Di pagi buta, di saat masih gelap. Tepat di jam 4 subuh Hanum di giring oleh seorang perawat dan seorang petugas kepolisian.
Hanum bingung ada apa seorang polisi membawanya keluar dari ruang perawatan bersama seorang perawat.
Hanum tiba di tempat perkiraan mobil kepolisian.
"Naik Hanum.." perintah perawat itu ketus.
Hanum naik tanpa bertanya ia pasrah hendak ada proses hukum apa yang akan ia dapatkan.
Selama di perjalanan petugas polisi dan juga perawat bungkam. Hanum hanya dapat menerka-nerka, apakah ia akan berakhir di penjara.
Namun nyatanya satu mobil kepolisian itu membawanya kembali pulang kerumah.
Hanum yang melihat rumahnya masih terbuka pun merasa enggan untuk turun.
Saliva Hanum turun dengan kasar, hatinya bimbang antara ingin bertemu dengan sang ayah namun juga enggan bertemu dengan nita dan sang ibu tiri. Sang perawat yang membawanya melirik dengan sini.
"Kamu harus turun Hanum..dan kemasi barang-barang kamu" ujar perawat ketus.
"Hah?? un-tuk apa?" tanya Hanum bingung.
Sang perawat menatap dengan jijik.
"Para warga desa sudah sangat marah sama kamu, jadi mereka mengusir kamu dan suami untuk keluar dari desa pagi ini juga.."
Deg.. Hanum syok.
"APA!!" seru Hanum tak percaya. "Pa-gi ini??"
Seorang polisi menatap Hanum dengan begis.
"Sudah jangan banyak ngomong, waktu terus berjalan nanti atasan saya bisa marah jika tugas ini belum selesai!!"
Mendengar teguran itu sang perawat mendorong tubuh Hanum untuk cepat turun.
Hanum dengan terpaksa turun dari mobil polisi itu.
"Kamu gak punya banyak waktu, cepat bereskan barang kamu seperlunya.. dan segera pamit sama orang tua kamu" pesan perawat itu memberi peringatan.
Kaki Hanum pun akhirnya melangkah menuju menuju rumahnya.
Hening dan sepi, tak akan ada yang sadar jika ia pergi sepagi ini.
Pintu terbuka dan ternyata ibu dan Nita berada di sana dengan wajah kebencian pada pelaku Zina yang akhirnya pulang setelah hendak bunuh diri.
"Ibu..Nita" sapa Hanum pelan.
"Kamu benar-benar memalukan nama keluarga Hanum, setelah perbuatan Zina kamu pikir dengan cara mati masalah selesai??" cecar Nita kesal.
"Nita..aku.." seru Hanum sedih.
Namun terlihat wajah ibu tirinya menantap dingin pada Hanum.
"Semua barang-barang kamu sudah ibu kemasi.." ujar sang ibu tiri ketus.
Hanum terperangah.
"Itu.. segitu ibu rasa cukup untuk kamu bawa pergi" tunjuk ibu pada sebuah tas kain yang berukuran sedang di sudut dinding.
"Ibu???" lirih Hanum menangis.
"Pergi..pergi sejauh yang kamu bisa Hanum dan jangan coba-coba untuk kembali.. kamu sudah bukan keluarga ini lagi.."
Hanum kian menangis dan akhirnya bersumpah di kaki sang ibu tiri.
"Ibuu?? Hanum.. Hanum.." ucapnya tergantung berat.
Namun sang ibu tiri tak peduli bahkan tak merasa iba pada ratapan anak tirinnya itu.
Petugas kepolisian datang dan menyadarkan keluarga itu.
"Hanum!!" seru polisi itu memanggil. "Ayo pergi!!" perintah polisi itu tegas.
Hanum menggeleng dengan tangis sesegukan.
"Hanum mau ketemu Ayah.."
"TIDAK!!" tentang ibu keras.
"Ibu??"
"Kamu tidak ibu izinkan masuk ke kamar Ayah.." ucap ibu tegas pada anak tirinya.
"Tapi Hanum.. Hanum ingin bertemu Ayah, bu" pinta Hanum memelas.
"Tidak!!" sahut ibu tak bergeming dengan pendiriannya. Dengan tatapan penuh benci pada sang Anak tiri ibu mengancam Hanum.
"Kamu mau??? Ayah mu itu mati ketika tau kamu di usir dari desa??" ucap ibu penuh penekanan.
Hanum dilema, ucapan sang ibu tiri ada benarnya, namun hati nuraninya juga tak bisa di bohongi jika ia ingin berpamitan pada sang Ayah.
"Pergi, hanum..pergi.. ibu dan Nita yang akan menjaga Ayah kamu di sini dan menanggung malu akibat perbuatan kamu yang sangat tidak bermoral itu" tutur ibu menambah kesakitan pada hati Hanum.
Dengan derai tangis, akhirnya Hanum mengalah. Ia bangun dari simpuhnya di kaki sang ibu.
Hanum mengambil tas yang sudah siap ia bawa bersama dirinya. Sesaat Hanum menoleh ke belakang untuk terakhir kalinya menyimpan gambaran rumah yang dulu begitu hangat.
"Ibu, Nita.. tolong jaga Ayah.. " ucap Hanum dengan air mata menyertai langkahnya meninggalkan rumah yang memiliki banyak kenangan di sana.
Sang polisi mengiringi langkah Hanum menuju mobil polisi. Suasana begitu dingin pagi itu, dingin seolah dapat menusuk sampai kehati.
Hanum tak bisa berbuat banyak, ia akhirnya meninggalkan rumah masa kecilnya.
"Ayah.. maafkan Hanum.. semoga Ayah selalu sehat, Hanum mohon doakan Hanum..Hanum berharap suatu saat bisa pulang dan bertemu lagi dengan Ayah..Ayah.." lirih batin Hanum yang masih kebelakang untuk mengirim doa lewat batinnya.
"Ayo cepat!!" dorong polisi sedikit kasar pada Hanum.
***
Tak berselang lama, mobil yang menbawa Hanum pun tiba di satu tempat. Disana sudah berdiri beberapa orang polisi dan yang perangkat desa.
Dan wajah Hanum terkaget ketika melihat mas Bayu yang merupakan camat desa itu pun berada disana dengan wajah murung.
Tak lama, terlihat seorang pria yang di bawa secara paksa dari mobil polisi yang lain. Pria itu terlihat tidak begitu baik, beberapa bekas memar masih terlihat di wajahnya.
Ia dipaksa berdiri di samping Hanum yang terlihat sedikit takut.
Dan tak lama, Bayu mendekat pada pasangan Zina itu dengan wajah dinginnya.
"Hanum... Agung.." seru Bayu mengambil alih perhatian keduanya. "Setelah berembuk kami para perangkat desa sepakat jika pagi ini kalian harus keluar dari desa ini.. demi menjauhi ajukan massa yang sangat marah pada kalian.." jelas Bayu tajam.
Bening air mata Hanum kembali jatuh mendengar ucapan mas Bayu yang merupakan calon suaminya itu.
Dan tak di sangka Bayu menatap tajam pada wajah wanita yang ia cintai itu dengan penuh kecewa.
"Dan kau Hanum.. sungguh aku tidak pernah menduga jika kau.. kau akan setengah ini" ucap Bayu kecewa.
Hanum tak bisa menemukan satu kata pun untuk membela diri dihadapan mas Bayu yang memiliki wewenang akan desa itu.
"Bawa hanum ke mobil.." perintah Bayu pada petugas yang mendampingi Hanum.
Lalu tatapan ke bencian Bayu pun kini jatuh pada Agung yang terlihat sombong.
Dengan satu langkah pasti ia menarik kerah baju Agung yang sudah terdapat noda darah disana.
Para polisi sontak terkaget ketika pak Camat terlihat emosi pada Agung.
"Aku pastikan perusahaan mu tak akan pernah bisa masuk wilayah ku!!" ancam Bayu tegas pada Agung. "Dan kau, akan aku hancurkan!!" timpal Bayu bernada serius.
Agung menyeringai tak gentar pada ancaman Bayu.
"Coba saja.. dan kau akan lihat jika wanita itu yang akan menderita!!" balas Agung sombong. Lalu menepis tangan Bayu dari bajunya dan berlalu pergi meninggalkan Bayu begitu saja.
Bayu mengepalkan tangannya dengan kesal, andai ia bukan kepala desa. Mungkin ia tak akan segan untuk menghajar pria brengsek yang sudah merusak wanita yang ia cintai.
Pagi kian menjelang, dan mobil avanza yang sengaja di pesan pun pergi membawa pasangan Zina itu.
Bayu hanya bisa menatap dalam pedih, melihat wanita yang ia cintai kini pergi. Pergi bersama pria brengsek.
***
Di dalam mobil sendiri, terlihat Agung duduk di kursi depan. Sedangkan Hanum di kursi tengah seorang diri dengan memeluk tas yang ia bawa bersamanya.
Agung terlihat tertidur di sepanjang perjalanan. Ia tidur dengan lelap karena selama di penjara ia tak bisa tidur dengan tenang.
Sedangkan Hanum hanya menatap jalan yang ia lewati dengan terus menebak-nebak akan kemana ia di bawa. Dan sejauh apa ia akan pergi bersama pria yang bernama Agung ini.
Ada rasa cemas juga gundah, karena Hanum tak pernah pergi jauh dari desa. Ia tak pernah melihat dunia luar selain desanya.
Ia berdoa, semoga di tempatnya yang baru ia bisa bertemu orang-orang yang baik dan membuka lembaran baru untuk menata hidup bersama pria asing yang sudah menjadi suaminya itu.