"Kenapa? Lo bosan yaa kalo gue selalu minta lo buat nemanin gue kemana pun gue pergi?" Kezia menampilkan wajah sedihnya.
Aldi dan Kezia, dua orang yang selalu tampak bersama-sama kemana pun mereka berada. Kezia yang terlalu tertutup pada awal masuk kampus, tak memiliki teman satu pun membuat Aldi berusaha untuk mendekatinya, mencari tahu hal yang membuat Kezia seperti itu. Dan akhirnya Aldi tahu jika Kezia memiliki hidup yang kelam. Ia selalu sendirian dan tak pernah mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Rasa kasihan itulah yang akhirnya membuat Aldi mendekati Kezia dan berusaha membuat gadis itu bahagia.
"Bukan gitu, Kez. Gue masih ada urusan nanti, makanya gue nggak bisa nemanin lo."
Kezia menatap ke depan, memasang wajah minta di kasihani, "Dulu aja, kemana pun lo selalu bisa nemanin gue. Tapi sekarang lo susah banget cuma buat nemanin gue doang. Apa gue segitu nggak pentingnya lagi buat lo?"
Aldi menggaruk tengkuknya, merasa posisinya disini serba salah. Salsha yang ingin ia jaga perasaannya dan Kezia yang bergantung kepadanya.
"Bukan gitu maksud gue, Kez. Gue pengen lo punya teman lain selain gue. Lo nggak bisa terus-terusan bergantung seperti ini sama gue." Aldi berusaha menjelaskan.
"Kenapa, Ald? Lo tahu selama ini gue nggak pernah dekat sama siapapun di kampus ini. Gue orangnya susah bergaul, lo tahu itu kan? Dan sekarang lo nyuruh gue buat cari teman lain. Kenapa? Lo ngerasa keganggu sama kehadiran gue?" Kezia menghapus airmata yang sempat keluar dari sudut matanya.
"Apa semua karena kehadiran Salsha?" Kezia terkekeh, "Ald, gue nggak ada teman selain lo, di kampus ini gue sendiri. Orang tua gue nggak pernah ada buat gue, mereka semua sibuk sama urusannya masing-masing. Sementara Salsha? Gue yakin dia punya orang tua yang sangat sayang sama dia. Dia punya Steffi dan sahabat lo yang lain. Dia nggak bakal ngerasa sendiri, dia nggak bakal ngerasain seperti apa yang gue rasain."
"Kenapa Tuhan nggak adil buat gue, Ald? Kenapa gue selalu sendiri seperti ini? Dan kalo pun lo udah nggak mau lagi temanan sama gue, gapapa. Pergi aja, Ald. Tinggalin gue. Gue emang di takdirkan untuk sendiri doang, ngerasa kesepian."
Aldi tak melihat Kezia meneteskan airmatanya menjadi tak tega. Aldi menarik Kezia ke pelukannya dan menghapus airmata gadis itu, "Maafin gue, Kez. Gue janji gue akan selalu ada buat lo."
"Gue cuma punya lo, Ald. Jadi tolong, jangan tinggalin gue sendiri."
Kezia menghapus airmatanya sembari tersenyum penuh arti.
"Well, airmata sialan ini berhasil bikin Aldi kasihan sama gue. Gue nggak bakal bikin lo ninggalin gue, Ald. Nggak akan!" batin Kezia.
****
Seminggu sudah Aldi dan Salsha tak pernah ketemu dan sudah seminggu pula setiap pagi Aldi selalu meletakkan bunga di depan rumah Salsha, sebagai permintaan maafnya. Ia belum menemui Salsha karena sekarang ia di sibukkan dengan tugas akhir semester. Tinggal seminggu lagi, Aldi akan menghadapi ujian akhir semester dan akan memasuki semester 5.
Tapi hari ini berbeda, Aldi akan memberikan sendiri bunga itu langsung kepada Salsha dan akan mengajak Salsha untuk keluar menikmati kota Jakarta di sore hari.
Aldi sudah berada di depan pintu rumah Salsha dengan berpakaian sedikit rapi, ia mencium aroma sedap dari bunga mawar itu, berharap semoga bunga ini membuatnya lebih dekat dengan Salsha lagi.
Aldi mengetuk pintu rumah Salsha, hanya dua kali ketukan, pintu itu pun terbuka menampilkan Salsha yang kusut dengan wajah baru bangun tidur. Aldi terkekeh melihat penampilan Salsha yang seperti itu. Menurutnya, Salsha cantik natural seperti ini.
"Ngapain sih lo datang sore-sore gini, gangguin gue tidur aja," sinis Salsha, "Mana gue jelek banget gini lagi." gerutu Salsha pelan.
Aldi berusaha menyembunyikan kekehannya tak mau membuat Salsha semakin kesal, "Gue mau ngasih ini sama lo," ucap Aldi sembari menyodorkan buket bunga itu.
Salsha mengernyitkan keningnya, "Bunga apa nih?" tapi tak urung Salsha meraih bunga itu.
"Bunga sebagai permintaan maaf gue sama lo, tentang masalah kemaren dan karena gue nggak ada nemuin lo seminggu ini."
Salsha mengangguk mengerti, "Lo pasti sibuk sama Kezia 'kan makanya lupain gue gitu aja. Tapi nggak papa, kok. Gue udah sangat-sangat tau diri, gue cuma masa lalu sementara Kezia itu masa depan lo. Iya 'kan?"
"Sok tau lo," Aldi menoyor kepala Salsha, "Lo masih marah ya sama gue?" tanyak Aldi hati-hati.
Salsha hanya menghendikkan bahunya, ia duduk di kursi teras rumah dan kembali menatap Aldi, "Gue pengen sih marah gue ke lo awet, tapi siapa yang tahan marah lama-lama kalo setiap hari di kasih bunga?" ucap Salsha sembari mengedipkan matanya.
Aldi terkekeh, ada sinar kebahagiaan yang terpancar di kedua bola matanya. Ia jongkok di hadapan Salsha dan memegang kedua tangan gadis itu, "Beneran nggak marah lagi sama gue?"
Salsha tersenyum sambil menggeleng, "Nggak, Ald. Gue paham posisi lo. Gue juga tahu kalo gue nggak berhak marah sama lo."
Aldi mencium kedua tangan Salsha bergantian, ia sangat merasa bahagia. Tak tahukah dirinya jika perbuatan Aldi yang seperti ini mampu membuat hati Salsha berdebar tak karuan.
"Aduh, Sha. Akhirnya lo maafin gue juga. Lo tahu nggak, selama seminggu ini gue nggak bisa tidur, kepikiran terus sama lo."
Salsha menoyor kepala Aldi, "Lebay amat lo. Tapi lo harus jelasin kemana aja lo selama seminggu ini sampe lo sama sekali nggak pernah nemuin gue."
Aldi duduk di samping Salsha, kelamaan jongkok pun membuat kaki Aldi sakit, "Gue ngerjain tugas, Sha. Banyak banget. Karena bentar lagi tuh gue ujian semesteran."
Salsha manggut-manggut mengerti, "Bareng sama Kezia lagi?"
Aldi mengangguk, tak mau membohongi Salsha lagi, "Gue bakal jelasin se detail-detailnya tentang siapa Kezia sama lo. Gue nggak mau lo mikir yang bukan-bukan sama gue."
"Yaudah cerita, gue bakal dengarin, kok."
"Tapi nggak disini, gue mau ngajak lo jalan-jalan di taman. Udah lama 'kan kita nggak jalan? Gue kangen kali."
Salsha terkekeh, lantas mengangguk, "Okee, tapi gue mandi dulu. Lo tunggu disini ya."
***