Berbaring di rooftop gedung sekolahannya, adalah kegiatan yang sering Arjuna lakukan ketika jam istirahat seperti saat ini.
Arjuna menutup matanya menggunakan lengan, Arjuna berkali-kali mengembuskan napas kasar. Arjuna bingung dengan perangaian Dini. Awalnya, Arjuna hanya ingin bermain-main deng primadona di kelas mereka itu. Tapi, semakin ke sini Arjuna sepertinya yang terjebak sendiri oleh pesona Dini.
Arjuna tersentak kaget saat merasakan hawa dingin menyentuh kulis pipinya. Seketika ia langsung bangun. Memang benar jika hawa-hawa dingin itu menandakan datangnya sesosok makhluk astral, dan kini ia merasakan itu.
Arjuna menatap tajam makhluk yang baru saja mengganggu kegiatannya berlamun ria. Siapa lagi kalau bukan adik kelasnya yang selalu membuat kericuhan itu, Krishna. Seharusnya, nama Krishna selalu berbuat kebajikan. Namun, Krishna yang satu ini malah lebih sering membuat keonaran. Satu geng dengan Arjuna memang si Krishna ini.
"Minum dulu, Bang! Kupikir akhir-akhir ini kamu banyak sekali pikiran, jadi wajahmu kusam seperti itu," ucap Krishna, masih menempelkan kaleng dingin di pipi Arjuna. Benar-benar ingin mati dia, sepertinya.
Arjuna segera menepis tangan Krishna, seketika itu juga kaleng minumannya terjatuh.
"Kalau kamu tak lagi ada urusan, sebaiknya kembalilah ke kelas, Krish! Aku masih ingin berada di sini sendirian," ucap Arjuna malas. Ia kembali merilekskan tubuhnya dan memejamkan mata.
"Aahh ... aku sangat tahu masalahmu, Bang. Kupikir jika Kak Dini itu tidak buruk juga. Meski awalnya Bang Arjun hanya main-main dengan dia, tapi jika Bang Arjun jatuh cinta sungguhan, memangnya kenapa?"
Krishna berucap. Ia mengambil posisi duduk di sebelah Arjun berbaring. Mereka berdua masih berada di atas rooftop. Langit memang mendung, jadi kulit mereka tidak akan terbakar sengatan sinar matahari.
Arjun kembali terlonjak mendengar penuturan Krishna tadi. Ia tak ingat pernah menceritakan masalahnya pasa adik kelasnya ini. Ah, mungkin saja Krishna pernah mencuri dengar percakapan dia dengan temannya yang lain.
"Krish!" pangil Arjuna pada remaja yang berada di sampingnya. Meski begitu, ia masih memejamkan mata dan menutup mata menggunakan lipatan lengan.
"Heum?" Krishna menyahut cepat. Krishna adalah salah satu orang yang terlihat begitu mengagumi sosok Arjuna itu.
"Apa kamu selama ini jadi penguntitku?"
"Hahh?!"
Ah, bodoh sekali! Arjuna merutuk dirinya sendiri dalam hati. Apa-apaan pertanyaannya itu? Memang siapa dia? Artis? Idol? Sepertinya ia butuh ke psikiater karena ia mengalami gejala-gejala narsis yang tak wajar seperti bocah tengik di sampingnya ini.
"Bang Jun?"
"Hm?"
"Ini sendainya, ya? Seandainya aku mulai menyukai pacarmu suatu saat nanti, apa yang akan kau lakukan?"
Arjuna tak menjawab, hanya seringaian seksi yang ia tampilkan.
***
Arjuna mendobrak pintu rumah milik Dini. Dari panggilan telpon tadi, ia mendengar Dini sangat ketakutan. Ia tak dapat mengabaikan wanita itu meski ia sudah jelas dikhianati.
Seminggu yang lalu, Arjuna memergoki Dini sedang bercumbu dengan murid baru di kelas mereka. Seorang remaja berkebangsaan Korea Selatan. Arjuna tidak peduli, karena selama ini ia merasa hanya bermain-main dengan Dini.
Namun, Arjuna tidak menyangka jika ia pada akhirnya akan peduli juga pada Dini, sang primadona itu.
"Dini!" panggil Arjuna, panik.
Namun, pandangan yang ia lihat hanyalah Dini dengan pakaian seksinya. Sepertinya, ia telah terjebak dalam lelucon yang diciptakan perempuan jalang itu.
Arjuna menyeringai. Ternyata, semua perempuan yang ia temui itu sama saja. Dini yang Arjun kira adalah sosok yang polos, tapi ternyata sosok yang nakal seperti halnya Aisha.
Jika seperti ini, Arjuna merasa seperti de javu.
"Ceh! Jalang! Jadi, kamu hanya menipuku, heh? Apa maksudmu bilang kalau ada perampok masuk rumahmu, eo?"
"Ah, iya. Dan saat ini perampoknya sedang bernegosiasi denganku." Dini melingkarkan tangannya ke leher Arjuna. Ia meniup pelan cuping telinga Arjuna. "Ugh~ apa kamu tak merindukanku, Jun?"
Arjuna mundur satu langkah. Ia tak ingin lagi tergoda dengan perempuan jalang, yang sialnya menjadi teman sekelasnya itu.
Arjuna tidak tahu seberapa keras kehidupan Dini sehingga mampu merubah gadis yang dulunya begitu polos itu, kini berubah seperti perempuan liar.
Dini terlihat tak menyerah. Ia mendorong Arjuna hingga jatuh ke sofa. Ia berhampur ke pelukan Arjuna, mengeratkan rengkuhannya, tak membiarkan Arjuna mendapat ruang gerak.
Dini mulai melumat bibir Arjuna, dan sepertinya ia berhasil membuat Arjuna menyerah. Mana mungkin kucing menolak jika diberi umpan ikan segar, bukan? Lagipula, mereka berada dalam usia yang hasratnya menggebu-gebu. Dan di usia yang ingin serba tahu dan coba-coba.
Selanjutnya, mereka melakukan kegiatan yang tidak seharusnya dilakukan remaja di usia mereka.
Arjuna tak berhak menuntut kesetiaan Dini, karena bagi dia Dini hanyalah jalang yang akan memuaskan hasratnya. Tak ada cinta, hanya nafsu semata.
Namun, Dini seolah tak masalah dengan itu. Asalkan Arjuna masih berada di pihaknya, ia tak keberatan walaupun Arjuna akan menikahi puluhan perempuan di masa depan nanti.
Bersambung ....