Tuan Rendi cukup terkejut melihat keberadaan putri sulungnya. Senyum Tuan Rendi mengembang melihat putri sulungnya, tapi di sisi lain ada raut kekhawatiran tergambar jelas dari wajahnya.
"Syukurlah! Akhirnya kau pulang juga, Sayang." Tuan Rendi menepuk pelan bahu Qiran. "Ayah sangat bahagia melihatmu di sekarang, Nak. Kota sudah tidak bertemu lebih dari satu bulan."
Qiran menyingkirkan tangan ayahnya dari bahu. Ia belum bisa sepenuhnya memaafkan lelaki yang mengkhianati ibunya itu. Meski sudah bertahun-tahun berlalu, tapi Qiran masih merekam jelas hati ibunya terluka karena lelaki itu. Meski seperti itu, Qiran tetap menghormati Tuan Rendi sebagai ayahnya.
"Aku menyesal pergi dari rumah ini, Ayah. Mulai saat ini, aku tidak akan membiarkan dia merasa menguasai istana ini sendiri," lirih Qiran, disertai seringaian yang terlihat licik.
Tuan Rendi yang tidak sepenuhnya mengerti ucapan putranya, kini hanya mengangguk. Ah, sepertinya ia melupakan sesuatu.