Chereads / Sexy Woman / Chapter 18 - Paksaan Untuk Menikah

Chapter 18 - Paksaan Untuk Menikah

Leony tampak mematut dirinya di depan cermin. Berdandan secantik mungkin dan dirinya sudah terbiasa menggunakan pakaian seksi dan ketat, menampilkan lekuk tubuh yang aduhai memesona setiap para pria yang menatap. Tak ada rasa resah lagi dalam hati, karena ini sudah terbiasa.

Pundi-pundi uang pun mengalir deras karena memang Leony pintar mengait perhatian lawan jenis. Hampir setiap malam, ia habiskan waktunya bersama pria-pria hidung belang.

"Ya Tuhan, apakah aku selamanya akan seperti ini?" tanyanya sambil menatap cermin rias di depan.

Apakah Leony bisa ke luar dari lembah hitam ini ataukah tidak? Yang jelas sekarang ia harus seperti ini untuk menghasilkan banyak uang. Setiap hari, ia menawarkan tubuhnya untuk dibelai-belai oleh para pria. Kalau tak begitu, maka Mira akan marah besar.

"Leony, kamu ini lama amat sih!"

Tiba-tiba saja Mira masuk ke dalam kamar dan berjalan mendekat. Wanita berusia empat puluh tahunan itu berdiri di belakangnya.

"Nah, gini kan cantik. Tapi, kelamaan kamunya dandan. Udah ada yang nunggu tuh di luar," ucap Mira

"Siapa, Mi?"

"Udah ah, samperin aja sana sendiri." Mira menyuruh Leony untuk ke luar.

Alhasil, Leony ke luar juga dari kamarnya karena merasa penasaran. Siapa yang sepagi ini datang ke sini dan ingin bertemu dengannya?

Ia berjalan melewati jalan yang berlorong dan penerangan yang remang-remang. Semakin melangkah ke ruang tunggu, maka pencahayaan pun semakin terang. Ternyata Arif yang sedang menunggunya. Pria tua itu duduk di atas sofa.

Wajah Leony langsung berubah drastis ketika melihat Arif datang kembali. Sama sekali tak bersemangat apabila pria tua itu datang.

"Nah, ini dia yang nyari kamu tadi." Mira mendudukkan Leony di samping Arif.

"Mas udah nunggu kamu loh dari tadi," ujar Arif.

Leony sama sekali tak ingin membalas ucapan Arif, bagaikan orang yang bisu saja. Hingga ia hanya mendengar pria itu mengoceh seorang diri. Mira sudah berlalu pergi dari hadapan mereka berdua.

"Ony, kok diam aja sih dari tadi? Bicara dong sama, Mas."

"Males." Leony hanya berkata cuek saja pada Arif.

"Loh, kok gitu sih. Gak kangen sama, Mas?"

Leony geli bukan main. Untuk apa ia merasa rindu pada suami yang sudah beristri. Lagi pula, Arif sudah berusia lanjut, mana mungkin dirinya merasakan gejolak asmara pada pria tua itu.

Tangan Arif tiba-tiba menyentuh dagu lancip Leony. Secepat kilat ditepisnya dan ia berkata tak suka diperlakukan seperti ini.

"Mas, gak usah seperti ini lagi sama aku. Paham kan?"

"Loh, kenapa?" tanya Arif.

"Aku gak suka. Mending Mas Arif cari wanita lain aja, jangan sama aku lagi."

"Gak bisa!" Arif mendengkus keras. "Mas cuma suka sama kamu aja, titik!"

"Tapi, akunya yang gak suka sama, Mas!" Leony tak mau kalah dan melipat kedua tangannya di dada, seperti bocah yang sedang marah.

"Apa bayaranmu kurang, hah? Biar Mas tambahin lagi sekarang!"

Leony langsung mengubah wajahnya menjadi marah. Ia tak suka, kalau apa-apa harus dikaitkan dengan materi. Semuanya memang perlu uang, tapi tak selamanya indah dan bahagia.

"Apa sih, Mas? Aku gak perlu uangnya, Mas dari sekarang. Sudah cukup, ya. Aku juga gak mau jadi istri kamu! Urus istri dan anakmu, jangan ganjen lagi sama aku!" Leony langsung berdiri dari atas sofa.

Leony hendak menjauh dari sisi Arif, tapi pria tua itu sepertinya tak mau melepaskannya dengan mudah. Ia cengkeram dengan kuat pergelangan tangan putih bersih itu. Mereka beradu pandang dalam waktu yang lama.

"Lepasin tangan aku, Mas!"

"Gak! Mas gak akan lepasin tangan kamu."

Arif tak mau Leony menjauh dari sisinya. Ia sangat menginginkan wanita itu menjadi istri mudanya. Niat hati Arif ingin segera mempersunting Leony memang penuh dengan rintangan.

"Aku tetap dengan pendirianku untuk menjadikanmu sebagai istri kedua. Mau atau gak, aku sama sekali gak peduli. Paham Ony?" Arif terlihat sangat kesal dengan Leony sekarang.

Bagaimana tidak kesal, wanita itu selalu menyuruhnya untuk menjauh, sedangkan hatinya sudah tertambat dengan erat oleh sebuah paras cantik. Arif akan melakukan segala cara untuk bisa mendapatkan Leony seutuhnya. Walaupun ia harus menentang banyak pihak, termasuk Mira.

Dari awal memang Mira tak setuju dengan keinginannya. Karena kalau Leony tak ada di tempat prostitusi ini, maka pundi-pundi uangnya akan berkurang drastis. Arif pun tahu dengan pemikiran licik Mira.

Arif kemudian melepaskan pergelangan tangan Leony dengan kasar. "Ingat itu baik-baik, Ony! Aku gak akan menyerah begitu aja untuk menjadikanmu sebagai istri!"

Napas Leony begitu memburu karena merasa takut dengan perubahan sikap Arif yang kasar. Pria itu berlalu dengan cepat, ke luar dari tempat prostitusi ini. Bagaimana Leony bisa menikah dengan Arif, kalau dirinya mempunyai sikap seperti ini?

"Ya Tuhan, jangan sampai aku menikah dengan pria kasar itu!"

***

Saat sedang menyuapi Rani makan dengan semangkuk bubur, pikiran Dika begitu melayang-layang karena tengah memikirkan Leony. Sang Ibu merasa ada sesuatu yang terjadi pada anaknya. Rani mencoba menggoyang-goyangkan pergelangan tangan Dika dengan perlahan.

"Kamu kenapa, Nak? Kok melamun gitu?"

Dika akhirnya tersadar dan menjawab pertanyaan dari Rani. "Gak apa-apa, Bu."

"Coba cerita sama Ibu. Apa yang kamu pikirin tadi?" tanya Rani.

"Gak ada, Bu. Dika gak mikirin apa-apa kok."

Dika tak akan berkata terus terang bahwa saat ini dirinya sedang memikirkan Leony. Entah kenapa ia tiba-tiba malah teringat dengan bayang-bayang wanita itu, pada malam itu persisnya.

'Kenapa ya, aku jadi mikirin Leony? Aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Tiba-tiba aja, aku merasa kangen sama dia.'

Merasa rindu dengan lawan jenis memanglah wajar. Dika malah berinisiatif untuk pergi ke tempat prostitusi itu lagi untuk meluapkan rasa kangennya terhadap Leony, wanita yang sempat ia perlakukan dengan begitu mesra saat malam itu. Tentu saja tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.

"Bu ...," panggil Dika.

"Iya, Nak, kenapa?" tanya Rani.

"Dika mau pergi sebentar, ya. Ada yang harus aku urus dulu. Gak akan lama, kok."

"Baiklah. Hati-hati, ya." Rani mengelus-elus pundak Dika dengan lembut.

"Iya, Bu. Aku tinggal sebentar ya."

Setelah berpamitan dengan Rani, Dika segera melangkah ke kamarnya. Agar tak ada yang mengetahuinya, maka Dika melakukan penyamaran saat pertama kali ke tempat prostitusi itu, yaitu menggunakan masker duckbill hitam. Ini semua ia lakukan untuk berjaga-jaga agar tak ketahuan oleh Mira.

Beberapa detik kemudian, Dika mendengar sayup-sayup sang Ayah sedang berteriak karena marah. Pria tua itu juga menyebut-nyebut nama Leony. Apakah sudah terjadi sesuatu pada wanita itu?

"Aku harus menemui Leony!"