"Nana pikir Paman itu jahat, rupanya baik. Makasih ya, Paman."
Lengkungan di bibir Arjuna terlihat jelas. Tidak sulit juga mengakrabkan diri kepada anak-anak, atau lebih tepatnya dalam kasus ini, kepada Nana. Dipanggil Paman juga tidak buruk. Meski sebetulnya lebih cocok disapa: Mas atau Bang.
"Nana!"
Suara itu, membuat Nana yang masih di depan masjid, terkejut. Termasuk Arjuna sendiri. Seorang wanita sekitar usia tiga puluh memanggil Nana, lembut ia menarik tangan anak usia 7 tahun itu.
"Bunda!" Nana berucap senang.
"Ayok, pulang, Nak!" Ibunya mengulurkan tangan.
Nana memyambut uluran tangan ibunya, berpamitan pada Arjuna. Keduanya saling melempar senyum.
Setelah kepergian Nana, Arjuna memilih untuk singgah sebentar di kedai Mie Pangsit sekitaran Masjid. Lumayan lama dia di sana. Memesan makanan dan minuman.
Arjuna jadi teringat kepada Agnimaya, kakak perempuan yang biasa setiap hari libur mengunjunginys atau sebaliknya. Kini sudah sebulan tak ada kabar. Arjuna menerka-nerka bahwa Agnimaya tidak lagi ingin berhubungan dengan berandalan sepertinya. Menduga-duga, apakah Agnimaya sudah mengetahui kenakalannya hingga tak sudi lagi mengakui sebagai adik.
"Maria!!!!"
Suara menggelegar itu mengejutkan semua orang yang ada, termasuk Arjuna yang dalam kegundahannya. Seorang wanita sekitar usia 40 tahunan memanggil anak perempuan seusia Nana, kasar ia menarik tangan anak yang berdiri tak jauh dari tempat Arjuna duduk
"Budhe!" Gadis bernama Maria berucap takut-takut.
"Bagus kau ya! Pulang ngaji bukan langsung pulang, malah melalak, keluyuran! Mau jadi apa kau, hah?! Anak gak tau diuntung! Masih bagus adekku mau biayai hidup kau!"
Maria tertunduk. Hatinya sakit. Ingin sekali ia menangis, tapi ia sudah cukup malu. Telinga yang tertutup jilbab, ditarik wanita itu. Sepanjang jalan telinganya dijewer dan gadis kecil malang itu terus dimarahi.
Arjuna merasa darahnya mendidih. Anak sekecil itu diperlakukan kasar yang bahkan ia sendiri tidak tahu di mana kesalahan fatalnya. Arjuna hampir menghampiri Maria jika saja tangannya tidak ditarik seseorang.
"Bang Bayu!"
***
Mendengar cerita Bayu tentang Maria, membuat Arjuna merasa iba. Maria adalah anak yatim yang ditinggal pergi oleh ayahnya sejak dalam kandungan. Ayah dan ibunya bercerai karena si ayah tidak mengakui Maria sebagai anaknya. Lalu tiga tahun lalu, saat Maria berusia 5 tahun, ibunya dinikahi oleh seorang duda beranak dua. Laki-laki dan perempuan. Usianya lebih tua dari Maria.
Keluarga ayah tirinya tidak begitu menyukai Maria. Hal itu terlihat jelas. Ibunya sering menangis diam-diam karena nasib anaknya yang begitu malang. Namun apalah daya, suami memang segalanya, bukan? Itu sudah menjadi hukum.
"Ibunya bodoh!"
"Kau terlalu cepat mengambil kesimpulan. Setiap orang memiliki alasan, Jun."
Arjuna terdiam. Benar. Sama seperti dirinya. Dia juga punya alasan untuk kenakalan yang ia perbuat. Mengapa jadi sok menghakimi orang lain? Lagi pula, ia bukan ingin membahas gadis kecil tak dikenal itu dengan Bayu.
"Aku putus dari Aisha."
"Bagus."
Arjuna menyeringai. "Aku ngincar primadona di sekolah."
Bayu tertawa. Arjuna tersenyum sinis.
"Gilak!"
Gantian Arjuna yang tertawa.
"Eh, aku besok sidang. Kau mau datang?"
"Siang?"
"Sore juga boleh."
"Apa rencanamu setelah lulus satu tahun lagi, Jun? Kau sudah kelas dua sekarang, kan?"
"Tidak tahu. Belum kupikirkan."
"Pikirkanlah,"
"Nanti. Setelah berhasil menaklukkan primadona, dan memamerkan ke Adrian ... baru kupikirkan."
"Jangan jahat sama cewek, ah."
Arjuna hanya tersenyum. Teringat akan perlakuan satu perempuan yang hampir membuat tubuhnya dinistakan oleh kaum terlaknat, Syafitri.
Bersambung ....