Chereads / From Nanny to Honey (Please, Be Mine) / Chapter 5 - Orange vs Blue

Chapter 5 - Orange vs Blue

Melati dan Devano. Mereka bertemu kembali. Kali ini Devano memperkenalkan dirinya terlebih dahulu dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya.

"Iya, sama-sama, Mas. Memang sudah kewajiban saya untuk memastikan keselamatan, Anda."

"Enggak usah panggil Mas. Toh situ lebih tua dari saya kan?"

Dug, Melati terkena mental seketika. Ia bingung harus memanggil apa. Jika nama, terdengar tidak sopan, karena Devano adalah majikannya. Sementara adek, dia bukan Kakak atau saudaranya.

Di situ Yura juga datang dan menjelaskan kembali apa yang harus dikerjakan oleh Melati. Mulai dari menyiapkan makanan, mengajari Devano berjalan, mengambil apa yang diinginkan Devano. Dan ada satu hal yang tak bisa dilakukan oleh Melati.

"Haruskah saya menggantikan pakaian Tuan?"

Devano memang jahil. Ia mengangguk dan Melati semakin terkena mental. Lalu gelak tawa terdengar dari Devano.

"Enggak wajib, tapi kalau kamunya mau, kenapa enggak?" Kedua alis Devano ia naik turunkan seperti sedang menggoda Melati.

Ibu Devano berterima kasih karena sudah menyelamatkan anak bungsunya tersebut. Dia secara pribadi menghampiri Melati dan Devano. Yang mana mereka berdua sedang berada di taman.

Melati benar-benar sedang mengasuh bayi. Tetapi bayi besar. Big baby. Semua keperluan Devano selalu ia sediakan tanpa harus disuruh. Karenanya ia mudah dekat dan mulai akrab bersama Devano.

Lihatlah, sekarang Melati tengah membimbing Devano berjalan. Ia mengajarkan cara berjalan yang benar dan berpegangan.

"Melati, terima kasih karena sudah menemukan Devano. Jika tidak ada kamu, mungkin hal yang lebih buruk dari itu yang akan terjadi."

"Iya, Nyonya. Sama-sama."

"Ya sudah kalau begitu kalian lanjutkan saja latihannya. Jangan lupa obatnya, Melati." Si Ibu menyentuh bahu Melati sambil tersenyum.

Seharian Melati disibukan menjaga Devano. Ia mulai kecapekan, butuh istirahat, tetapi masih nekat untuk menjaga Devano.

Saat malam datang, waktunya untuk Devano tidur. Melati diberi kejutan lagi. Kamar mereka berdua berdampingan. Dan itu semakin membuat Melati berkhayal tinggi.

Apakah ini takdir? Atau hanya sekedar ketidaksengajaan saja. Yang jelas, Melati sedikit lega. Sebab, jika Devano memerlukan apa, ia bisa dengan sigap segera datang ke kamar samping. Tanpa harus berlarian naik ke lantai atas lagi.

Rumah Devano juga dilengkapi dengan lift. Hanya saja, Surti melarang Melati untuk menggunakannya. "Jangan pernah kamu masuk atau menginjakkan kaki jelek kamu itu di sini ya." Ya, gadis itu terngiang dan mengingat dengan sangat jelas larangan yang dikatakan Surti.

Padahal sesama pekerja, tetapi lagaknya seperti tuan rumah. Sementara si Tuan rumah tidak mempermasalahkannya.

Keesokan hari, Surti dimarahi oleh Ibu Devano. Karena Devano sudah mengadukan kelakuan buruk dan licik Surti

Tidak hanya itu, ia dihukum dengan mengerjakan semua pekerjaan yang dilakukan oleh Kalsum. Di situ, Melati merasa bersalah. Tidak seharusnya ia memberitahu kepada Devano tentang kelakuan Surti.

"Ini bukan salahmu, tetapi ini adalah kelalaian dari keluarga kami. Maaf."

Mata Devano masih belum bisa melihat dengan jelas. Bayangan melati samar-samar di kedua bola mata Devano. Tetapi ia sangat mengenal suara yang khas dari Melati.

Selain itu kaki Devano masih keram dan kaku. Usaha Melati juga begitu besar agar bisa menggerakkan otot-ototnya yang sudah lama tidak dilatih berjalan.

"Oh iya, kenapa Tuan bisa tertabrak motor?" tanya Melati, sementara kedua tangannya sibuk memegang sendok serta gelas.

Ia tengah menyuapi Big baby-nya. "Kata Buk Kalsum, Tuan tidak biasa berbicara banyak. Hm, terus kenapa samaku kok banyak bicara ya?"

"Mungkin karena kamu orangnya asik," jawab Devano asal. Tetapi ucapan itu cukup membuat Melati tersenyum.

"Halo. Kenapa diam? Air mana air. Haus," protes Devano.

"Hehe, ini nyata bukan mimpi."

"Maksudnya?"

"Iya, awalnya kupikir ini hanya ada dalam film-film saja. Tetapi aku secara langsung memerankannya."

"Kamu ngomong apa? Aku tidak paham!"

"Hus, anak kecil gak akan paham urusan orang dewasa, haha."

Devano mulai menampilkan lesung pipinya yang selama dua hari ini tersembunyi. "Masya Allah," puji Melati dalam hati dan kembali diberi surprise oleh Devano.

Cowok yang penuh dengan kejutan dan sengatan. Ya ketahuan deh sifat alami Melati. Sejujurnya, ia merupakan cewek yang bobrok dan bawel. Tetapi, ia tahu cara menempatkan diri dalam situasi seperti itu.

Saat berada di dekat Devano, ia harus memperlihatkan keceriaan selalu dan tersenyum. Meski Devano tidak bisa melihat, tetapi laki-laki itu pasti merasakannya.

Berbeda halnya di kamar, Melati akan menangis tersedu-sedu mengingat tempatnya yang begitu jauh dari keluarganya.

"Warna kesukaan kamu apa?"

"Orange."

"Alasannya?"

"Hm, karena orange itu bisa membuat orang di sekitarnya merasakan kehangatan selalu dan nyaman. Bagaimana dengan Tuan?" Melati balik bertanya sambil membersihkan sisa makanan yang jatuh di baju Devano.

"Biru."

"Saya tahu, karena diam itu tenang. Seperti warna air di lautan. Mereka akan diam dan berlabuh dengan tenang."

"Pintar!"

Setiap warna memiliki arti dan maknanya. Alasan kenapa Melati memilih orange adalah ia ingin menjadi setitik cahaya yang terang meski ditempa kesulitan. Karena itu berusaha untuk terus tersenyum di depan orang-orang dan akan menjadi sad girl bila berada dalam kesenian.

Begitupun dengan Devano. Ia percaya suatu hari nanti bisa melihat lagi, berjalan layaknya orang normal dan kembali kepada dunia yang sudah merenggut penglihatannya selama hampir lima bulan lamanya itu.

Seperti buih di lautan dan bak batu karang yang dihempaskan oleh ombak. Meski ia ditampar setiap detik, tetapi ia masih kuat bergelut dengan dunia yang kejam ini.

Kita juga bisa belajar dari padi. Semakin berisi semakin merunduk. Ya, semakin banyak cobaan yang datang, setidaknya menjadikan kita manusia yang sabar.

Dan bagi yang diberikan nikmat, semakin banyak mengucapkan syukur. Hendaknya.

Jangan menjadi benalu. Sudah hidup susah, tetapi gaya ketinggian. Nah, banyak dari remaja zaman sekarang seperti benalu.

Bukan hanya dalam keluarga saja, tetapi di lingkungan sekitarnya pun. Jika kau terus seperti itu, percayalah. Tidak akan ada orang yang ingin berteman, jangan berteman. Mungkin untuk bertatap muka saja mereka enggan.

Ketulusan bisa menjadikan kita manusia yang berderajat tinggi. Dibumbui dengan sabar yang tidak pernah ada habisnya.

Niscaya, kamu adalah orang masa kini yang terampil dan ditunggu selama jutaan tahun lamanya.

***

"Am, alhamdulillah. Akhirnya habis juga makanannya," papar Melati, senang. Lalu meletakkan piring kotor ke belakang.

"Sebentar, jangan ke mana-mana. Oke?" Gadis yang memakai jepitan rambut orange itu berlarian menuju dapur dengan cepat dan kembali secepat kilat.

"Cepat sekali."

"Iya dong. Kan aku strong women."

"Jadi kamu mau ke mana lagi nih. Biar Kakak anterin, hehe," canda Melati sambil mendorong kursi roda yang diduduki oleh Devano.

"Kakak? Enggak mau punya Kakak seperti kamu," balas Devano.

"Iya deh." Melati berkeliling rumah majikannya yang sungguh besar itu.

Di tengah jalan, Melati memetik setangkai bunga mawar. Lalu memberikannya kepada Devano.

"Coba tebak, bunga mawar ini warna apa?"

"Merah."

"Salah, yang benar adalah warna putih. Karena putih itu sederhana, suci dan bersih."