Mo Yangyang merasa sedikit lega setelah mendengar putranya berkata seperti itu, kemudian ia segera berkata, "Latiao kamu benar..."
"Aku dengar dari Bibi Wang penjual cakwe, dia pernah mengatakan bahwa orang seperti ini pasti sangat pintar menipu. Pria tampan paling bisa menipu orang..."
Siaran berita yang ada di TV memperlihatkan wajah Xie Xize dengan jelas. Wajahnya yang rupawan seolah mampu membuat orang lain berteriak saat melihatnya.
"Apa Mama pernah ditipu?" Tanya Latiao kepada Mo Yangyang.
Saat mendengar anaknya bertanya seperti itu, Mo Yangyang rasanya ingin menangis. Ia tidak hanya ditipu, tapi juga 'dikejar'.
Namun Mo Yangyang berusaha untuk menyembunyikan hal ini dari anaknya, ia pun melambaikan tangannya sembari berkata, "Tidak, bagaimana mungkin? Mamamu ini orang yang dingin dan pintar, bagaimana dia bisa ditipu orang lain?"
Latiao mengalihkan pandangannya ke arah Ibunya, "Haha..."
Latiao tidak mungkin langsung percaya begitu saja dengan ucapan Ibunya. Sehingga ia pun kembali bertanya, "Jika Mama tidak ditipu, lalu dari mana aku berasal?"
Seketika dada Mo Yangyang terasa sesak. Ucapan putranya itu seolah langsung menusuk hatinya. Bagi Mo Yangyang, Setiap pertanyaan si anak cerdas ini terasa sangat mendebarkan.
Kemudian Mo Yangyang berkata dengan ekspresinya yang terlihat serius, "Papamu orang yang baik, hanya saja... Dia sudah lama mati."
Latiao mengedikkan satu tangannya yang gemuk sembari berkata, "Lihatlah, ditipu anak yang dilahirkan sendiri, tapi masih saja membantunya bicara."
Mo Yangyang hanya terdiam dan tidak tahu harus berkata apa lagi. Mo Yangyang merasa topik ini tidak bisa dilanjutkan lagi, dan akhirnya Mo Yangyang pun mengalihkan topik pembicaraan, "Jangan membahas topik ini lagi, jika kamu tidak menyukainya, kenapa kamu melihat beritanya?"
"Aku lihat di berita dia orang yang sangat kaya..."
"Ha?"
"Aku ingin seperti dia yang memiliki banyak uang, tapi lebih baik punya banyak uang yang melebihi dia." Ucap Latiao dengan suara khas anak kecil.
Mo Yangyang baru pertama kalinya mendengar hal ini dari mulut putranya, "Kenapa?"
Latiao pun menatap Mo Yangyang dan menjawab, "Aku akan membangunkan hotel untuk Mama, jadi Mama tidak perlu masak lagi. Supaya Mama tidak merasakan pegal-pegal dan terluka."
Tatapan mata anak ini terlihat begitu tajam dan jernih. Bahkan jika Latiao dewasa sebelum waktunya, tapi anak ini benar-benar pintar, ternyata di dalam hatinya masih ada perasaan peduli seorang anak terhadap Ibunya.
Mo Yangyang merasa terharu mendengar putranya berkata seperti itu, sehingga matanya tampak sedikit merah. Kemudian ia tersenyum lebar kepada putranya, "Baiklah, Mama akan menunggumu."
Mo Yangyang bertemu dengan pasangan tua yang membuka restoran kecil di saat dirinya yang paling sulit. Pasangan itu tidak memiliki anak. Pada awalnya, Mo Yangyang hanya bekerja pada mereka untuk menghidupi dirinya dan putranya.
Seiring berjalannya waktu, perlahan Latiao tumbuh menjadi besar. Ia anak yang sangat menggemaskan dan sangat mengerti bagaimana membuat orang lain senang. Dan pada akhirnya pasangan itu pun menganggap Latiao seperti mutiara yang berharga.
Selama ini pasangan itu sudah terlalu sayang dengan Latiao, sehingga mereka tidak bisa meninggalkan tempat di mana Latiao berada. Sekarang restoran kecil itu diserahkan Mo Yangyang untuk dilanjutkan, dan Mo Yangyang juga memberikan uang untuk kehidupan masa tua pasangan itu.
Mo Yangyang mengubah marganya menjadi marga Han, ia juga memiliki kartu penduduk dengan marga Han. Sedangkan nama lengkap Latiao adalah... Han Weilan. Ketika melahirkan Latiao, saat itu cuacanya sangat bagus dan langit terlihat begitu biru dan bersih.
Tiba-tiba Mo Yangyang tersenyum dan bertanya kepada putranya, "Sayang, sudah menghitungnya? Ini sudah malam, jadi waktunya mandi dan tidur."
Latiao pun berkata dengan nada menghina, "Cih, aku sudah menghitungnya. Jika menunggu Mama yang menghitungnya, apa mau menunggu sampai tahun depan?"
Ekspresi wajah Mo Yangyang terlihat sedih, dan ia pun bertanya kepada putranya, "Apakah Mama benar-benar bodoh?"
Latiao pun merasa ragu sejenak, "Tidak juga, biasa saja."
Wajah Mo Yangyang berubah menjadi senang, dan ia pun tersenyum, "Ayo tidur, besok setelah pulang kerja kita menengok Kakek dan Nenek."
"Baiklah."
Malam ini mereka menghitung omset penjualan yang mereka dapatkan selama satu minggu. Mo Yangyang menjemput Latiao di restoran. Sejak Latiao berusia tiga tahun, Latiao sudah membantu ibunya menghitung omset pendapatan restoran setiap minggunya.
Di lantai atas restoran itu terdapat sebuah bilik yang biasanya digunakan untuk beristirahat. Sesekali Mo Yangyang akan bermalam di sini sesekali.
Setelah memeriksa pintu dan jendela yang sudah dipastikan terkunci, Mo Yangyang pun membawa putranya ke lantai atas.
Di tengah malam, Mo Yangyang tiba-tiba mendengar ada suara saat ia tidur. Ia mendengar ada gerakan yang aneh di lantai bawah. Seketika Mo Yangyang pun langsung bangun dengan terkejut, ia melihat ada orang yang masuk ke dalam restoran.
Dalam hati, Mo Yangyang merasa takut dan juga cemas. Ia tidak berani menyalakan lampu, lalu ia segera menggendong Latiao yang masih tidur di sampingnya. Kemudian ia masuk bersama Latiao ke dalam kolong tempat tidur, tempat itu adalah satu-satunya tempat yang bisa mereka dipakai untuk bersembunyi.
Latiao terbangun dengan keadaan bingung. Namun tidak lama kemudian, wajah kecilnya yang polos akhirnya mengerti bahwa hari masih belum fajar, sehingga ia memanggil ibunya dengan suara lembut, "Mama..."
Langkah kaki yang berjalan di tangga terdengar semakin lama semakin dekat. Mo Yangyang pun langsung menutup mulut Latiao dan berbisik, "Latiao menurutlah. Sembunyilah di sini dan bantu Mama menghubungi polisi."