Chereads / Sexy Woman / Chapter 14 - Tak Semudah Itu

Chapter 14 - Tak Semudah Itu

Mira menyambut kedatangan Arif dan Leony. Mereka berdua baru saja datang dan dipersilakan duduk di sofa. Pemandangan yang tak mengejutkan lagi ketika Mira menempelkan bibirnya ke bibir pria tua itu sekejap. Hal itu malah membuat Leony semakin jijik.

Bagaimana bisa jika dirinya menjadi istri Arif? Yang ada, hanyalah makan hati terus setiap hari karena kelakuannya. Namun, Leony juga tak pernah menaruh rasa pada pria yang usianya terpaut sangat jauh itu.

Ia langsung membayangkan wajah Rani. Raut wajah wanita itu terlintas begitu saja dalam pikirannya. Bagaimana Rani bisa bertahan, hidup seatap dengan pria seperti Arif. Pria yang tak setia dengan keluarganya sendiri. Bisanya hanya main wanita lain di luaran.

"Gimana jalan-jalannya tadi, Rif?" tanya Mira kepada pria itu.

"Leony aku ajak ke rumah tadi. Ketemu sama istri dan juga anakku."

Mira tak terkejut sama sekali. Malah wanita itu senang bukan main. Leony tak habis pikir dengan tingkah mereka berdua.

"Tetap saja kalau disuruh milih, aku tetap pilih Leony," ujar Arif.

"Nah, denger, kan? Arif lebih milih kamu daripada istrinya. Makanya itu, kamu harus melayani dia dengan sebaik mungkin," balas Mira dengan menunjuk-nunjuk ke arah wajah Leony.

"Kok Mami ngomongnya gitu? Apa gak kasihan sama perasaannya istri Mas Arif?" tanya Leony kepada wanita yang berdandan menor dengan belahan dada terlihat padat itu.

"Loh, Arifnya aja udah biasa aja sama istrinya. Iya kan, Rif?"

Mira bertatapan dengan Arif. Pria itu lalu mengangguk, membenarkan ucapannya tadi. Leony hanya menggeleng kepala melihat kelakuan kedua orang tua ini. Ia memutuskan untuk pergi ke kamar saja dan istirahat.

Mira mendelik tajam karena Leony dianggapnya tak sopan, pergi berlalu begitu saja dari hadapannya dan juga Arif. "Dasar gak sopan!" ketusnya.

"Biar saja. Dia memang ingin istirahat," balas Arif lagi.

Setelah kepergian Leony, Arif tampak berbincang-bincang dengan Mira. Ia ingin mengutarakan rencananya yang ingin menikahi Leony. Apakah Mira setuju dengan hal ini atau tidak.

"Mira, ada yang pengen aku omongin sama kamu nih, penting." Arif duduk di sebelah Mira. Matanya sekilas tampak fokus menatap belahan dada wanita itu yang terlihat menggoda.

"Ayo, ngomongin apa?" Mira beringsut agar lebih dekat ke sisi Arif.

"Aku pengen nikahin Leony. Jadi, otomatis dia gak akan berada di sini lagi."

Mira tampak membisu. Sebetulnya merasa berat untuk melepaskan Leony yang sudah menjadi sumber mata uang setiap hari. Tanpa keberadaan wanita itu, maka stok uangnya tak akan sekencang sekarang. Para pria langganannya begitu menyukai paras cantik Leony. Padahal masih banyak gadis yang cantik nan manis di sini.

Arif pun tak kunjung mendapatkan jawaban dari Mira. Ia fokus menatap manik mata wanita yang usianya hampir sama dengannya.

"Mir, gimana?" Arif tak sabar lagi dan mendesak Mira.

"Maaf, Rif. Kayaknya gak bisa. Jangan ambil Leony, soalnya dia sumber uangku yang besar. Semua pria di sini menyukainya."

"Lah? Gimana? Aku udah terlanjur cinta sama dia, Mir."

"Semua pria langgananku juga suka kok sama dia, cinta juga sama dia. Pokoknya jangan ambil Leony! Kecuali kalau kamu mau jalan-jalan aja sama dia, bakalan aku izinin." Mira mendengkus ke arah Arif.

"Ya sudah, iya!"

Pria tua itu manyun seketika karena tak mendapat izin dari Mira. Mira hanya memikirkan keuntungannya saja dan tak mau menyerahkan Leony dengan mudah.

Beberapa saat kemudian, Arif memutuskan untuk pulang. Mira beranjak dari sofa dan akan mengantarnya sampai ke halaman depan. Perbincangan mereka berdua sudah selesai dan Arif tak puas dengan keputusan wanita itu.

"Nanti malam ke sini lagi, ya. Kalau kamu lagi kangen sama Leony." Mira mengedipkan sebelah mata dan mengharapkan kehadiran Arif nanti.

"Hm, baiklah. Nanti aku akan ke sini lagi malam."

Arif bergegas masuk ke dalam dan menyalakan mesin mobil. Pria paruh baya itu lantas mengemudikannya dan berlalu dari tempat Mira. Kali ini ia tak mendapatkan apa yang diinginkannya.

"Bagaimana aku bisa mendapatkan Leony dan menjadikannya sebagai istriku? Kalau Mira aja gak mau menyerahkannya." Arif mengetuk-ngetukkan jari jemarinya ke stir mobil. Berusaha berpikir, akan menggunakan cara apa untuk bisa mendapatkan Leony seutuhnya.

***

Dika sudah berhasil menidurkan sang Ibu kembali. Rany tengah tertidur pulas, terdengar suara dengkurannya yang kecil. Sebelum beranjak dari kamar ibunya, Dika membelai-belai puncak kepala Rani dan mencium keningnya. Sosok wanita yang ada di depannya saat ini begitu berharga dalam hidup.

Dika tak akan memaafkan kesalahan ayahnya sendiri karena sudah menyakiti hati Rani begitu dalam. Hampir setiap hari, ia melihat tetesan air mata ke luar dari pelupuk mata sang Ibu. Dalam keadaan sedang sakit seperti ini, kondisi Rani memang memprihatinkan.

"Bu, cepat sembuh, ya. Dika sayang banget sama Ibu." Dika mengecup punggung tangan Rani, kemudian berlalu pergi dari kamar.

Pria itu melangkah menuju ke kamarnya yang berada di samping kamar kedua orang tuanya. Langkahnya begitu gontai dan pikirannya ke sana kemari. Dika begitu kecewa akan kelakuan ayahnya yang ingin menikah dengan seorang wanita yang usianya lebih muda.

"Ayah benar-benar keterlaluan! Bisanya hanya membuat Ibu menangis terus!" Dika mengepalkan kedua tangan dan hatinya memendam rasa amarah yang cukup dalam.

"Dan, wanita itu ... aku harus mencari asal-usulnya! Siapa dia sebenarnya?"

Lagi-lagi, Leony selalu terpikirkan di kepala Dika. Sosok wanita itu telah membayang-bayang dalam pikirannya. Dika bertekad akan mencari identitas Leony yang sesungguhnya.

***

Wanita berwajah cantik nan manis serta berambut di bawah bahu itu tampak menatap ke arah cermin besar. Memperhatikan penampilan yang makin hari, terlihat semakin seksi dan terbuka. Mungkin Leony sudah terbiasa menggunakan pakaian seperti ini.

"Gila aja, Mas Arif pengen ngajakin nikah. Aku kan gak mau sama dia. Dia usianya dah tua." Bibir Leony mengerucut dan mengomel. Bagaimana ia bisa menerima pernikahan itu nantinya? Sedangkan, tak ada cinta di hatinya untuk Arif.

Tok! Tok!

Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar. Leony sudah tahu pasti Mira yang datang ke kamarnya. Tanpa menoleh ke arah kedatangan wanita itu, Leony lebih memilih menyibukkan diri sendiri. Di tangannya telah tergenggam sebilah sisir.

"Ngapain Mami ke sini?" tanya Leony sambil menyisir rambutnya.

"Cuma mau bilang aja, tadi si Arif bicara sama Mami. Dia katanya mau nikahin kamu."

Sontak, Leony langsung meletakkan sisir yang dipegangnya ke atas meja rias. "Terus, Mami bilang apa lagi?"

"Ya, Mami tolak lah. Masa iya, harus nyerahin kamu gitu aja sama dia. Kamu kan, penghasil uang terbesar untukku."

Apa pun itu alasan Mira, tapi bagi Leony, ini merupakan keselamatan untuknya. Ia tahu, tak segampang itu Mira melepaskannya begitu saja.