Mo Yangyang bukanlah gadis kecil yang tidak mengerti apa-apa. Pengalaman yang ia dapatkan dalam beberapa tahun terakhir telah membuatnya sangat mengerti bagaimana kerasnya kehidupan di dunia luar.
Setiap hari, setelah restoran tutup, Mo Yangyang selalu memeriksa kembali jendela dan pintu untuk memastikan bahwa ia sudah menguncinya dengan benar. Namun meski sudah dikunci, tidak menutup kemungkinan masih bisa dibobol oleh pencuri.
Mo Yangyang pun memeluk Latiao, kemudian ia mencium pipi Latiao yang masih mengantuk. Mo Yangyang memberikan ponsel kepada Latiao, lalu dengan cepat ia membenahi seprai yang menutupi tempat tidur untuk satu orang itu. Kebetulan seprainya menjuntai ke bawah, sehingga bisa menutupi kolong tempat tidur.
Namun jika Mo Yangyang tidak sengaja membuka seprai itu, maka mereka berdua pasti akan ketahuan oleh si pencuri.
Jantung Mo Yangyang berdetak kencang seperti orang yang sedang memukul drum. Beberapa detik kemudian, punggung Mo Yangyang sudah penuh dengan keringat dingin.
Mo Yangyang saat ini berpikir kembali bahwa dirinya sudah tidak mampu melindungi barang yang harus dilindungi. Tiba-tiba ia mendengar suara keras yang menandakan pintu ditendang dan didobrak oleh seseorang dari luar. Pintu yang ditendang itu adalah pintu kecil yang dipasang untuk sementara, sehingga tidak terpasang dengan kuat.
Dalam kegelapan, Mo Yangyang melihat bayangan hitam masuk ke dalam restoran. Pencuri itu tampaknya memakai setelan hitam dengan tangan yang jelas sedang membawa pisau.
Pencuri itu terlihat seperti roh jahat yang tiba-tiba muncul di tengah malam, dan ingin melahap orang-orang yang telah jatuh. Karena panik, tenggorokan Mo Yangyang terasa kering. Ia merasa sangat ketakutan, tapi ia berusaha untuk tetap tenang.
Bagaimana pun juga Mo Yangyang harus melawan pria itu, ia tidak boleh terus bersembunyi di sini. Jika tidak, maka pria itu akan mengetahui keberadaan Latiao. Mo Yangyang mencubit dirinya sendiri dengan keras, dan rasa sakit itu membuatnya tenang.
"Tuan, jika kamu menginginkan uang, aku bisa memberikannya padamu. Usaha restoran kecil kami tidak menghasilkan uang yang banyak. Aku akan membantumu mengambilnya, selama kamu tidak menyakitiku."
"Turun dan ambillah."
Mo Yangyang pun menjawab, "Baiklah..."
Pria itu pun minggir, kemudian Mo Yangyang berjalan dengan hati-hati dan turun.
Lampu mulai menyala, dan Mo Yangyang membuka kotak kasir. Tiba-tiba Mo Yangyang mundur dua langkah, ia memegang vas bunga di belakang tangannya dengan tenang. Kemudian Mo Yangyang berkata kepada pria berpakaian hitam itu, "Kamu bisa... Mengambil semua uang ini..."
Pria berpakaian hitam itu melihatnya dengan tatapan ingin merendahkan, "Itu saja?"
"Restoran kami hanyalah restoran kecil dan juga sudah tua... Kamu sendiri bisa melihatnya, jadi untung yang kami dapatkan tidak terlalu banyak."
Mo Yangyang pura-pura berdiam diri dengan tenang. Saat wajahnya yang natural tanpa bedak seperti ini disinari oleh cahaya lampu, membuat wajahnya yang cantik itu terlihat semakin rupawan. Meski ia memakai piyama yang terlalu besar untuk ukuran badannya, namun tetap tidak bisa menutupi aura cantik dari tubuhnya.
Mo Yangyang memang terlahir sangat cantik, jadi meski ia tidak berdandan dalam kehidupan sehari-harinya, namun banyak orang yang menjuluki pemilik restoran ini dengan sebutan bos Han yang sangat cantik si pemilik restoran kecil.
Pria yang mengenakan pakaian berwarna hitam itu melihat Mo Yangyang dengan tatapan yang berbeda dari sebelumnya. Tatapannya terlihat semakin nakal dan liar, sedangkan Mo Yangyang sendiri juga sudah merasakannya.
Kemudian Mo Yangyang pun berkata, "Tuan, aku sudah lapor polisi. Sekarang kamu sudah mendapatkan uangnya. Cepat pergi dari sini, karena jika tidak pergi sekarang..."
Mo Yangyang berharap ucapannya mampu membuat pria yang mengenakan pakaian berwarna hitam itu takut padanya. Tapi ternyata itu semua tidak berguna.
Pria berpakaian hitam itu tiba-tiba berjalan mendekati Mo Yangyang dan bertanya, "Kamu pikir aku mudah ditipu?"
Setelah selesai bicara, tiba-tiba sebuah vas menghantam pria itu sampai terdengar bunyi pecahan vas yang cukup keras, bahkan sampai membuat tubuh pria itu terguncang beberapa kali.
Dengan cepat Mo Yangyang pun langsung berbalik dan berlari, namun ketika ia baru saja berlari dua langkah tiba-tiba rambutnya dijambak dari belakang.
"Pelacur murahan, beraninya kamu menghantamku..."
Pria berpakaian hitam itu menarik rambut Mo Yangyang ke belakang, lalu mencekik dan menekan Mo Yangyang di atas meja. Kemudian pria itu mengulurkan tangannya untuk merobek piyama yang dikenakan Mo Yangyang.
Mo Yangyang berusaha dengan keras untuk segera melarikan diri, namun semua upaya yang ia lakukan itu hanya sia-sia. Karena tekanan pria itu, Mo Yangyang merasa sedikit kesulitan untuk bernapas. Ia merasa putus asa, dan saat ini ia hanya bisa berharap Latiao tidak turun ke bawah.
Tiba-tiba, pria berpakaian hitam itu merasakan sakit di kaki kirinya bagian belakang. Ia pun menundukkan kepalanya dan melihat ke bawah. Ia tidak tahu sejak kapan ada seorang anak kecil yang sedang membawa jangka yang ditusukkan ke kakinya.
Latiao menatap pria yang ada di depannya itu dengan tatapan yang tajam, "Lepaskan Mamaku!"
Pria berpakaian hitam itu pun menghardik Latiao, "Dasar anak murahan, pergi sana..."
Latiao ditendang oleh pria berpakaian hitam itu, tubuh kecilnya yang berat itu pun terpental dan akhirnya terjatuh ke lantai. Sambil merasa kesakitan, Latiao memanggil Ibunya, "Mama..."
Latiao kini hanya bisa menutup matanya dan tidak berani bergerak.