupain apa yang gue omongin semuanya sama lo. Anggap aja gue nggak pernah cerita itu sama lo." Salsha merutuki dirinya sendiri.
Aldi terkekeh. "Tapi gue ngerasa lucu aja, cewek kayak lo belum pernah pacaran."
"Bentar lagi gue juga pacaran sama Farel," ucap Salsha percaya diri.
"Yakin dia bakal mau sama lo?" ledek Aldi.
"Yakin dong."
Aldi mendekatkan wajahnya ke telinga Salsha dan berbisik. "Lo kan belum pernah pacaran, belum pernah di kiss dong. Mau gue ajarin? Biar nanti lo nggak malu-maluin sama pacar pertama lo."
Mendengar ucapan vulgar Aldi tersebut, pipi Salsha berubah menjadi merah. Tanpa sadar ia berteriak. "ALDIIII!"
*****
Keesokan harinya, Salsha buru-buru pergi kesekolah. Ia tidak ingin berpapasan dengan Aldi dirumah. Tadi malam, setelah tragedi di warung sate, Salsha kembali tidak ingin berbicara kepada lelaki itu. Salsha malu setelah Aldi mengatakan kata-kata vulgar tersebut tanpa beban dan di tambah kini Aldi tahu jika ia tidak pernah berpacaran, pasti lelaki itu akan menjadikan itu alat untuk mengolok-olok dirinya. Salsha merutuki dirinya yang dengan bodoh curhat kepada Aldi.
"Ngelamun mulu, lo." Dinda menepuk pundak Salsha. "Ngelamunin apa, sih.?"
Salsha menggeleng singkat. "Nggak ada, kok."
"Gimana? lo udah dapet nomor Aldi?" tanya Dinda antusias.
Salsha terdiam sejenak. Ia sudah mendapatkan nomor Aldi tetapi ntah mengapa ia enggan untuk memberikannya kepada Dinda. "Belum lah. Gimana caranya gue dapat nomor dia segitu cepatnya."
"Yaaah. Padahal gue udah berharap bisa chattingan sama dia." Dinda mendadak lesu. "Tapi lo janji 'kan bakal nyari nomor Aldi buat gue?"
"Kenapa lo nggak minta sendiri, sih. Ribet banget nyuruh-nyuruh gue," dumel Salsha.
"Gue malu," kekeh Dinda. "Lo percaya nggak, Sal kalo gue gugup kalo dekat sama Aldi."
"Lebay banget, lo," cibir Salsha.
Dari jauh, Salsha melihat Aldi dan Bella sedang berjalan memasuki kelas. Salsha menghela nafasnya dan menundukkan wajahnya, gara-gara Aldi ia jadi malu menatap lelaki itu.
*****"
"Gue ke kelas Farel dulu, ya."
Salsha melangkahkan kakinya menuju kelas Farel. Tak ada kata libur untuknya mengejar lelaki yang ia cintai itu.
Salsha melambaikan tangannya ke arah Farel. Namun lelaki itu hanya melirik sekilas dan berjalan melewati Salsha. Salsha mendengus dan mengikuti Farel dari belakang.
"Farel kok main pergi gitu aja. Kan aku udah nyamperi kamu," kata Salsha dengan suara manjanya. Ia tak memedulikan tatapan jijik yang tujukan ke arahnya.
Farel tak peduli, ia tetap berjalan santai menuju kantin. Kali ini, ia bertekad untuk terang-terangan mengejar Bella meskipun gadis itu selalu berduaan dengan Aldi.
"Farelll." panggil Salsha lagi.
Di kantin, Salsha menemukan Aldi dan Bella sedang makan berdua. Farel segera memesan minuman dan duduk di samping Bella tanpa permisi.
Salsha yang melihat itu mendegus kesal dan ikut duduk di samping Farel. "Farel kok duduk disini, sih. Kita cari tempat duduk yang lain yuk."
Aldi menyunggingkan senyum miringnya melihat kelakuan Salsha. Gadis itu benar-benar nekad.
Seakan tak menyadari Salsha di sampingnya, Farel menatap Bella dengan senyum manisnya. "Makan yang banyak ya, Bel."
Bella merasa tak nyaman ada diposisi ini. Awalnya ia senang saat Farel datang menemuinya. Tetapi saat Salsha juga duduk di samping Farel membuat ia tak nyaman.
Bella meletakkan sendoknya di atas piring dan menyeruput es teh manisnya, kemudian ia menatap Aldi. "Ald, gue udah selesai makan. Lo masih makan atau ikut gue ke kelas?"
Aldi pun melakukan hal yang serupa dengan Bella dan berdiri. "Udah selesai, kok. Yuk."
Bella berdiri dan Farel pun ikut berdiri.
"Bel, aku boleh ngomong sebentar sama kamu?" tanya Farel.
Salsha menatap Bella dengan tatapan tajamnya. Kalau sampe Bella mau, bisa di pastikan Salsha akan mengamuk saat ini juga. Bella yang di tatap pun hanya menunduk.
"Gue nggak bisa, Rel. lain kali aja," tolaknya. "Mending lo temenin Salsha makan."
Bella tersenyum singkat dan menarik tangan Aldi untuk pergi meninggalkan kantin. Farel ingin menyusul, tetapi Salsha lebih dulu menahan tangan Farel.
"Kamu nggak dengar apa kata Bella, ya? Dia bilang kamu temenin aku makan disini," ucap Salsha manja.
Farel mengacak rambutnya. Ntah harus pakai cara apalagi agar Salsha berhenti mengejarnya.
"Bisa nggak sekali aja lo jangan ngikutin gue," dumel Farel.
Dengan tampang polosnya, Salsha menjawab. "Nggak bisa."
"Bangsat!" maki Farel.