Chereads / BUCKET LIST / Chapter 32 - Bab 31 Uncomfertable Feeling

Chapter 32 - Bab 31 Uncomfertable Feeling

'Adakalanya ketika kita merasa semua sudah berkahir ketika tak lagi menatap pada satu garis yang sama. Tapi tak pernah ada yang mengingatkan kalau semua yang menyangkut akan perasaan bukan sesuatu yang mampu kita takar atau cari ujung pemberhentiannya. Ketika ternyata kita masih bertahan tanpa sadar, masih berharap dalam diam, masih ingin meski enggan.'

****

"Lo yakin gak perlu ke rumah sakit?" Tia kembali bertanya untuk kesekian kalinya saat karena Fey menolak keras usulannya yang ingin membawanya periksa ke dokter.

"Big no, lo tau kan gue dan rumah sakit gak pernah bersahabat?"

"Ya lo kan bersahabatnya sama kantor polisi." jawab Tia acuh tak acuh,

"Sialan lo." balas Fey tak terima sembari melempar kapas ditangannya ke arah Tia.

"Jangan macem-macem kalau lo gak mau gue turunin di jalan." Tia berujar memberikan ancaman yang dari nadanya terdengar lumayan serius.

Bukannya merasa takut, Fey justru melempar senyum miring yang terlihat lumayan menyebalkan."Turunin aja kalau lo mau gue aduin ke bokap gue ntar?"

"Dasar tukang ngadu.." Siapa pula yang berani kalau diminta berhadapan langsung dengan Papa Fey? Seorang dengan aura dominan yang menyeramkan, belum lagi beliau adalah seorang yang lumayan punya kuasa bisa-bisa masa depan Tia hancur sudah kalau berani mengusik anak semata wayangnya itu.

"Nginep di apart gue ya lo semua." Fey berkata dengan suara memohon kepada tiga temannya untuk menemaninya malam ini, karena paling tidak nanti ketika papa dan mamanya menelpon Fey untuk mengomelinya, Fey bisa mencari-cari alasan karena ada teman-temannya di apartemen.

"Terus baju kita gimana beb?" Akhirnya Agni ikut angkat bicara. Menginap sih boleh saja, Agni juga sedang suntuk dan bisa-bisa dia menjadi depresi kalau harus dibuat overthinking sendirian malam ini, setidaknya dirinya butuh distraksi untuk membuatnya lupa barang sesaat semua hal yang berkecamuk di kepalanya.

"Di lemari gue masih ada baju lo betiga kalau lo gak amnesia?" sarkas Fey, meskipun ucapannya adalah valid, fakta. Apartnya dan kos Agni adalah dua tempat yang paling sering mereka jadikan basecamp ketika keempatnya berkumpul atau sekedar ingin berjulid manja. Sudah tentu ada banyak sekali potong atau setelan baju yang sengaja ditinggalkan kalau sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang urgent seperti sekarang.

"Gue sih ayuk aja,"Tia mangut-mangut menanggapi usulan Fey tadi. Bukan rencana yang buruk untuk menyelesaikan hari setelah semua hal buruk yang barusan mereka lewati.

"Alka?" merasa tak mendapat sahutan, Fey menyikut lengan Alka pelan.

"Eh...eh..iya sorry, kenapa Fey?"tanya Alka polos membuat ketiga lainnya mendesah lelah.

"Lo kenapa sih Al, ada masalah ? Dari tadi lo diem mulu?" dituntut pertanyaan seperti itu Alka jadi bingung ingin menjawab apa, tidak mungkin juga dia mengeluarkan uneg-uneg di kepalanya saat ini.

"Gak papa Fey, aku cuma ngantuk." jawabnya dusta. Sementara Fey hanya mengangguk percaya kalau benar Alka hanya sedang mengantuk saja.

"Jadi ada apa?" tanya Alka lagi, karena belum mendapatkan jawabannya tadi.

"Malem ini kita pada mau nginep tempat Fey, lo ikutan juga ya?" tanya Agni tapi lebih serupa pernytaan, dan Alka yang di tatap ketiganya dengan tatapan memohon tak punya kuasa untuk menolak dengan refleks dia mengangguk pelan.

"Asaaa" Fey berseru semangat. "Malem ini, kita susun rencana buat bales dendam ke si kampret Lavinka, pokoknya gue masih belum puas kalau tu cewek belom menderita." seru Fey berapi-api, matanya menampilkan wajah tak puas yang selalu gadis itu tampilkan saat salah satu keinginannya tak terwujud. Dan Agni bisa jamin keinginan yang sangat ingin di lakukan Fey adalah membuat Lavinka masuk rumah sakit seperti korban-korbannya yang lain. Ih...seketika Agni bergidik ngeri. Beruntung dia ada di kubu yang sama dengan Fey.

"Berhenti berpikiran kriminal Fey, lo gak capek apa bolak-balik kantor polisi?" Tia berdecak tak suka, meski selalu tanpa pamrih mengulurkan tangannya setiap Fey terjerat masalah, bukan berarti Tia mendukung aksi bar-bar temannya ini.

"Tapi dia ngeselin okay?" balas Fey tak mau kalah, "Lo setuju kan sama gue? kini Fey meminta pembelaan dari Agni, manusia yang sebenarnya punya alasan lebih besar dari Tia untuk mengamuk pada seorang manusia bernama Lavinka.

"Yeah..lo boleh bertindak bar-bar kali ini, gak akan gue hentikan."

Jawaban 'unpredictable' yang di utarakan Agni sukses membuat mulut Tia menganga, juga Alka yang sepertinya ikut syok, dan lebih aneh lagi Fey juga tampak terkejud meskipun dia sendiri yang mengajukan pertanyaan itu.

"Seriously Agni? Lo gak lagi ikutan kerasukan jin bar-bar Fey kan?" Tia kini menjadi khawatir dengan kondisi psikis Agni yang mungkin sudah tertular jiwa manusia tega milik Fey yang tak terbantahkan. Baiklah setelah inu haruskan dia perlu membawa Agni ke profesional atau mendoainya agar kembali ke dirinya yang semula.

"Ya emang kenapa si?" Agni mendengus sewot, melihat raut ketiga kawannya yang masih menatapnya tak percaya membuat Agni geleng-gelang sendiri.

Memang apa salahnya kalau sekali-kali dia menjadi liar, bar-bar, dan tak terkendali. Kendati selama ini dia sudah cukup sabar dan menghindari segala macam konflik, Agni masihlah manusia biasa. Dan meskipun sabar itu tiada memiliki batasan, Agni bukannya patung yang tak punya hati dan emosi. Saat ini dia sedang di gelung oleh perasaan marah yang melebihi kapasitas kesabarannya, lebih dari rasa ingin menjahi konflik justru menghacurkan Lavinka seperti apa yang gadis itu perbuat dimasa lalu lebih dominan menguasai tak hanya hatinya tapi sudah masuk dalam logika berpikirnya. Yah meskipun bisa saja esok emosinya sudah tidak sebesar ini, Agni tetap manusia dengan harga diri dan ego yang tinggi, ketika mulutnya sudah mengucap sumpah maka dia tidak akan berkhianat, dan meskipun nanti dia terpaksa mengesampingkan janjinya dan Alka, Agni benar serius kalau Lavinka harus hidup dalam sesal dan hancur.

****

"Lo pada emang gak tau diri ya, itu stok gue buat sebulan kedepan kampret." Fey tak terima melihat Agni dan Tia yang dengan tidak malunya membongkar seluruh cemilan milik Fey yang baru saja dia beli kemaren dari supermarket.

"Oh gak ikhlas?" sindir Agni pura-pura,

"Ya enggak lah kampret." bukannya takut, Agni dan Tia justru tertawa lepas melihat wajah cemberut yang Fey tampakan. Membuat kesal Fey merupakan kesenangan tersendiri bagi keduanya sejak dulu. Karena selain ekspresif, Fey dalam mode ngambek ntah mengapa selalu bisa membuat mood mereka naik mendadak. Benar-benar pertemanan yang mengaharukan bukan?

Sesaat Alka merasa asing dengan semuanya, ntah mengapa melihat keakraban ketiga orang di depannya membuatnya merasa tersingkir. Tidak, mereka bahkan selalu melibatkan Alka dalam segala hal. Tapi Alka merasa belum bisa selepas mereka dalam mengekspresikan perasaan kepada satu sama lain. Alka juga tak banyak ambil sikap dalam setiap keputusan ketika mereka sedang mendiskusikan sesuatu, masih ada tembok yang belum sepenuhnya runtuh tapi selalu Alka usahakan.

Ketiganya orang baik, juga selalu membuat Alka merasa nyaman, tapi Alka adalah baru di circle ini, dia juga yang memiliki sifat paling berbeda dari mereka, mungkin itu juga yang membuat sulit.

Entahlah hari ini Alka menjadi lebih sensitif atas perasaannya sendiri, mungkin karena sejak tadi dia merasakan ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya, tapi Alka tak berani berpikir lebih jauh untuk mencari tau apa itu? Karena apapun jawabannya Alka takut kalau harus terpuruk kesekian kalinya.

"By The Way kenapa lo bisa dateng sama Aslan ma Hara juga tadi?" pertanyaan Tia membuat Alka terbangun dari kecemasannya, seketika fokusnya langsung menuju sepenuhnya untuk Agni. Entah apa yang terjadi, tapi dia merasa begitu lega karena pertanyaan yang Tia utarakan.

"Kenapa ?" Agni pura-pura tak mengerti. Mulutnya masih sibuk mengunyah kripik kentak yang sejak tadi sudah dia lahap dengan bahagia meski pemilik sebenarnya belum sepenuhnya rela.

"Ya kenapa?" giliran Fey yang bertanya tak sabar.

Sampai...

Jawaban yang Agni utarakan membuat semuanya merasakan rasa tidak percaya, mereka menahan napas serentak, bahkan hening sampai beberapa detik selanjutnya.

"Gue lagi pdkt sama salah satunya?"

"Siapa?Yang mana? Elo serius?" Fey memborbardir Agni dengan tidk sabar, wajahnya masih memperlihatkan ekspresi tak percaya, merasa bahwa Agni tengah bercanda tapi bisa saja itu kebenaran.

"Yup, coba lo semua tebak yang mana yang lagi coba gue pepet?" pertanyaan Agni membuat Alka kian di dera perasaan tak nyaman.

Harusnya Alka meminta pulang saja malam ini, kalau percakapan ini diteruskan, Alka tidak tau dia harus bagaimana kalau jawaban yang Agni utarakan adalah yang paling dia takutkan sejak awal.