Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Ici

🇮🇩Never_Change
--
chs / week
--
NOT RATINGS
8.2k
Views
Synopsis
Aku adalah seorang gadis yang memiliki kehidupan serba berkecukupan. Apa yang aku inginkan pasti terkabul. Namun satu hal yang belum bisa aku dapatkan. Cinta. Cinta dari sosok pria yang memandangku apa adanya. Bukan karna harta, paras, atau adik dan anak dari pengusaha sukses. Aku pernah menjalin hubungan dengan beberapa pria. Namun tidak ada yang lebih dari 10 hari! Karena apa? Karena mereka memandangku hanya melalui fisik dan harta. Aku korban kejahatan yang mereka lakukan. Namun semua itu aku tutupi dari keluargaku. Karena aku tahu, mereka pasti akan langsung melenyapkan pria-pria yang telah memanfaatkanku. Sejak kejadian memilukan itu, aku pun memutuskan untuk mandiri di kota asing dan di negara asing. Pontianak! Aku memilih kota itu di banyaknya kota yang ada di Indonesia. Kenapa? Karena kota itu jarang diketahui oleh orang-orang di luar sana. Aku juga memutuskan untuk berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di sana. Setidaknya di sana aku bisa cepat mendapatkan gelar S1 tanpa harus menunggu 4 tahun. Inilah aku Elmeira Farrand, putri dari Steven Farrand dan Rianti Soraya, serta adik dari Ares Farrand.
VIEW MORE

Chapter 1 - Lari dari kak Ares

Malam datang. Aku sudah berada di kampus sejak sejam yang lalu. Sengaja memang. Aku memang sengaja mengambil mata kuliah malam. Kenapa? Karena aku bisa dapat percepatan melalui kuliah di malam hari. Aku cukup bahagia dengan kehidupanku di kota ini. Walaupun harus nge kos di tempat yang ukurannya hanya seperempat dari kamarku di rumah daddy, aku merasa nyaman. Setidaknya kamar kos ku tidak sesunyi di rumah daddy.

Tinggal di sini juga nyaman. Tidak ada keluarga nyinyir yang terus menerus merendahkanku. Entah terbuat dari apa mulut adik ipar daddy yang note bane nya adalah Tante ku. Dia, suaminya, anaknya, selalu mendikte apa yang ada dalam diriku. Menyebalkan, bukan? Haha, tentu saja!

"Elmeira," panggil Novi membuatku menoleh kearahnya.

"Ada apa?" sahutku.

"Kamu lagi lamunin apa?" tanyanya.

"Ah, tidak. Aku tidak melamunkan apapun," elakku dengan senyum tipis.

"Tapi.."

"Sebaiknya kita masuk kelas. Dosen bentar lagi masuk," ajakku dengan mengalihkan pembicaraan.

"Ha? Ohh, ayo!"

Kemudian kami pun berjalan masuk menuju kelas Informatika. Ya, benar. Aku mengambil jurusan Teknik Informatika. Tidak, aku tidak akan mengambil jurusan bisnis atau ekonomi seperti kakak. Cukup aku di banding-bandingkan dengannya selama ini.

"Baik semuanya, tutup buku kalian. Kita akan melakukan kuis hari ini!" seru pak Bram membuat sebagian mahasiswa mengeluh berjamaah. Sedangkan aku hanya bisa menghela nafas mendengar seruan itu.

"Yah bapak, kok mendadak sih?"

"Kita belum ada persiapan, pak."

"15 menit lagi lah, pak."

Mahasiswa mengeluarkan argumennya masing-masing karena kuis dadakan yang diadakan oleh pak Bram. Novi sendiri ikut mengeluarkan suaranya untuk protes sedangkan aku hanya menggeleng melihat mereka. Apa semenakutkan itu kuis Informatika?

"DIAM SEMUA!" seru pak Bram dan mendadak semua mahasiswa yang tadi ribut, mengatupkan mulut mereka.

"Jika ada yang berani protes lagi, silahkan angkat kaki keluar!" seru pak Bram dengan nada tegas.

Glek

Kalau ada yang protes, bisa-bisa nilai satu angkatan tidak akan lebih dari B. Aku pun mulai was-was dengan sekelilingku, jaga-jaga ada yang tidak mendengarkan ucapan pak Bram.

"Baik jika tidak ada yang mau keluar, silahkan masukkan buku kalian ke dalam tas. Kita mulai kuisnya sekarang!" ucap pak Bram yang langsung dilaksanakan oleh kami sekelas.

Kuis kali ini lumayan susah dari yang kemarin-kemarin. Aku mengedarkan pandangan keseluruh kelas dan mendapati berbagai macam ekspresi dari mereka yang mengerjakan kuis ini.

"Elmeira!" panggil pak Bram membuatku langsung menoleh ke depan. Kini semua perhatian kelas tertuju padaku dan aku tidak suka itu.

"Kamu menyontek, ya?" tanya pak Bram membuatku menggeleng.

"Tidak, pak." Jawabku jujur.

"Kenapa kamu saya perhatikan melirik-lirik teman-teman mu?" tuduh pak Bram dengan wajah curiga.

"Saya hanya melirik-lirik saja, pak. Saya tidak berniat menyontek," belaku.

"Kalau begitu mana kertas kamu?" tanya pak Bram. Aku dengan helaan nafas berat kemudian maju ke depan untuk memberikan kertas itu pada pak Bram.

"Ini, pak." Ucapku sembari memberikan kertas kuis yang sudah aku selesaikan terlebih dahulu pada pak Bram.

Pak Bram meneliti semua jawabanku dan membuatku berdiri cukup lama karenanya. Aku melirik jam yang tergantung dibelakang pak Bram. Setengah jam lagi kelas pak Bram berakhir. Dan itu terasa cukup lama untukku.

"Baiklah, kamu boleh keluar dulu. Jawaban kamu hampir sempurna. Seperti biasanya, kamu tidak pernah mengecewakan, Elmeira." Ucap pak Bram membuat senyumku mengembang.

"Terima kasih, pak." Ucapku dan kemudian mengambil tas dan pamit keluar kelas.

"Sekarang aku harus kemana? Ini baru jam 8," gumamku sambil menyusuri koridor.

"Elmeira!" seru seseorang dibelakangku.

"Gibran?" gumamku melihat pria dengan wajah lumayan tampan berlari menghampiriku.

"Ada apa?" tanyaku cepat. Aku tidak suka berbasa-basi.

"Sudah selesai kuis?" tanya Gibran balik.

"Hm." Balasku singkat.

"Habis ini mau ke mana?" tanya Gibran membuatku memutar bola mata malas.

"Mau balik ke kos. Tugas dari bu Ima belum kelar," jawabku sembari mempercepat langkah.

"Aku antar?" tanyanya menawarkan diri.

"Gak usah!" tolakku dan kini sudah berada di lantai dasar.

"Aku duluan." Pamitku tanpa melihat dia lagi.

Gibran Ananda. Pria yang mengejar-ngejar aku dari semester awal. Aku tahu kenapa dia mengejarku, karena dia tahu siapa aku sebenarnya. Dia pikir aku tidak tahu kalau identitasku sudah terbongkar di depannya?

"Kak Ares?" aku terkejut saat melihat kak Ares muncul tepat di depan kosku.

"Ngapain kak Ares ke sini?" tanyaku entah pada siapa?

"Hei nona!" panggil seorang pria dibelakangku membuatku sedikit terlonjak kaget karena ulahnya.

"Sial! Siapa kau?" tanyaku sarkas.

"Ah, maaf membuatmu terkejut." Ucapnya sambil menggaruk tengkuknya.

"Aku Will." Ucapnya dengan senyum mengembang membuatku menatapnya bingung.

"Lalu?" tanyaku.

"Apa kamu mengenal gadis yang menginap di kosan itu?" tanyanya sambil menunjuk kearah kak Ares berdiri.

"Ah, Elmeira?" tanyaku berpura-pura.

"Iya, namanya Elmeira. Apa benar dia tinggal disana?" tanyanya.

"Iya, dia tinggal disana bulan lalu. Tapi sudah pindah kearah tiga batu." Ucapku berbohong. Aku tahu pria ini pasti teman kak Ares.

"Benarkah?" tanyanya tak percaya yang aku balas anggukan.

"Ah dasar si Ares kampret! Kita udah nunggu 3 jam di sini. Ternyata alamat palsu yang kita dapat." Ucap pria itu membuatku tertawa mengejek.

"Kalau begitu saya permisi," pamitku meninggalkan pria itu dengan senyum puas.

Memang enak dibohongi anak kuliahan?

Grap!

"Shit!" sentakku saat ada sebuah tangan menahan lenganku.

"Kau pikir bisa membodohiku, gadis kecil?"

"Sial!" rutukku. Ternyata dari tadi pria itu hanya akting. Aku pun membalikkan badanku menatap pria itu dengan wajah datarku.

"Apa mau mu?" tanyaku tak suka.

"Temui kakak mu. Dia mengkhawatirkan mu." Balas pria itu.

"Jika aku tidak mau, kau mau apa?!" Ucapku dengan alis terangkat.

"Apa perlu kau aku paksa?" tanyanya membuatku menatapnya menyipit dan senyum smirk ku keluarkan.

"Paksa? Silahkan!" ucapku yang langsung melepaskan tangan pria itu kasar dan berlari menjauh dari mereka.

"Kalian salah lawan!" gumamku dan terus berlari dan menghilang di tikungan.

"Sial! Kemana larinya gadis itu?" ucap seseorang yang masih bisa ditangkap indra pendengaranku.

"Siapa yang kau kejar?" tanya sebuah suara yang sudah lama tak aku dengar.

Kak Ares..

"Adikmu lah! Siapa lagi?" balas pria itu kesal.

"Apa? Di mana dia?" tanya kak Ares.

"Dia mencoba membodohiku tadi. Tapi aku berhasil menangkap tangannya. Sayangnya, dia kabur dan melepas paksa tanganku." Jelas pria itu.

"Sudahlah, sebaiknya kita cari dia besok." Ucap kak Ares. Kemudian langkah kaki menjauh dari tempatku bersembunyi. Aku memastikan sejam ke depan kalau-kalau mereka menjebakku lagi.

"Jangan mencariku, kak. Aku sudah nyaman dengan kehidupanku sekarang." ucapku pada diriku sendiri dan kemudian memeluk kakiku erat.