Chereads / Kisah Cinta Tak Biasa / Chapter 18 - Disentuh Pria Yang Bukan Suamiku

Chapter 18 - Disentuh Pria Yang Bukan Suamiku

Saat ini Papih telah mempersiapkan tempat tidur yang begitu indah untuk ia tempati bersama dengan Sarla. Dia sungguh sangat merasa senang karena akhirnya bisa menikmati tubuh wanita yang selama ini telah ia incar. Sekian lama Papih mendambakan tubuh Sarla.

Sarla sudah menangis tersedu membayangkan malam ini dia akan menemani pria yang bukan suaminya. Sejujurnya Sarla tidak ingin melakukan hal tersebut. Hanya demi Kinar saja Sarla mau melakukannya.

Papih sudah menunggu Sarla di atas ranjang. Dia tidur dengan posisi terlentang dengan gaya yang begitu menjijikan saat dilihat oleh Sarla.

'Cuih ... aku sangat jijik! Sungguh aku tidak mau melakukan ini! Dia benar-benar telah memanfaatkan ketidakberdayaanku ini. Seandainya saja aku punya uang satu miliar, maka aku akan lebih memilih persyaratan pertama untuk membebaskan Kinar daripada memilih syarat kedua. Aku tidak mau! Aku wanita yang masih bersuami, bagaimana bisa aku menemani pria lain selain suamiku? Aku tahu suamiku memang bukan orang baik, tapi aku akan menjadi orang yang sangat buruk jika aku melakukan hal ini. Kinar, demi Kinar'. Batin Sarla.

"Sarla, cepatlah ke mari," titah Papih. Namun Sarla hanya terdiam saja tanpa mau melangkahkan kakinya sama sekali untuk mendekati Papih.

Kesal karena Sarla tak kunjung menghampirinya juga membuat Papih akhirnya marah dan membentak Sarla.

"Sarla!" bentak Papih yang membuat Sarla langsung terlonjak kaget dan juga takut melihat kemarahan Papih.

"Apa kamu tuli? Cepat ke mari!" titah Papih kembali.

"Mmm ... baik ... baiklah," pasrah Sarla.

Dengan langkah kaki yang gemetar Sarla mulai melangkah dan mendekati Papih.

Saat setelah sampai di dekat Papih, Sarla hanya berdiri saja tanpa mau menempatkan dirinya di atas ranjang.

"Kenapa kamu hanya berdiri saja di sana? Cepat mendekat kepada saya!" kesal Papih.

Sarla pun dengan terpaksa mulai duduk di atas ranjang. Tapi dia duduk sangat jauh sekali dari Papih.

"Astaga ... saya bilang dekat dengan saya! Bukan jauh seperti itu," marah Papih.

'Hiks ... saat seperti ini, apa mungkin ada yang bisa menolongku? Ya Allah ... aku ga mau. Hiks, aku sangat takut'. Batin Sarla.

"Sarla ... kamu benar-benar ingin memancing emosi saya ya? Kamu ingin saya marah besar di sini? Cepat, Sarla!" bentak Papih yang setengah berteriak. Bahkan Papih juga melempar sebuah bantal ke tubuh Sarla.

'Astaga ... aku benar-benar sudah tidak bisa mundur lagi. Jika aku mundur, aku sangat yakin Papih pasti akan marah besar padaku. Dan bisa saja aku dibunuh olehnya. Aku tidak mau mati konyol. Lagian juga kan aku sudah terlanjur memilih jalan ini, mau tidak mau aku harus tetap melanjutkannya'. Batin Sarla.

Lalu pada akhirnya Sarla pun hanya bisa pasrah saja dan dia mulai mendekati Papih.

"Dari tadi kek kamu kayak gini. Apa susahnya coba? Hm ... sekarang cepat kamu pijitin punggung saya," titah Papih.

Sedikit ragu-ragu, tapi Sarla tetap melakukannya. Sarla sudah bersiap untuk memijat punggung Papih. Namun saat Sarla akan menyentuh punggung Papih dan mulai memijatnya, seketika Papih langsung menghentikan kegiatan Sarla tersebut.

"Eh ... tunggu dulu sebentar," cegah Papih.

"Ada apa lagi, Pih?" heran Sarla.

"Saya akan melepas baju saya terlebih dahulu. Biar pijatan dan sentuhan tangan kamu di punggung saya lebih berasa," celetuk Papih.

'Cuih ... tua bangka sialan! Seandainya aku punya keberanian lebih, mungkin saat ini aku sudah menusukan pisau yang tergeletak di atas meja itu ke punggungnya si tua bangka yang sudah bau tanah ini. Hanya saja aku terlalu takut untuk melakukan itu semua'. Batin Sarla.

Papih pun kemudian langsung saja melepas bajunya. Dia juga langsung menyuruh Sarla kembali untuk memijatnya.

"Ayo Sarla, cepat!" titah Papih. "Oh ya, tambahkan sedikit minyak angin ya," lanjutnya.

"Baik," pasrah Sarla.

Sarla pun kemudian langsung membalurkan minyak angin di punggung Papih. Lalu dengan segera dia juga langsung saja memijat Papih.

'Aku harus memijatnya senyaman mungkin agar dia segera tertidur saja dan tidak jadi menyentuhku'. Batin Sarla.

Sudah hampir setengah jam Sarla memijat Papih, namun Papih tak kunjung tertidur juga membuat Sarla kesal.

"Sarla," ucap Papih.

"Iya, Pih," sahut Sarla.

"Sudah, hentikan memijatnya. Sekarang saatnya kita bersenang-senang saja," celetuk Papih.

Keringat dingin mulai bercucuran di sekujur tubuh Sarla.

Papih juga sudah mulai bangun dan bersiap untuk mendekati Sarla.

Sarla bergidik ngeri melihat Papih yang saat ini sudah memonyongkan bibirnya bersiap untuk mencium Sarla.

"Mendekatlah, Sarla," titah Papih. Sarla hanya diam saja.

"Sarla!" bentak Papih.

Karena terlalu takut, akhirnya Sarla pun terpaksa saja mendekat kepada Papih. Dan saat itulah Papih mulai mencium Sarla dengan begitu ganasnya. Sarla menangis saat itu juga. Air matanya sudah bercucuran tak terbendung lagi.

Saat ini Sarla benar-benar merasa jijik kepada dirinya sendiri.

Papih kemudian langsung saja melancarkan aksi berikutnya. Dia mulai melepas seluruh pakaian Sarla. Dan Sarla hanya bisa terdiam dan pasrah saja. Tatapan mata Sarla sudah mulai kosong. Dia sudah ssperti orang yang tidak memiliki semangat hidup sama sekali.

'Aku sudah benar-benar hancur! Aku hancur! Tubuhku sudah disentuh pria yang bukan suamiku. Sekarang aku tak lebih seperti wanita murahan saja. Aku adalah wanita murahan! Hiks, sedari kecil aku selalu bermimpi akan mendapatkan pria yang begitu mencintaiku dalam hidupnya. Tapi aku bernasib sial. Aku malah dimiliki oleh pria yang sama sekali tidak perduli padaku. Saat ini aku malah terjebak di situasi yang seperti ini. Argh ... aku benci! Aku benci tubuhku ini! Hiks'. Batin Sarla.

Papih pun mulai menidurkan Sarla dan dia langsung saja menjamah seluruh tubuh Sarla.

Papih benar-benar sudah mendapatkan tubuh Sarla.

Hingga ke esokan harinya, Sarla masih berada di dalam pelukan Papih. Sarla juga masih tertidur dengan lelapnya karena semalam dia terlalu kecapean.

Tak lama kemudian, Sarla mulai menggeliatkan tubuhnya.

Dia langsung terlonjak kaget saat melihat posisinya saat ini. Lalu dia kemudian mengingat kembali kejadian semalam yang membuatnya seketika langsung sedih.

Sarla membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Dilihatnya tubuhnya itu tidak tertutup oleh sehelai benang pun juga.

'Tidak! Ini tidak mungkin! Jadi semalam itu aku benar-benar telah kehilangan harga diriku. Hiks, aku berharap ini hanya mimpi burukku saja. Argh ... Papih sialan'. Batin Sarla.

"Hiks, aku jijik dengan tubuhku. Hiks," tangis Sarla.

Begitu banyak tanda merah di sekujur tubuh Sarla akibat ulah Papih. Sarla juga merasa tubuhnya remuk. Sakit dan juga pegal yang saat ini Sarla rasakan.

Dengan segera Sarla bangun dari tidurnya dan menyingkirkan tangan Papih yang masih berada di atas perutnya. Sarla memunguti pakaiannya kembali yang dibuang ke sembarang arah oleh Papih.