Chereads / BUCKET LIST / Chapter 27 - Bab 26 Ego

Chapter 27 - Bab 26 Ego

"Awww.."

"Elo bisa lebih manusiawi gak sih?" laki-laki bertama hitam itu mengerang protes.

Bukannya merasa di obati, dia justru merasa perempuan mungil itu sengaja menyiksanya, dengan menekan luka lebam di pipinya yang masih basah.

"Udah syukur lo mau gue obatin." Gadis itu semakin kasar menekan-nekan luka milik laki-laki itu—Hara yang tiba-tiba datang dengan luka-luka lebam menghiasi wajahnya yang tampan.

"Lagian elo digebukin siapa gue tanya?" Agni bertanya sangsi, masih tidak percaya ketika tadi tiba-tiba Hara sudah muncul dengan wajah penuh luka-luka di kafe milik Aslan. Beruntung saja tidak ada yang kabur keren Hara. Hanya Agni saja yang heboh berteriak dan memanggil ambulans panik, karena menurutnya kondisi Hara benar-benar memprihatinkan.

Hara medengus keras mendengar kata-kata Agni barusan. Enak saja, bukan dia yang dia yang di hajar, tapi dia yang baru saja memberi pelajaran atas nama perempuan ini.

"Bukan gue yang di hajar, dia yang gue hajar"

Mendengar kata-kata pembelaan itu, Agni justru tertawa sinis, "Ya gue percaya, habis elo hajar orang itu, elo juga hajar diri lo sendiri." katanya sarkas.

"Cih," Hara mendecih keras, Agni benar-benar sialan sekali dengan semua kalimat sindirannya. Kalau dia tau apa yang baru saja Hara lakukan pada Jen untuk membela perempuan itu, Hara berani jamin Agni agas menangis tersedu-sedu karena terharu. Tapi tentu aja Hara malas menceritakan semuanya, emosinya masih belum terkontrol karena pertengkarannya dengan Jen, belum lagi Alka yang dia telepon berkali-kali justru mengabaikannya. Di mana sebenarnya perempuan itu? Hara butuh Alka untuk mendinginkan hatinya agar tidak semakin kalut dalam emosi.

Karena masih enggan pulang ke apartemennya sendiri, Hara bermaksud berkunjung ke kafe Aslan untuk sekedar nongkrong bersama temannya itu, tapi justru yang pertama kali menyambutnya adalah Agni dengan pakaian pelayan yang tak pernah Hara perdiksi. Itulah kenapa Agni bisa mengobati luka-luka di wajahnya meskipun perempuan lebih sering memarahinya dibanding bersikap perhatian.

"Ngomong sama gue, elo habis adu jotos sama siapa?" Agni yang sudah membereskan kapas juga salep yang tadi sempat di pinjamkan oleh Aslan, kembali bertanya penasaran. Masalahnya seningat Agni, Hara bukan tipe orang yang mengandalkan otot saat berkelahi. Laki-laki itu tak pernah sekalipun melayangkan tinjunya untuk musuh atau orang yang bersikap kurang ajar padanya. Hara dan otak pintarnya lebih sering membuat musuh merasa kalah dengan semua omongan yang dilontarkan oleh laki-laki itu.

"Bukan urusan lo" balasan Hara membuat Agni tak lagi segan menoyor kepala laki-laki itu dengan semangat. Dan bukannya bersikap gentle Hara justru membalas Agni dengan cara yang sama. Sampai akhirnya Aslan datang menyudahi pertengkaran dua orang anak adam dan hawa ini.

"Elo bedua lagi ngapain sih?" Aslan tak habis pikir dengan kelakuan keduanya yang tak sadar bahwa sudah menarik banyak pasang mata pengunjung kafe yang mulai kepo sejak kedatangan Hara dengan wajah babak belurnya.

"Tau ni Hara, emang bocah gak tau berterima kasih." sungut Agni kesal. Bibirnya sudah maju mengerucut beberapa senti. Wajahnya merah padam karena emosi, belum lagi tangannya yang sengaja ia silangkan di depan dada. Bukannya merasa takut Hara justru kembali menggoda Agni dengan sengaja menoel pipi gadis itu.

"Sialan lo, enyah sana." ujarnya kasar dan menepis lengan Hara tak kalah kasar.

Berbeda dengan ekspresi Agni yang sudah seperti ingin memakan orang, Hara justru memasang wajah kelewat santai, bahkan laki-laki memasang seringai licik seakan sudah berhasil melakukan sesuatu kepada korbannya. Dan Aslan yang baru saja tiba hanya bisa terkekeh karena menurutnya pertengkaran keduanya bukan menyebabkan kekhawatiran justru membuat hiburan yang lucu di matanya.

"Sudah-sudah.." kata Aslan berusaha menegahi. "Sekarang gue juga mau ceritanya kenapa elo bisa datang di kafe gue dalam keadaan kayak gini."

Mereka berdua bisa mendengar Hara mendesah lelah, "Gue habis berantem." katanya singkat sebelum kembali meringis karena luka disudut bibirnya yang terasa lumayan menyakitkan.

"Ya gue juga tau begok, tapi sama siapa?" Agni berkata tak sabar. Dan Aslan ikut mengangguki kalimat Agni.

"Sorry, but can't tell u guys."

"Cih gak seru.." Agni berujar protes.

"But can you tell the reason?" Aslan mencoba kembali memancing Hara untuk mengatakan sesuatu. Bukan hanya karena dirinya kepo semata, tapi lebih pada dia sedikit khawatir mengingat Hara tidak mungkin melakukan tindakan diluar sifatnya, kalau tidak ada suatu hal besar yang menjadi triggernya.

"I hate, someone that I respect being a jerk with my bestfriend. Gue sama orang yang bersikap seperti pengecut demi harga dirinya" kata Hara dingin. Rahangnya mengetat—menhana emosinya yang mulai kembali meledak kalau ingat Jen yang selama ini dia kenal dengan kepribadiannya yang baik, justru bersikap mengecewakan bahkan tidak lebih baik dari orang lain buruk yang pernah Hara temui.

Jen yang menyepelekan perasaan Agni dengan kembali mengejar gadis itu di saat dirinya sudah punya seseorang di sampingnya, bahkan dengan status yang jelas. Tak bisa, tidak membuat Hara meradang.

Kendati Jen adalah sahabat terkedatnya, tapi menjadi bajingan adalah tugas Hara untuk mengingatkan dan membuat Jen sadar akan tindakannya. Tapi bukannya ingin memperbaiki, Jen sudah memintanya mundur, tak ikut campur—bagaimana Hara bisa bersikap bodo amat kalau yang ada dalam circle kebohodan ini adalah dua orang yang dekat dengannya.

Dan lagi Agni sekarang adalah sahabatt Alka, gadis yang dicintainya. Tak mungkin Hara bisa lepas tangan dan membiarkan Jen bertindak semuanya. Ego laki-laki itu harus di sadarkan sebelum Jen bertindak terlalu jauh dan membuat dirinya sendiri menyesal.

Perhatian Hara kini kembali teralihkan oleh Agni yang menagngkat kedua tangannya di udara seolah membuat gesture menyerah. "Gue gak paham, elo bisa gak sih gak ngomong sesuatu yang ambigu dan susah diterima akal sehat." katanya protes.

Mendengarnya Hara justru terkekeh ringan, "Kapasitas otak lo emang harus diupgarede kalau gue boleh kasih saran." seru Hara santai, laki-laki kini kembali menikmati lemon tea yang tadi sempat di sediakan oleh Aslan untuknya. Dan kembali mendapat pelototan tajam Agni karena sadar Hara baru saja menghinanya.

Sebenarnya kalau Aslan sendiri, dia sudah punya satu nama yang melintas di otaknya setelah mendengar semua penjelasan Hara, tapi agaknya dirinya masih ragu untuk memberitahu pada kedua temannya itu tentang siapa orang itu. Bisa saja kalau benar perkiraannya, Hara akan tetap menyangkal untuk melindungi sosok ini, atau kalau dia beri tahu dan Hara tidak menyangkal, ada satu orang lagi yang mungkin ikut terluka karena kebenaran.

"Seenggaknya elo gak terluka terlalu parah." kata Aslan pada akhirnya. Dan Hara hanya tersenyum menanggapinya. Sebenarnya ini lumayan parah untuk dia yang tidak benar beradu tinju dengan siapapun dalam hidupnya, ah kecuali dulu sekali dengan kakaknya karena suatu hal yang membuat Hara lumayan benci pada keluarganya sendiri.

"Yang begini elo bilang gak parah, gila lo As." Agni geleng-geleng dengan pemikiran para cowok di sekitarnya yang suka menganggap normal perkelahian dengan adu jotos. Menurutnya perkelahian itu tidak harus sampai pada fisik hingga saling melukai satu sama lain.

"Lagian kenapa si cowok suka belaga sok keren kalau berantem tu mainnya main fisik. Sok jago." katanya lagi.

Hara hendak melayangkan protes karena Agni baru saja memukul rata semua cowok dalam kalimatnya, meski kenyataannya ada juga yang tidak suka melayangkan tinju di antara para lelaki, atau yang benar-benar melayangkan tinju saat sesuatu itu sudah benar-benar keterlaluan, seperti alasannya bertengkar dengan Jen.

Baru saja mulut Hara terbuka ingin mengatakan sesuatu, Agni memberi gesture Hara untuk kembali bungkam, karena ada telepon yang masuk ke ponselnya.

"Halo..."

"WHAT?? Kantor polisi?"

Hara dan Aslan betatapan satu sama lain, menatap tak mengerti.

"Oke, gue ke sana." setelah Agni menutup panggilan di ponselnya. Matanya menatap kedua teman laki-lakinya bergantian.

"Elo bedua ikut gue ke kantor polisi sekarang juga." belum sempat ke duanya memprotes, Agni menarik kedua lengan laki-laki itu keras, hingga mereka hanya bisa mengikuti ke arah mana perempuan itu menyeret mereka. Mungkin nanti mereka akan bertanya saat gadis itu sudah lebih santai.