Langit berubah menjadi gelap. Bulan bersinar menampakkan kecantikannya, seakan tidak mau kalah. Bintang-bintang juga berterbaran, menemani malam Kaylee yang sepi ini.
Dia memang harus mengakui, setelah Sean menjalin kasih dengan Alicia penyiksaannya sedikit berkurang. Namun dia harus kehilangan sosok Sean. Sekarang tidak ada tempatnya untuk berbagi keluh kesah dan bersandar.
Kay sangat merindukan dimana tempatnya untuk bersandar di bahu, menangis sekencang mungkin dan mendapatkan perhatian kecil. Kini Sean selalu sibuk dengan pekerjaan barunya, selalu pulang malam sehingga jarang bertemu dengan Kaylee.
Kay dan Sean sesekali bertemu saat di malam hari, itu pun harus tengah malam dan tidak dilakukan setiap malam agar tidak diketahui oleh siapapun.
Malam ini Kay sangat merindukan Sean, namun dia tidak bisa berbuat apapun selain menahan rasa rindunya. Kay berbaring di ranjangnya yang empuk, dia masih beruntung karena tidak di tempatkan di kamar tidur para maid sejak kecil. Dia harus sangat bersyukur karena mendapatkan kamar tidur di lantai tiga, di antara deretan kamar tidur keluarga Jackson. Meskipun tidak lebih besar dan mewah milik Alicia maupun kamar tidur utama.
Pakaianya juga sangat layak karena Kay selalu menggunakan pakaian bekas milik Alicia. Jika sudah bosan, Alicia akan memberikannya pada Kay. Minusnya banyak pakaian Alicia yang sexy dan terbuka, hanya sebagaian pakaian Alicia yang agak tertutup.
Kaylee hanya akan menggunkan pakaian Alicia yang tertutup. Dress selutut lengan pendek, jaket, celana panjang, rok panjang dan kaos. Namun Kay tetap kebesaran karena ukuran tubuh Alicia yang lebih besar daripada Kaylee.
Sudah hampir satu jam Kay mencoba untuk tidur, namun kedua matanya enggan diajak kerjasama. Pikiran Kay hanya satu, dia ingin bertemu dengan Sean. Dia sangat merindukan Sean, sementara sekarang Sean belum juga tiba di mansion.
Menahan rindu memang sangat berat, Kay hanya bisa menangisinya. Dia sengaja belum menutup seluruh gorden jendela di kamar tidurnya. Karena malam ini dia ingin menikmati indahnya malam dengan dipenuhi bintang-bintang dan bulan yang terang.
Tidur meringkuk menatap langit, berharap hari ini ada bintang jatuh agar bisa menitipkan secarik doa kepada Tuhan. Keinginan yang sejak dulu tidak pernah berubah, meminta kepada Tuhan agar bisa dibebaskan dari tempat yang mengerikan ini dan melarikan diri bersama Sean.
Perlahan matanya tertutup, memang hari sudah semakin larut dan waktunya untuk beristirahat. Namun tiba-tiba sebuah lengan kekar melingkar di pinggangnya yang ramping. Aroma parfum yang sangat familiar di hidungnya, Kay buru-buru menoleh ke belakang. sosok laki-laki tampan yang sedang dalam pikirannya sekarang ada di depan mata.
Kaylee buru-buru bangun dari tidurnya, memeluk Sean dengan erat. Wajahnya nampak berbinar. "Aku sangat merindukanmu, Sean." Ucapnya lirih. Tetesan air mata haru mulai membasahi pipi.
"Begitupun aku. Aku sangat-sangat merindukanmu." Membasan pelukan Kay dengan penuh kasih sayang. Mengusap rambut Kay dan tak berhenti menciumi leher jenjang milik Kaylee.
Puas berpelukan, Sean melepasakan pelukannya. Sekarang menghujani wajah Kaylee dengan ciuman bertubi-tubi. Menghapus air mata yang menutupi wajah cantiknya dan kembali mencium kedua kelopak mata Kay.
Jangan ditanyakan lagi, perasaan Kay sungguh sangat senang. Kedua sudut bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman. Memperlihatkan giginya yang putih dan gingsul serta lesung pipi, nampak cantik dan manis.
"Apa punggungmu masih sakit?" Tanya Sean.
Kaylee menggelengkan kepala. "Tentu saja tidak. Kau adalah obat dari segala sakitku." Ucapnya sambil tersenyum.
Sean terkekeh pelan, mencubit gemas hidung bangir milik Kaylee. "Kenapa kau pandai sekali merayu." Ucapnya, membuat kedua pipi Kay merona. "Bukalah piyamamu. Aku akan mengobati lukamu."
Kaylee terdiam sejenak, menatap mata Sean. Entah apa yang sedang dicari olehnya. Satu kedipan mata dari Sean membuat Kay menganggukkan kepala. Tanpa basa-basi dia membuka satu persatu kancing piyamanya, hingga menyisakan pakaian dalam saja. Dia juga mengikat rambutnya ke atas, hingga memperlihatkan leher jenjang yang putih. Namun ada sebuah bekas luka memanjang yang menghitam akibat ulah Alicia.
Memutar tubuhnya sehingga duduk membelakangi Sean. Nampak dengan jelas goresan-goresan bekas luka yang diberikan oleh Alicia maupun Sarah. Mulai dari ukuran kecil, besar hingga panjang. Entah dimana mereka meletakkan otak mereka. Perihal iri membuat mereka gelap mata, menyiksa dan menyakiti Kaylee sesuka hati.
Karena kulit tubuh Kay yang putih memperlihatkan dengan jelas setiap bekas luka di punggungnya, tidak ada satupun yang memudar. Ada yang berwarna hitam, kemerahan hingga kecokelatan. Dia tidak pernah mendapat pengobatan yang baik, terkadang hanya dibiarkan mengering dengan sendirinya dan terkadang menggunakan krim yang mampu mengeringkan luka namun tidak bisa menyamarkan bekas luka.
Tapi beruntung akhir-akhir ini Sean selalu membelikan krim yang dapat menyamarkan bekas luka. Setidaknya lebih baik dari pada bekas luka yang terdahulu.
Sean memegang krim obat yang baru saja dibawanya. Mendekatkan ke punggung Kaylee dengan tangan yang gemetar dan susah payah meneguk salivanya. Bagaimana tidak, Sean hanya seorang laki-laki biasa. Apalagi dia juga sudah bertumbuh dewasa, dia sudah tahu bagaimana yang dinamakan cinta. Dia juga memiliki nafsu terhadap lawan jenis dan sekarang harus dihadapkan dengan Kay yang hanya menggunakan pakaian dalam saja. Meskipun tubuh Kay hampir dipenuhi dengan bekas luka, tapi sama saja tubuh Kay tetaplah indah.
Tangannya masih gemetar, meskipun sudah berulang kali mencoba mentralkan namun hasilnya sama saja. Sean sedang berada di dalam keadaan yang sulit. Sulit menahan hawa nafsunya.
Dia baru mengoleskan beberapa kali ke punggung Kay, namun tiba-tiba Sean menghentikan aktivitasnya. Menahan hawa nafsu memang sulit, dia sudah tidak sanggup lagi. Sean melemparkan krim obatnya sembarangan dan segera turun dari ranjang. Wajahnya pucat pasi, seperti sedang ketakutan.
Kaylee merasakan Sean yang menjauh darinya. Menoleh ke belakang melihat Sean yang bediri di depan pintu dengan mata yang memerah. Kay nampak terkejut, apalagi wajah Sean pucat pasi. "Apa yang terjadi? Apa kau sedang tidak sakit?" Tanya Kay.
Sean semakin susah payah meneguk salivanya, pasalnya sekarang tubuh bagian depannya terlihat dengan jelas. Sean menggelengkan kepala, berjalan mundur hingga punggungnya terbentur oleh handle pintu.
"Sean!!" Seru Kaylee, namun Sean tidak merespon apapun. Khawatir dengan keadaan Sean, Kay berjalan menghampiri Sean. Dia melupakan pakaiannya, hanya mengenakan pakaian dalam saja. Sean semakin pucat dan ketakutan.
"Sean, apa yang terjadi?"
Setelah Kay mendekat pada Sean, Sean malah justru mendorong Kay hingga bokongnya membentur lantai. "Argh," Kay menggerang kesakitan.
Sean nampak terkejut, namun dia enggan menolong Kaylee. "Maaf," ucapnya lirih. Hanya itu saja kata yang keluar dari mulutnya. Setelahnya dia berlalu meninggalkan Kaylee.
Kedua sudut mata Kay mengeluarkan cairan bening. Bukan sakit karena bokongnya menghantam lantai, namun sakit hati karena perlakuan Sean. "Kau jahat, Sean!" Kay bergumam lirih dengan wajah yang sudah basah oleh air mata.
TBC.