Ciuman Sean turun ke leher, sementara kedua tangannya juga tidak tinggal diam. Melepaskan satu persatu kancing piyama yang dikenakan oleh Kay hingga tersisa pakaian dalam saja. Tak ada penolakan yang dilakukan oleh Kay. Bahkan Sean juga melepaskan piyamannya, menyisakan celanannya saja.
Saat ini Jes terbuai dengan setiap sentuhan dan ciuman yang diberikan oleh Sean. Tangan Sean juga mulai turun, mengusap perut Kay. Kemudian beralih ke celana Kay, sudah bersiap untuk melepaskan celana yang dikenakan oleh Kay.
Namun Kay tiba-tiba membulatkan matanya. Mengambil selimut untuk menutup tubuhnya yang sudah setengah telanjang.
"Apa yang terjadi?" Tanya Sean bingung. Padahal dia sudah sangat yakin jika Kay menikmati perlakuan yang diberikan olehnya dan siap untuk diajak bercinta. Namun harapannya putus seketika ketika mendapat penolakan dari Kay.
Kay menunduk dengan wajah yang bersemu, dia juga menggeser tubuhnya menjauh dari hadapan Sean. "Maaf," lirihnya.
Sean turun dari ranjang, dia sedikit kecewa. Nampak jelas dari wajah dan matanya. "Kenapa kau menolakku? Bukankah kau cinta padaku?" Tanya Sean kesal. Dia juga sedikit menaikkan intonasi bicaranya.
Kay mendongak, menatap Sean yang berdiri tegap di samping ranjang. "Maaf, aku memang mencintaimu tapi…" Ucapannya terhenti, terlihat nampak sedang memikirkan sesuatu.
Sean menyambar pakaiannya dengan kasar, dia adalah laki-laki normal yang memiliki hawa nafsu terhadap lawan jenis. Wajar saja jika dia kesal karena tidak jadi menyalurkan hasratnya.
"Pembohong! Seseorang yang mencintai tidak akan mungkin menolak kekasihnya."
Mata Kay mulai berkaca-kaca, dia sangat jarang mendapatkan makian atau bentakan dari Sean. Tapi kali ini Sean membentak dan memakinya, hatinya sakit dan teriris.
"Aku tidak bermaksud menolakmu, Sean." Ucap Kay. Kedua sudut matanya mulai mengelurakan air mata. "Bisakah kau tanyakan secara baik-baik alasan aku menolakmu sekarang." Kay sambil menyeka air matanya.
Sean masih kecewa, dia hanya diam. Menatap Kay datar, tidak bereaksi atau berekspresi apapun.
"Lalu kenapa kau menolakku?" Tanya Sean datar.
Kay mulai kesal dengan sikap yang diberikan oleh Sean. Dia merasa Sean yang ada di hadapannya sekarang bukan Sean yang selama ini dikenalnya. "Aku sedang menstruasi, apa salah jika aku sekarang menolakmu?" Kay meninggikan nada bicaranya, dia sudah terlanjut kesal kepada Sean.
Dengan susah payah Sean meneguk salivanya, rasa penyesalan baru muncul sekarang. Menatap nanar Kay yang terlihat nampak pilu.
Sean perlahan kembali mendekati Kay, namun Kay yang sudah terlanjur kecewa menggeser bokongnya semakin menjauhi Sean.
"Sayang. Maafkan aku." Ucap Sean penuh sesal.
Tangannya mendekati Kay, hendak mengusap pucuk kepala Kay. Namun Kay menghindar bahkan menyingkirkan tangan Sean yang berada di dekatnya. "Menjauhlah, aku membencimu." Ucapnya. Membiarkan air matanya keluar membasahi pipi.
Sean mengenakan pakaiannya, begitu juga dengan Kay. Dia nampak buru-buru mengenakan kembali pakaiannya sebelum Sean menyentuhnya kembali. Rasa kecewa itu tidak akan mungkin hilang begitu saja meskipun Sean bersikap manis sekalipun.
"Kaylee," ucapnya lirih. "Maafkan aku, aku sungguh tidak tahu jika kau sedang menstrusasi. Aku tidak akan marah jika kau mengatakannya sejak awal." Lanjutnya lagi.
Kaylee menggeleng. "Kau jahat Sean. Tidak seharusnya kau marah akan hal itu, kita hanya sepasang kekasih. Jadi aku tidak wajib melayanimu, bukan?" Kaylee terkekeh pelan, meskipun air mata masih keluar.
Sean mengacak rambutnya frustasi, memang benar adanya. Dia seharusnya tidak marah pada Kay. "Aku sungguh menyesal, Kay." Ucapnya lagi lirih. Sean berusaha mendekati Kay, namun Kay selalu menghindar. Bahkan Kay turun dari ranjang.
"Kemari, mendekatlah sayang!" Sean merentangkan kedua tangannya agar Kay memeluknya.
Kay menggelengkan kepala, dia kembali memundurkan langkahnya menjauhi Sean. "Kau bukan Sean yang aku kenal. Kau berubah. Kau jahat, Sean!" Teriak Kay histeris. Beruntung kamar tersebut terdapat peredam suara, sehingga tidak memungkinkan jika suara teriakannya terdengar dari luar. "Seumur hidupku baru kali ini melihat kau membentak dan memakiku. Kau bukan Sean yang ku kenal." Lanjutnya lagi.
Sean merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Kay, dia benar-benar menyesal dengan apa yang dilakukannya tadi. "Maafkan aku kay," ucapnya lirih.
Sean tidak menyerah begitu saja, dia kembali mendekati Kay. Membawa Kay dalam pelukannya, tidak peduli dengan penolakan yang diberikan oleh Kay.
Pukulan beberapa kali di dada bidang Sean tidak terasa sakit, dia lebih sakit melihat Kay yang menangis tersendu. "Kau jahat Sean," ucap Kay disela-sela tangisannya.
Kedua sudut mata Sean juga mulai mengeluarkan air mata. "Maafkan aku, sayang. Aku sungguh tidak bermaksud menyakitimu. Aku tidak sengaja memaki dan membentakmu, maafkan aku. Aku sedang banyak masalah dan membawanya kepadamu. Tapi aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahku lagi. Ini adalah yang pertama dan terakhir aku membentak dan memakimu." Ucap Sean penuh sesal.
Semua penjelasan yang diucapkan oleh Sean sama sekali tidak membuat kekecewaan Kay mereda, dia semakin kesal dengan Sean. Kay mendorong tubuh Sean hingga pelukan mereka terlepas.
Kay menyeka air matanya dan menatap Sean dengan tatapan yang tajam. Hanya sesaat, kemudian dia tergelak. Suara tawanya menggema, memenuhi seisi ruangan tersebut. "Apa masalah?" Tanyanya, mengulang apa yang diucapkan oleh Sean.
Sean nampak kebingungan dengan sikap Kay, tapi dia perlahan menganggukkan kepala. "Ya, aku sedang banyak masalah. Masalah perusahaan, belum lagi Alicia yang sangat menyebalkan."
Kay menarik salah satu sudut bibirnya, kembali menatap Sean dengan tatapan yang tajam. "Lantas kau pikir hanya kau saja yang memiliki masalah?" Tanyanya membuat Sean bungkam seribu bahasa. "Kau pikir masalah itu hanya datang padamu saja? Apa kau melupakan bahwa masalah juga ada dalam hidupku bahkan itu tidak pernah berakhir."
Sean mengulurkan tangannya pada Kay. "Kemari," pinta Sean namun Kay menolak. "Dengarkan aku, sayang!" Lanjutnya lagi.
"Simpan penjelasanmu, aku tidak membutuhkan!" Ucap Kay dengan tegas.
"Keluar!" Pinta Kay sambil menunjuk pintu kamar tidurnya.
Sean benar-benar terkejut dengan Kay, pasalnya baru kali ini dia melihat Kay semarah ini. Di tambah lagi dia tidak pernah menyangka Kay yang lemah lembut dapat berbicara dengan nada tinggi.
Sean masih terdiam di tempatnya, dia tidak mungkin pergi begitu saja dalam keadaan Kay yang sedang marah. Dia akan menyelesaikan masalah ini agar bisa tidur dengan nyenyak.
Tapi tidak dengan Kaylee, dia tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Sudah sangat terlanjur kecewa dengan sikap yang diberikan oleh Sean.
"Aku bilang keluar! Keluar!" Kay mulai mengeluarkan nada tingginya kembali, lebih tinggi dari sebelumnya.
Sean menghela nafas kasar, memang Kay malam ini belum bisa tersentuh. Dia masih sangat marah padanya, akhirnya Sean memilih untuk mengalah. Dia keluar dari kamar tidur Kay, memilih lain waktu sampai kemarahan Kaylee mereda.
TBC.