Di sebrang jalan, Arnold melihat kebersamaan Naufal dan juga Yoona ketika mereka keluar mobil dengan vanda tawa bersama. Cintanya terlalu besar, sehingga membuatnya buta kepada Yoona. Hingga ia rela melakukan apapun demi cinta yang telah membutakan pikirannya itu.
"Yoona, kenapa kita bertemu di saat seperti ini?" gumamnya.
"Kita terlambat bertemu. Kamu orang Korea, lahir di Korea. Kenapa bisa kamu di rawat oleh orang lain, apa yang terjadi padamu di masa lalu, Yoona?" lanjutnya dengan tatapan sedih.
Lamunannya, terganggu karena datangnya Tae di sampingnya. "Oppa, ada apa?" tanyanya.
Arnold menoleh, kemudian tersenyum tipis. Banyak yang ingin Arnold ketahui dari Yoona sejak mulai kecil sampai ia menikah. "Em, kamu ada rahasia tentang Yoona, kah? Atau tentang dia yang lebih dalam gitu?" tanyanya dengan sedikit malu-malu.
"Maksud, Oppa? Yang lebih dalam itu, apa?" tanya Tae kembali. Tae sampai mengerutkan alisnya karena pertanyaan kakak sepupunya yang ambigu.
"Tahi lalat atau tanda lahir, seperti itu. Milik si Yoona," jawab Arnold.
"Ya buat apa?" tanya Tae semakin heran.
Alasan Arnold ingin mengetahui itu adalah, ia hendak berpura-pura untuk memberi sesuatu untuk Yoona. Setelah berpikir, dengan rasa percaya, Tae pun menceritakan hal yang akan membuat petaka bagi rumah tangga Yoona dan suaminya.
"Kamu yakin?" tanya Arnold.
"Oppa, kau mempertanyakan persahabatan aku dengan Yoona? Kau jahat sekali! Aku membencimu!"
"Oke, maafkan aku. Ayo, aku akan mentraktir mu nanti, bagaimana?" bujuk Arnold.
"Sungguh?"
Arnold mengangguk. "Asha! Oke!" girang Tae tak terkira.
Setelah mengantar sang istri, Naufal langsung memacu mobilnya menuju restoran. Takut terlambat, ia juga mengendarai mobilnya dengan cepat, karena Triyono dan Nai sudah menunggunya di sana.
"Huh, kenapa harus ngebut, sih?" Yoona menggerutu, ia hanya khawatir jika suaminya terkena masalah.
Dari kejauhan, Arnold menyapa Yoona dengan melambaikan tangannya. "Pagi Yoona!" sapa Arnold.
"Pagi Oppa! Hai Tae!" Yoona membalas dengan melambaikan tangannya. Begitu ramahnya Yoona kepada temannya, namun apa yang Tae lakukan?
Ucapan Tae tentang rahasia Yoona masih terngiang dalam benak Arnold. Ia sudah tidak mampu menahan rasa cintanya lagi. Ingin sekali memiliki Yoona sepenuhnya. Sampai di titik dimana rasa cinta itu sudah tidak seperti rasa cinta pada umumnya. Arnold semakin tidak terkendali, ia hanya ingin memiliki Yoona seutuhnya.
"Yoona, ada hal yang ingin aku berikan padamu. Em, tolong dibaca ya! Fighting!" kata Arnold sembari memberikan secarik kertas. Dimana dalam surat itu, ia ingin mengatakan sesuatu yang penting.
"Temui aku setelah belajarmu selesai di tangga lantai 3. Aku tunggu, ini sangat penting. Tapi, jangan mengajak orang lain termasuk, Tae, paham?" -, isi surat tersebut.
Dengan tanpa curiga, Yoona mengiyakan ajakan Arnold tersebut. Tak ingin orang lain mengetahui niatnya, makanya Arnold memberikan surat tersebut. Bahkan, dengan Tae saja, ia tidak terbuka.
Setelah menerima secarik kertas, Yoona mengajak Tae untuk memasuki kelas. Tak tahu bagaimana sifat Yoona ini, ia juga tidak membicarakan masalah Arnold yang hendak bertemu dengannya secara langsung.
*****
Di restoran, Naufal tiba sebelum Nai tiba di sana. Sedangkan Triyono, sudah menunggunya sangat lama. Ia sengaja bangun pagi hanya untuk menyambut seseorang yang sedang mengganggu istirahat malamnya. Tidak lupa, Triyono juga meminta Naufal untuk membawakan baju untuknya, karena semalam ia menginap di restoran.
"Assalamu'alaikum," salam Naufal sembari memberikan tas kecil berisikan baju milik Triyono. "Dimana Nai? Belum datang, kah?" lanjutnya bertanya.
"Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarakatuh. Haih, Naufal! Ya kalau orangnya memang belum terlihat, ya pasti belum datang dong!" jawab Triyono, menerima kresek itu dengan sangat sinis.
"Apaan, sih? Gih, mandi sono! Bau tau!" bakas Naufal dengan ketus, juga mendorong sedikit kuat tubuh pria jomblo itu ke kamar mandi.
Di saat yang bersamaan, Naufal menerima pesan singkat dari sang istri yang berbunyi, "Mas Naufal, aku rindu!"
Hal sederhana itu, tentu bisa membuat Naufal tersenyum. Tanpa membalas, Naufal hanya membuka pesan itu saja. Ketika menikmati sejuknya pagi hari dengan ditemani secangkir teh, lamunan Naufal terganggu karena kedatangan Nai.
"Assalamu'alaikum. Ngapain sendirian di sini? Tri mana?" sapa Nai.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," jawab Naufal menutup ponselnya yang kala itu terpampang foto Yoona.
"Hish, baru datang? Udah jam berapa ini? Sebentar lagi udah mau berangkat kita tau! Restoran cabang akan buka sebentar lagi," sahut Triyono datang dari dalam.
"Ya, maaf," jawab Nai. "Hush, gimana hubunganmu dengan, Yoona? Ada perkembangan, kah?" lanjutnya dengan berbisik.
"Biasa aja!" jawab Naufal.
Triyono ikut duduk diantara mereka. Mulai mencerna apa yang kedua temannya sedang bahas.
"Jangan gitu lah, Fal. Beri istrimu itu kesempatan mendapatkan belaian, pelukanmu kehangatan, ranjangmu, beri dia nafkah batin juga gitu~" ucapan Nai terhenti kala melihat Triyono memandangnya dengan tatapan aneh.
"Sok tau kamu! Kamu sendiri saja masih jomblo, belum laku. Nggak usah sok, deh!" ketus Naufal masih enggan mengakui perasaannya sendiri.
"Naufal, dia istrimu, wanita mana yang tidak sakit jika dirinya tak pernah di nafkahi batin. Hidup berkeluarga itu nggak harus dengan modal uang saja, tapi dengan cinta dan kasih sayang juga, dewasalah Fal! Udah gede juga, tau hukumnya juga, 'kan?" timpal Triyono
Naufal menyantap kue yang di sajikan oleh Triyono. "Ya aku menyayanginya dia, kok, santai saja. Cuma untuk melakukan itu, aku masih butuh waktu," jelasnya dengan tegas.
"Sampai kapan? Sampai Yoona lelah menunggu? Kasihan dia, kamu jangan menyesal jika dia malah nyaman dengan pria lain nantinya!" tegas Nai dengan menggebrak meja. Lalu pergi ke dapur menaruh barang-barangnya.
Apa yang di katakan Nai, memang tidak salah. Sebagai seorang suami, wajib hukumnya memberi nafkah batin.
"Aku juga ingin hidup membaik seperti itu. Tapi, semua itu butuh waktu. Kalian tidak tahu rasanya menjadi aku, yang sebelumnya gadis itu adalah adikku, kini menjadi istriku!" gerutu Naufal dalam hati.
"Fal, apa yang dikatakan oleh Nai ada benarnya. Perlakuan kamu ke Yoona ini terlalu gimana, ya … terlalu anu gitu loh! Paham nggak, sih?" tutur Triyono.
"Bukan maksud menggurui. Aku masuk dulu, segera habiskan, dan kita berangkat setelah ini." tukas Triyono menyusul Nai ke dapur.
Nafkah batin yakni nafkah yang diberikan kepada istri berupa kebahagiaan dan pemenuhan kebutuhan biologis sang istri.
Kebutuhan biologis yang terpenuhi akan sangat mempengaruhi keharmonisan hubungan keluarga. Sebab harta yang melimpah dan wajah tampan seorang suami terkadang tidak dapat menggantikan nafkah batin apabila kebutuhan biologis sang istri tak terpenuhi dengan baik.
Menurut pendapat Ibnu Hazm, suami wajib memenuhi kebutuhan biologis istrinya sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan jika ia mampu. Hal tersebut dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 222-223.
Dalam ayat tersebut Allah berfirman, "Apabila mereka telah suci, maka campuri lah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya."(QS. Al Baqarah: 223)