Sore itu menjadi pembolak balik segalanya, untuk Agni maupun Alka. Dalam waktu yan bersamaan keduanya dipaksa—bukan hanya untuk mengingat masa lalu namun menghadapinya langsung, bahkan ketika mereka belum berhasil menyembuhkan luka.
Beruntung mereka bisa lepas tadi.
Pertemuan tak terduga Agni dengan Jen serta Alka dan Hara membuat efek yang begitu besar pada kedua gadis itu, keduanya kini termenung, tenggelam dalam hening—walau keduanya tengah duduk berdampingan nyatanya pikiran mereka melayang jauh— berpikir keras tentang apa yang baru saja mereka alami. Memang kalau sudah urusan hati, sulit untuk menemukan kata sederhana di dalamnya.
"H...Hahhhh..."
"H...Hahhhh..."
Keduanya sama-sama menghela napas lelah, sebelum saling menatap bingung akan persamaan yang lagi-lagi terjadi, kemudian saling mentertawakan diri satu sama lain. Begitu konyolnya hari ini..
"So.. Jadi..dia ? Lo udah mau cerita ?" Agni membuka percakapan, agaknya dia juga penasaran apa yang terjadi antara Alka dan Hara,
Alka mengguk sekilas, sebelum selanjutnya mengajukan protes ketara, menatap Agni penuh selidik,
"Wait, kenapa Agni bisa kenal Hara..?" tanyanya dengan mata memincing, Alka yang tadinya kaget dengan kedatangan Hara, nyatanya lebih kaget lagi ketika mengetahui bahwa Agni dan Hara saling mengenal satu sama lain, memang keduanya tadi sempat bersitatap sesaat, bertanya kabar basa-basi sebelum Agni berlari mengejar Alka yang kabur lebih dulu.
Agni merasa tatapan Alka begitu mengintimidasi menjadi tergagap dan merasa akan melakukan pengakuan dosa, walau dia juga tidak melakukan dosa apapun.
Agni mencoba menjelaskan, menguraikan penjelasan sejelas-jelasnya kepada perempuan yang ketara sedang terbakar cemburu diseblahnya ini "Woah..wah..santay bung..,"Katanya sambil mengangkat kedua telapak tangannya,
"Gue kenal Hara karena kita satu sd dulu, satu smp juga si bareng sama Jen, tapi ya gitu kita lost contack waktu doi pindah ke Jogja.."
Puas dengan jawaban yang diterimanya Alka menganguk-angguk mengerti,
"Sekarang gue yang tanya, lo kenapa kabur gitu waktu tadi liat Hara ?" Tanyanya balik masih dengan kecurigaan,counter attack—to the point
"Y—ya...Agni kenapa juga kayak gitu sama Jen, gak santai banget, jutek banget, ngeri banget ?"
"Kok jadi gue si, lo dulu lah yang jawab."
"Agni dulu aja,"
"Lo dulu..!"
"Agni..!"
"Aish... oke.okee... Jadi ya gitu,.." Jawab Agni yang akhirnya pasrah, setelah megatakan itu Agni kembali menunduk, seakan tengah larut kembali dalam suatu hal yang tidak bisa Alka selami.
"D—dia, Jen dia orang yang gue suka, sayang, tapi dianya gak sayang gue, dianya gak cinta.." tanpa sadar air mata Agni kini sudah keluar berlomba dari kedua bola matanya, mengingat kembali kepersakitan yang dia alami karena mengenal Jen, mengenal cinta dihidupnya. Pertama kalinya Agni jatuh untuk seseorang, pertama kalinya juga dia dibuat patah dengan sangat kejam.
Merasa bersalah, sekaligus ikut sedih, Alka mendekat, menepuk bahu sang sabahabat, berusaha menenangkan, "Sorry Ag, gak..aku gak tau kalau si Jen ternyata,"
"Hey, kenapa gitu muka lo..hahaha !" seketika tawa Agni meledak melihat raut muka Alka yang lebih melas daripada dirinya, seketika rasa sedih akibat mengenang masa lalunya punah sudah.
Alka mengeryit heran, kenapa mood temannya ini berubah-ubah semacam musim pancaroba sebentar mendung sebentar kemudian cerah, "Ya habis liat kamu mukanya melas gitu ya aku ngerasa bersalah lah,"adunya kemudian.
Berusaha meredakan tawanya Agni kemudian mengubah posisi duduknya—diangkatnya kakinya, mekasa duduk bersila. Saat ini Agni dan Alka tengah duduk disalah satu bangku panjang di taman kampus fakultas bahasa yang letaknyanya ujung utara kampus.
"Oke, gue bakal cerita, kalau nanti lo bosen lo boleh minta skip, oke ?"
"oke,.." Alka mempersilahkan
"Jen..Dia adalah seorang yang penting untuk gue Al.. Bisa dibilang kita deket, dari gue kecil, sampai gue tau dan sadar apa yang gue rasain buat Jen, bukan perasaan normal ke temen, saat itu gue sadar gue udah jatuh tanpa gue sadari...,"Jelasnya sendu,
Sejenak Agni kembali mengenang bagaimana dia dan Jen dulu begitu dekat, tidak ada yang Agni tidak ketahui dari Jen, begitupun sebaliknya, kecuali perasaan yang Agni rasakan untuk Jen,
"Saat gue sadar gue jatuh cinta untuk pertama kalinya, gue seneng...Gue seneng karena gue cintanya sama Jen, jadi gue gak takut, hingga tanpa sadar gue berharap pada Jen.." akunya, kali ini dengan mata berkaca seolah tengah menahan tangis yang seakan bisa pecah kapanpun. Selalu seperti ini tiap dia membicaralan laki-laki itu.
"G--gue, agaknya geer, ngira semua perhatian, kedekatan, dan rasa sayang Jen ke gue sama kayak apa yang gue rasakan ke dia, sampai puncaknya gue tau dia jadian sama salah satu temen gue waktu SMA namanya Lavina," akhirnya tangis yang sudah ditahannya sejak tadi pecah, air mata berlomba keluar besama iskan-isakan pedih yang membuat hati Alka ikut tercubit.
"Gu..gue hiks..hiks.. sakit banget A..all, hiks.. me..mereka jadian tapi ga..hiks..hiks..hiks..gakk bilang sama gue, dan yang lebih nyakitin hiks..hiks.. Lav..vina ka..sih tau J..jen tentang perasaan gue..gue be..ben..benci banget..hiks..hiks..hiks.."
tak banyak membuang waktu Alka lalu menghambur pelukan untuk Agni, ikut marah atas perlakuan perempuan yang sudah dianggap sahabat nyatanya menusuk dari belakang, belum pernah bertemu saja Alka sudah benci, mungkin nanti dia akan membubuhkan sedikit cakaran untuk perempuan itu.
'awas aja kalau ketemu aku, aku cakar-cakar itu perempuan jahat' dendam Alka dalam hati.
Sebenarnya masih banyak yang ingin Agni ceritakan, alasan tadi bukan satu-satunya yang memupuk rasa kecewa Agni pada Rajendra, namun untuk mengorek lebih dalam lagi Agni rasa dia memerlukan waktu, nyatanya dia yang merasa bahwa sudah mulai melupa ternyata masih belum melepas sepenuhnya, kecewanya justru mencabik semakin besar, lukanya tidak juga mengering.
"Se..sekarang..hiks..hiks.. gantian lo yang cerita..,"
"Apus dulu itu ingus sama air matanya, baru nanti aku cerita.." jawab alka sembari melepaskan pelukannya,
"Ing..us nya hiks hiks..udah a..aku elap kok hiks dibaju lo pas lo meluk hiks" balas Agnu dengan kerlingan jail, dia tau sebentar lagi Alka akan meledak—
"AGNI..!! Sumpah ya, J.O.R.O.K ilang sudah empati sama simpati aku, benci banget sumpah"—nah benarkan ?
Alka berdiri tegesa-gesa, kepalanya memutar keaamping, berusaha menengok bahunya tempat yang sekiranya menjadi korban kejorokan Agni..
"Ha..ha..hiks.ha.hiks.."Agni tergelak tertawa diiringi tangisan yang belum juga reda, lalu mengacungkan jemarinya, membentuk simbol peace,"Canda Al, eh canda Ingus.."
"Gak lucu ya Ag,"dengus Alka sebal lalu menonjol pelan kepala Agni, yang justru membawa tawa Agni semakin pecah..
"Wah..wah bisa bar-bar juga ya, kirain.."
"kirain apa..?" jawab Alka cepat, masih dengan mode sebal, sejujurnya dia setengahnya seidkit bersyukur karena itu tandanya Agni sudah kembali ke dirinya sendiri, Agni yang jail, usil dan menyebalkan.
"So, gue udah cerita kan.. sekarang giliran lo..! Gak pake alasan-alasan basi lagi, buruan." ucapnya sambil menerima tisu dari Alka,
"Aku gak tau harus cerita dari mana, tapi aku sama Hara itu mantan, kita pacaran waktu SMA, terus putus sebelum kelulusan kemaren,—"
"HAH..!" teriakan heboh Agni membuat Alka menoleh heran,
seakan tau arti tatapan Alka, Agni menjelaskan santai " Ah sorry.. sorry..sangsi aja gue tu manusia batu bisa jadian sama manusia ? eh tunggu tapi lo kan juga sejeni arca, cocoklah prasasti dan arca bersatu" ucap Agni sambil bertepuk tangan ria. Mendengarnya Alka mendengus kasar, walau sebagian ucapan Agni adalah fakta, tapi tetap saja—
"Dia manis kok..-" bantah Alka kemudian, sambil memainkan jari-jarinya. Sekilas Agni melihat pipi Alka yang bersemu merah,
"Dia juga perhatian, walau memang cuek tapi dia punya caranya sendiri untuk nyampein afeksi dia ke orang yang dia sayang dan itu yang buat aku nyaman..—"
"Nyaman tapi putus" Agni geleng-gelang kepala.
"Agni, aku belum selesai cerita loh ini, kamu jangan potong-potong terus dong..!" cebik Alka ceksal
"Ya abis, yang pengen gue denger itu problem lo sama Hara, bukan kebucinan lo ke dia..!" protesnya cepat, Alka memberengut, bucin katanya ? dia hanya mengunggapkan fakta sebenarnya, tak tega karena Hara di cap begitu oleh Agni.
"Kalau masih mau denger cerita aku, kamu harus mau denger dari prolog nanti baru ke problemnya, ngerti..?" tekan Alka dengan wajah galak, tak terima sejak tadi dia selalu mendapat intrupsi dari lawan bicaranya, terkadang Agni memang sangat amat menyebalkan.
"Oke, fine..!!" akhirnya Agni mengalah, takut juga dengan mode stepmother yang dikeluarkan oleh Alka, huh dia sudah pernah melihat sekali dulu, dan sudah kapok dan memilih untuk tidak melihat kedua kalinya.
Mengangguk-angguk Alka melanjutkan, sedikit menerawang melihat langit yang sudah mulai betransisi warna, kini langit sudah jingga pekat, tanpa bahwa senja akan segera tampak, senja dan nostalgia ? bukankan kombinasi ini sangat pas, pikirnya kemudian.
"Intinya Hara itu baik, manis, perhatian—walau cara dia menampilkannya ke orang-orang yang dia sayang itu berbeda dari bagaimana orang lain mengekspresilam rasa sayang mereka..Dan aku merasa beruntung menjadi salah satu orang yang dia beri perhatian itu, sangat amat beruntung." Alka tidak pernah lupa bagaimana Hara begitu menghormatinya sebagai seorang perempuan, dan bagaimana begitu mempripritaskannya sebagai seorang kekasih, kala itu. Semua tampak sempurna, hingga membuat Alka larut dan lupa bahwa bahagia itu ternyata ada bukan untuk menetap hanya singgah sesaat, memberikan bekas hebat lalu melebur tak bersisa.
"Awalnya semuanya terlihat sempurna, bahkan tidak ada dalam sejarah perjalanan aku dan hara kami bertengkar hebat, tidak pernah. Sampai hari itu datang.. Hara berubah, dia bukan lagi Hara yang mencintai Alka, yang ada hanya Hara dengan dunianya—dunia tanpa aku dilibatkan didalamnya," kisah Alka membuat Agni larut, agaknya dia paham dengan rasa kecewa yang dialami Alka, begitu mirip dengan kisahnya dengan Jen, hanya saja saat itu status Jen dan Agni hanya sebatas sahabat saja.
"Sampai pada akhirnya, aku capek, lelah rasanya berjuang sendiri, mempertahan kan sendiri, karena itu aku minta buat kita selesai. Taaamaaaatttttt." Alka berseru, terlihat kilat matanya yang sendu, berkaca-kaca namun dia tak ingin lagi menjatuhkan air mata untuk Hara, bukan karena dia terlalu benci pada lelaki itu, tapi Hara tidak lah sejahat itu hingga membuatnya harus terus mengurai air mata. seperti lagu milik Fiersa, mereka adalah dua orang dengan rasa yang tepat hanya saja terjebak pada waktu yang salah.
"Terus perasaan lo ke dia gimana ?"
tak perlu menunggu detik berikutnya, Alka menjawab cepat pertabyaan Agni—mesih memerhatikan langit yang kini mulai menggelap, sudah tidak sejingga tadi
"still the same, and it'll always be the same until i don't know." Alka tidak pernah mencoba mengelak dari perasaan yang dimilikinya dia tau bahwa mengelak dengan apa yang hatimu rasakan tidak akan membuat mu lebih baik. Berpura-pura move on hanya akan membuat mu semakin sulit untuk benar-benar melepaskan, menurutnya untuk bisa sampai dalam tahap rela, dia haruslah lebih dulu berdamai dengan dirinya sendiri. Dan itulah yang saat ini sedang ia usahakan.
"Al, kita lucu banget ya...Kisah kita mirip, sama-sama terjebak dengan perasaan masa lalu, sama-sama kecewa, sama-sama lari, sama-sama patah.." ucap Agni menerawang. Jikalau dipikirkan kembali keduanya ada disini sama-sama untuk menghindari sumber kekacauan hati mereka Jen—Hara, kisah keersakitan mereka juga mirip keduanya sama-sama yang paling berjuang, paling mengusahakan,
"Ya tapi bedanya, kamu belom jadian Ag, kalau aku kan sudah.." ejek Alka
Agni yang mendegar ejekan ketara Alka, dongkol namun membenarkan juga—dia beridir lalu membungkuk 90° seolah tengah memberi hormat seperti orang Korea
"karena lo juga lagi sedih sore ini, jadi ejekan lo gue terima dengan senang hati..Makasih udah diingetin kalau gue cuma kejebak friendzone aja..!!" ucapnya sedikit ketus.
Tawa Alka meledak seketika, hingga sudut matanya basah karena terlalu bahagia berhasil mengejek Agni, Agni yang menjadi subjek tertawaan agaknya tak bisa marah, dia justru ikut larut dalam tawa sore itu, sejenak melupakan beban yang selama ini dia pendam sendiri—Agni merasa lega sore itu, satu persatu rantai itu terlepas, tinggal sedikit lagi hingga ia bisa bebas.