Mereka menikmati ciuman tersebut, mengobati kerinduan untuk beberapa hari tidak bertemu. Sean nampak rakus melumat bibir Kay, membuat tubuh Kay terdorong pelan-pelan ke belakag. Mereka melupakan jika sedang berciuam di depan meja rias.
Kay belum menyelesaikan pekerjaannya, beberapa make up masih di atas meja. Karena hanyut dalam ciuman Sean, dia melupakan hal tersebut. Semakin lama tubuh Kay semakin mendekat ke meja rias. Pinggangnya menabrak meja rias sehingga mengakibatkan beberapa make up berjatuhan.
Mereka menghentikan ciuman tersebut, mereka sangat terkejut. Saling pandang dan mematung menatap make yang berjatuhan tidak bisa diselamatkan. Semua make up yang jatuh pecah dan itu semua adalah koleksi make up kesayangan Alicia.
"Tidak!" Kaylee berteriak frustasi, mengacak rambutnya sendiri.
"Astaga, kenapa aku bodoh sekali." Sean juga mengumpati dirinya sendiri.
Derap langkah kaki semakin mendekati mereka. "Kaylee!!" Pemilik make up berteriak pada Kaylee. Wajahnya sudah memerah dipenuhi dengan kobaran api mendapati beberapa make up kesayangannya hancur karena Kaylee.
Langkah kakinya semakin melebar dan cepat. Rambutnya yang berwarna abu-abu dan panjang terurai mengikuti arah angin. Sorot mata abu-abunya tajam, bersiap untuk menerkam Kay saat ini juga. Alicia menyeret tangan Kaylee dan menghempaskannya begitu saja. Tentu saja bokongnya menghantam lantai dengan keras. "Argh," Kaylee merintih kesakitan. Tubuh Alicia jauh lebih gempal daripada milik Kay, wajar saja akan dengan mudah untuk menjatuhkan Kay.
Lantas dimana peran Sean sebagai seorang laki-laki? Sean baru akan bertindak setelah Alicia menyakiti Kay, dia tidak pernah mencegah semua itu terjadi. Dia hanya selalu menghentikan apa yang sudah Alicia perbuat pada Kaylee.
Alicia mengambil besi yang berukuran kecil dan panjang. Itu adalah alat yang biasa dia gunakan untuk memukul Kay. Kay tahu akan di cambuk, dia memeluk kedua lututnya dan menenggelamkan wajahnya disana.
Satu cambukan berhasil mendarat di punggung Alicia. "Apa kau sengaja merusak make up ku, hum?" Memaki Kay sesuka hati, di tambah lagi dengan riasan make up bold yang gelap membuat dia terlihat mengerikan.
Kay mengigit bibir bagian bawahnya menahan rasa sakit. Dia enggan untuk mengeluarkan suara rintihan, karena dia tahu betul jika merintih akan membuat Alicia semakin mengamuk menyakitinya.
Dua cambukan akhirnya mendarat ke punggung Kay. Rasa sakit yang luar biasa, mau bagaimana pun besi tetaplah besi. Satu cambukan saja sudah sangat sakit, apalagi dengan dua cambukan.
"Apa sakit, hum?" Tanya Alicia dengan seringai. "Tapi sayangnya hanya dua cambukan tidak sebanding dengan harga make upku yang kau hancurkan." Alicia kembali mengangkat tangannya bersiap memukul Kay kembali.
Namun dengan sigap Sean mengambil besi pemukul tersebut dan membuangnya jauh. "Hentikah!" Ucapnya dengan tegas. Lagi-lagi dia terlambat, besi itu sudah mengenai tubuh. Kaylee. Sejak tadi dia hanya diam, entah dimana otaknya.
Alicia menatap tajam pada Sean. "Kenapa kau menghentikanku. Dia salah dan harus di hukum jadi jangan menghentikanku." Alicia memang belum puas untuk memukul Kaylee, dua cambukan itu baginya tidak seberapa. Dia minimal harus melakukan tiga kali cambukan agar puas.
Sebenarnya marah pada Kay bukan hal yang masuk akal, pasalnya untuk membeli make up mahal tersebut dia masih sangat mampu. Memukul Kaylee hanya alasan saja agar bisa menghancurkan tubuh Kaylee. Dia terlalu iri dengan kecantikan alami yang dimiliki Kayle dan kulit mulus milik Kaylee.
"Apa kau gila? Itu hanya sebuah make up, kau bisa membelinya lagi." Sean memegang tangan Alicia dengan erat agar Alicia tidak kabur untuk mengambil besi yang sudah dibuangnya. "Aku akan membelikanmu nanti, jadi hentikan kekerasan ini." Sean masih berusaha membujuk Alicia.
Alicia tergelak, ucapan Sean terdengar lelucon di telinganya. "Apa katamu? Kau akan membelikanku make up?" Tanyanya nampak meremehkan.
"Tentu saja. Aku tidak ingin ada kekerasan di mansion ini." Ucap Sean dengan mantap.
"Dengar dan ingat baik-baik, Sean!" Alicia menunjuk wajah Sean dengan telujuknya. "Kau tidak memiliki apapun dan kau hanya bekerja di perusahaan daddyku. Jadi jangan bersikap angkuh di hadapanku."
Harga diri Sean kali ini benar-benar jatuh, serasa diinjak-injak oleh Alicia. Wajahnya kini merah padam, menghempaskan tangan Alicia dengan kasar. "Aku memang bukan siapa-siapa. Tapi aku adalah seorang laki-laki, calon suamimu. Tidak sepantasnya kau menghina dan merendahkan harga diriku." Alicia nampak terkejut dengan kemarahan Sean, dia memang tidak sengaja dan tidak bermaksud menghina Sean. Dia hanya kesal pada Kay sehingga mulutnya tidak terkontrol.
"Baiklah lebih baik kita akhiri hubungan ini, aku tidak mau memiliki seorang istri yang menghina suaminya." Senjata mengancamnya kini keluar.
Tapi tidak dengan Kay, dia pikir Sean serius dengan ucapannya bukan hanya sekedar mengancam. Rasa sakitnya sedikit berkurang berganti dengan kebahagiaan, akhirnya penantiannya selama ini tidak sia-sia.
Sean melangkahkan kakinya angkuh hendak keluar dari ruangan tersebut, namun Alicia menahannya. Berusaha menarik tangan Sean, namun Sean juga berusaha melepaskannya. Alicia tidak menyerah begitu saja, dia memeluk Sean dari belakang.
"Maaf," ucapnya lirih penuh sesal.
Sean menarik kedua sudut bibirnya hingga membuat lengkungan, sebuah senyuman tipis menghiasi wajahnya yang tampan. "Berhasil," Sean bersorak dalam hati.
"Maafkan aku karena telah menghinamu. Tapi percayalah aku tidak sengaja mengucapkan itu. Aku mencintaimu dan aku tidak ingin jika kita berpisah." Alicia kembali memohon.
Sean perlahan memutar tubuhnya, meraih wajah Alicia dan tersenyum. "Aku juga sangat mencintaimu, bahkan saat ini aku sangat menyesal karena mengajakmu berpisah. Berjanjilah untuk tidak melakukan hal itu lagi." Ucapnya dengan lembut.
Sepasang kekasih tersebut saling berpelukan. Gertakan Sean berhasil membuat Alicia luluh, dia memang laki-laki yang pandai. Pandai dalam hal merayu, tidak salah jika Alicia tergila-gila pada Sean.
Sean tersenyum menatap Kaylee yang masih terduduk di lantai. Saat itu juga harapan Kaylee hilang, wajahnya nampak murung. Semua yang dibayangkan tidak sesuai dengan yang kenyataan. Meskipun berwajah murung Kay tetap membalas senyuman Sean, senyuman kaku dan canggung.
Sean menggerakan bibirnya. "Aku mencintaimu," dia berucap tanpa bersuara pada Kaylee. Kay hanya membalasnya dengan mengangguk pelan dan tersenyum tipis.
"Apa kau benar-benar mencintaiku?" Lanjutnya bertanya dalam hati.
Kay hanya bisa meratapi nasibnya yang menyedihkan. Masih terdiam dalam posisinya semula. Melihat kepergian Alicia dan Sean yang semakin lama semakin hilang dari pandangan matanya.
Seluruh tubuhnya melemas, rasa sakit ditubuhnya tidak seberapa. Masih lebih sakit dengan hatinya, melihat kekasihnya berpelukan dengan perempuan lain di depan matanya sendiri. Tapi di sisi lain hanya itu yang dapat menyelamatkannya dari penyiksaan yang dilakukan oleh Alicia.
Kedua sudut matanya mulai keluar cairan bening, namun kemudian Kay tiba-tiba tertawa kecil. Enggan menghapus air matanya yang sudah membasahi wajah. "Entah harus senang atau sedih dengan semua ini." Ucapnya.
TBC.