"Hei boru-boru (Hei anak gadis)!" panggil Bona teman kerjaku.
"Apa sih, Bon. Bisa pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar aja ga, sih?" kesalku sambil menggelengkan kepala.
"Ah, cam mana nya kau ini ito? Sudah setahun kau di sini, masa tak bisa juga bahasa batak?" ucap Bona membuatku tertawa kecil.
Ah iya! Aku baru sadar, sudah setahun lamanya aku pindah ke kampung ini. Sejak kejadian di pesta pernikahan kak Ares, aku memilih untuk pulang ke Pontianak sebentar, untuk pamit pada Novi dan menyuruhnya untuk memberikan surat pengunduran diriku pada pihak kampus. Lalu aku langsung mengambil kapal ke Dumai dan berakhir di kampung ini.
Flashback on..
"Kamu janji kalau ga akan pergi, Ra. Hiks.." Ucap Novi dengan air matanya.
"Maafin aku, Nov. Aku ga bisa. Aku udah mutusin buat pergi dari mereka. Ini nomor aku yang baru. Kalau ada apa-apa, hubungin ke situ aja. Tapi ingat, jangan pakai nama aku simpannya. Pakai nama samaran, oke?" ucapku padanya dengan senyum mengembang.
"Baiklah. Kamu hati-hati, Ra." Ucapnya yang aku angguki.
"Bye, Nov." Pamitku dan kemudian mengambil perjalanan kapal menuju Dumai. Setidaknya kalau dengan kapal, identitas lebih bisa tersembunyi dari pesawat.
"Eh-eh, unang melamun ho, ito (Jangan melamun kau). Disambar begu anon, ho (Di masuki hantu nanti)." Ucap Bona membuatku menggeleng.
"Iya-iya, Bon. Aku ga ngelamun kok." Ucapku mengerti dengan bahasa yang dia ucapkan.
"Sudah waktunya makan siang, mau makan bareng tak kau?" tawar Bona membuatku berpikir sejenak dan kemudian mengangguk.
"Bolehlah, Bon. Aku juga sudah lapar." Ucapku. Kami berdua pun keluar dari kantor menuju rumah makan terdekat untuk mengisi perut.
"Pesan apa kau?" tanya Bona.
"Nasi ayamnya saja sama es tehnya." Jawabku dari tempat dudukku.
"Nah pesanan kau." Ucap Bona meletakkan pesananku dan pesanannya. Kemudian kami makan tenang tanpa ada suara, hingga makanan itu habis tak bersisa.
"Akhirnya kenyang juga abang, dek." Ucap Bona membuatku menggelengkan kepala melihat tingkahnya.
"Berapa pesanan aku tadi, Bon?" tanyaku sambil merogoh sakuku.
"Udahlah, Nel. Kau ini kayak sama siapa aja." Ucap Bona menolak uangku.
"Ih, ga boleh gitu, Bon. Kamu sama aku sama-sama susah. Jadi ga boleh gitu." Ucapku memberikan uang lembaran berwarna hijau pada Bona.
"Sudahlah, Ra. Nanti kalau aku tak bisa bayar, baru kau bayarkan." Ucap Bona membuatku memutar bola mata malas. Selalu seperti ini jawabannya.
"Okelah kalau begitu, ito. Mauliate ya(terima kasih ya)," ucapku diiringi senyum khasku.
"Bah, olo ma ito." Ucap Bona dan kami berdua pun tertawa.
Setelah itu kami pun kembali ke kantor hingga jam pulang tiba. Aku pun membereskan barang-barangku dan mulai melangkahkan kaki keluar kantor. Sebenarnya kantor ini bukan kantor yang pelamarnya harus pakai Ijazah, KTP, KK, dll. Tapi kantor ini kantor yang melihat kinerja kita, makanya aku mau melamar disini. Kalau tidak, pasti daddy dan kak Ares akan dengan mudah menemukanku.
"Sudah sampai, kak." Ucap supir becak yang mengantarku.
"Terima kasih ya, bang." Ucapku dan dia mengangguk. Aku juga tidak membeli kendaraan sendiri, karena apa? Karena kalau membeli kendaraan, harus ada identitas kita dan itu akan mempermudah daddy melacakku.
"Huft! Apa kabar ya, mereka?" tanyaku sambil melihat foto pernikahan kak Ares yang aku ambil lewat media elektronik. Foto di mana aku, kak Ares, kak Resya, mommy, dan daddy tertawa dan tersenyum.
"Aku kangen kalian.," Lirihku dan kemudian setetes air mata jatuh.
Drrt.drrt.drrt.
"Halo?" sapaku sambil menghapus air mata yang keluar dari mataku dan meletakkan kembali foto keluargaku.
"Ra! Kamu udah balik kerja?" tanya Novi di seberang sana.
"Udah, Nov." Balasku sembari mengusap air mataku.
"Syukur deh, terus gimana kabar kamu?" tanya Novi.
"Baik, kamu sendiri?" tanyaku balik.
"Aku sangat-sangat baik. Tapi akan lebih baik lagi kalau ada kamu, Ra. Ada yang bisa aku contek, hahaha.." jawabnya dengan tawa.
"Kamu mah gitu, Nov. Kan aku jadi kangen sama kamu. Hehe," Ucapku kesal dan kemudian terkekeh pelan.
"Sini lah, Ra. Main-main ke sini. Ini udah setahun lho, Ra. Gibran udah ada target baru tuh," Ucap Novi membuatku menghela nafas.
"Ah iya, gimana kabar mereka?" tanyaku dan Novi mengerti siapa itu mereka?
"Selamat Ra!" serunya membuatku kebingungan.
"Selamat buat apa?" tanyaku. Ulang tahunku masih lama. Main selamat-selamat aja!
"Kamu bakalan jadi tante!" seru Novi.
"Jadi tante? Maksud kamu?" tanyaku mengernyit bingung. Apa? Tante? Kak Resya hamil?
"What? Kak Resya hamil?" tanyaku tak percaya.
"Iya, kakak ipar kamu hamil." Sahut Novi.
"Syukur deh, setidaknya mereka terhibur dengan calon anggota baru dikeluarga nanti." Ucapku mengingat betapa marahnya daddy mengetahui kepergianku. Aku mengetahui itu semua dari Novi.
"Walaupun bakalan ada anggota baru, Ra. Mereka tetap aja nyari kamu." Ucap Novi membuatku meringis.
"Sudahlah, Nov. Sudah setahun berlalu. Aku senang dengan kehidupanku sekarang." ucapku.
"Oke, aku ga akan bahas lagi." Ucapnya.
"Oh iya, aku tutup dulu ya. Mau ngampus nih." Ucap Novi yang aku balas anggukan.
"Oke, bye Nov." Ucapku dan panggilan terputus.
"Hiks..hiks.."
"Maafin Elmeira, mom, dad." Ucapku dengan air mata yang terus mengalir.
Keesokan harinya aku berangkat kerja dengan mata bengkak. Tentu saja itu langsung membuat Bona menghampiriku dan menyerbuku dengan berbagai macam pertanyaannya.
"Eh-eh, ada apa sama kau, ito? Kenapa muka mu kusut kali?" tanya Bona yang tak aku balas.
"Apa ada cowok yang sakitin kau? Siapa orangnya? Biar aku hajar dia. Tak tahu dia sudah sakitin ito-ku?" Bona mulai meracau membuatku menggeleng dan mau tak mau tersenyum.
"Gitu dong, senyum sikit." Ucap Bona.
"Makasih ya, Bon. Kamu masih mau menghibur aku." Ucapku membuat dia melayangkan jempolnya dan kami pun kembali bekerja seperti biasa.
"Nel!" panggil Bona yang sudah berdiri dihadapan mejaku.
"Ada apa, Bon?" tanyaku sambil menatap layar komputer dan menari-narikan jariku.
"Ke mana besok liburan?" tanya Bona.
"Kayaknya aku di rumah aja deh, Bon. Soalnya mau beres-beres." Jawabku. Ah iya, dengan tabungan yang ada. Aku membeli rumah petak di dekat tempat kerjaku. Tidak besar, tapi cukup untuk tempat ku berteduh.
"Masa sebulan di rumah aja, kau?" tanya Bona tak percaya.
"Entahlah, Bon. Mungkin aku akan di sini-sini aja." Balasku cuek.
"Ya sudahlah, kau dari dulu memang seperti itu." ucap Bona membuatku menggeleng melihat tingkah nya.
Ah iya, libur sebulan. Apa yang akan aku lakukan? Mungkin mengendap di dalam rumah tidak salah juga. Atau berkeliling sekitar kota? Baiklah, sebaiknya aku survey saja nanti.