Di sekolah.
Hari ini Aqilla memutuskan untuk kembali masuk sekolah. Karena keadaannya susah membaik sekarang, Aqilla juga tidak mau terlalu banyak keginggalan pelajaran. Karena itu hanya akan membuatkan sulit sendiri untuk menyusulnya.
Pagi ini Aqilla sudah sampai di kelas. Seperti murid lain pada umumnya. Sebelum jam pelajaran di mulai, ada saja tingkah laku dari beberapa murid di sana. Ada yang menunggu jam masuk sambil bergosip dengan temannya, ada yang tancap make up, dan ada juga yang main games dengan ponselnya. Namun Aqilla bukanlah tipe orang yang seperti mereka. Di sela-sela menunggu jam masuk berbunyi, Aqilla justru membaca buku. Mempelajari pelajaran yang akan di pelajari hari ini. Supaya jika tidak ada yang mengerti dia bisa bertanya langsung pada hari ini.
Kini bel pun telah berbunyi, tetapi kali ini ada yang berbeda di kelas. Ketika Aqilla melihat kursi Dika, ternyata di sana masih kosong. Dika belum juga sampai juga di kelas. Tidak seperti biasanya dia telat masuk kelas seperti ini.
Pagi ini kelas X-MIA.1 waktunya untuk belajar matematika.
"Selamat pagi anak-anak." Sapa guru matematika tersebut yang di jawab serentak oleh seluruh murid kelas X-MIA.1 dan di lanjutkan oleh guru tersebut dengan mengabsen mereka semua satu persatu dari yang namanya berawalan dengan huruf abjad A hingga Z.
"Galih Mahardika." Absen itu terus berlajan, dan sampailah juga pada nama Dika. Setelah guru tersebut menyadari ternyata Dika tidak ada, dan tidak ada jawaban, guru tersebut bertanya untuk memastikan kabar Dika. "Kemana Dika? Ada yang tau?
"Ga tau Bu." Jawab salah satu dari kami.
"Ga ada kabar?"
"Ga ada Bu. Aqilla, lu tau ga Dika kemana?"
"Loh kok malah jadi nanya ke gua? Mana gua tau, emang gua emaknya."
"Wuhhh, biasa aja dong, nyolot banget, orang nanya baik-baik juga."
Entah kenapa pada saat itu Aqilla menjawab dengan sangat sinis, tidak seperti biasanya dia seperti itu. Mungkin efek dari rasa kesalnya terhadap Dika akibat perbuatannya kemarin pagi yang berkelahi dengan kak Rian. Namun entah jenapa rasa kesalnya itu hanya tertuju untuk Dika, tidak untuk kak Rian.
"Sudah sudah. Kalau begitu Dika Ibu kasih alfa saja ya."
"Iyaa Bu.." Jawab seluruh murid dengan serentak. Kini pelajaran matematika di mulai sampai berakhirnya matan pelajaran tersebut.
**********
Kring... Kring... Kring...
Waktu telah menunjukan pukul 12.00 siang, yang artinya seluruh siswa dan siswi di perbolehkan untuk meninggalkan kelas dan beristirahat sebelum mereka semua nanti harus kembali lagi ke dalam kelas untuk melanjutkan kegiatan belajar mengajar.
Aqilla dan Keisya pun langsung bergegas pergi ke kantin. Karena perut mereka berdua sudah tidak bisa menahan lapar akibat otak dan tenaganya yang telah terkuras untuk memecahkan persoalan matematika yang begitu rumit. Lebih rumit dari permasalahan antara Aqilla, Dika, dan kak Rian.
Seperti biasa, Aqilla membeli nasi goreng di tempat langganannya yang menurutnya super duper enak, tidak ada yang dapat menandinginya. Sekalipun itu adalah masakan nasi goreng Ibunya sendiri. Tidak lupa juga dengan segelas es teh manis yang Aqilla pesan.
"Nasi goreng sama es teh manisnya Bu satu, biasanya."
"Ehhh iya neng, siap." Setelah memesan makanan dan minuman, Aqilla dan Keisya segera mencari kursi untuk duduk.
"Eh ngomong-ngomong si Dika kenapa ga masuk ya?" Tanyaku kepada Keisya yang jelas-jelas pasti dia tidak akan mengetahuinya. Seperti sebuah pertanyaan tersebut hanya untuk memulai pembicaraan di antara kita berdua yang sedang saling menikmati makananya masing-masing.
"Mana gua tau Qil. Kemarin lu yang ga masuk, sekarang dia. Ada apa si antara lu berdua?"
"Kemarin pagi dia ke rumah gua sama kak Rian."
"Terus? Ngapain dia berdua ke rumah lu?"
"Iya jadi gini Kei ceritanya–."
Keisya yang mendengarkan ceritan Aqilla sambil makan pun tersedak, dan segera mengambil segelas es jeruk yang berada di sampingnya tubunya, "Ya ampun, lu sampe kena pukul juga Qil?"
"Iya, lu liat aja nih pipi gua, masih rada memar gara-gara ulah mereka," ucap Aqilla kepada Keisya sambil menunjuk ke arah pipinya yang terluka dan memarnya belum begitu hilang di pipinya.
"Terus terus? Mereka berdua ga apa-apa?"
"Di usir mereka berdua sama kakak gua. Kayanya mah si Dika masih males kali ketemu sama gua, makanya dia ga masuk sekolah."
"Ya kali Qill, lebay banget jadi cowok. Cuma gara-gara itu dia sampai ga masuk sekolah."
"Mungkin, kan kita ga tau."
"Eh tapi dari tadi kita juga ga liat kak Rian ya? Kemana ya dia?"
"Oh iyaya, kak Rian juga ga kelihatan dari tadi. Biasnya kan paling engga kita ketemu dia di kantin." Aqilla kini menyadarinya, ternyata bukan hanya Dika yang tidak terlihat batang hidungnya hari ini, tetapi juga kak Rian.
"Iya, biasanya kan dia muncul paling engga cuma buat ngelihat lu doang, haha."
"Ish, apaan si lu."
"Eh Qil. Jangan-jangan mereka berdua bertengkar lagi di luar sana?"
"Keisya kalo ngomong. Jadi bikin gua panik aja deh. Gua jadi takut. Apa gua cari mereka berdua ya?"
"Jangan ngaco deh. Bentar lagi juga masuk."
Kring.... Kring... Kring....
"Tuh kan benar. Udah bel. Yaudah yu masuk lagi ke kelas."
Ucapan Keisya barusan langsung terwujud dengan sangat cepat. Ternyata bel tanda jam pelajaran selanjutnya pun berbunyi, kini saatnya mereka kembali ke kelas. Namun pikiran Aqilla kini terus tertuju kepada Dika dan Kak Rian. Aqilla takut jika mereka berdua benar berkelahi di luar sana.
Setelah beristirahat, mereka semua melakukan kegiatan belajar mengajar kembali. Pelajaran demi pelajaran pun telah mereka lewati. Tak terasa ternyata bel kini kembali berbunyi untuk ke sekian kalinya. Dan kali ini bel tersebut menandakan waktunya mereka semua untuk pulang ke rumah masing-masing.
Aqilla yang pada hari ini tidak memiliki jadwal kegiatan yang lainnya di luar jam sekolah langsung bergegas untuk pulang ke rumah. Abang Aqilla juga sudah mengabarkan kepada Aqilla jika dirinya sudah sampai di depan gerbang sekolah.
"Eh Aqilla..." Seseorang telah memanggilnya dari belakang. Ketika Aqilla berbalik arah menuju ke sumber suara tersebut, ternyata itu adalah Rio, salah satu teman seangkatannya tetapi beda kelas.
"Iya, kenapa?"
"Lu tau ga kenapa Dika ga masuk?"
"Ga tau, emang lu tau?"
"Gawat Qill, gawatt."
"Gawat kenapa si? Ngomong tuh yang jelas. Coba lu jelasin ke gua pelan-pelan."
"Dika kecelakaan Qill."
"Kecelakaan? Yang benar? Jangan bercanda lu."
"Sumpah Qill, gua ga bohong. Dia kecelakaan di jalan kemarin pagi. Dia di tambrak sama Rian, senior kita yang lagi dekat sama lu."
"Kak Rian? Ga mungkin. Jangan asal ngomong lu, nanti jatuhnya malah jadi fitnah."
"Kalo gitu lu ikut gua sekarang."
"Eh mau kemana?" Tanpa menjawab pertanyaanku, Rio langsung saja menarik tangan Aqilla dengan kencang untuk segera mengikuti langkahnya tersebut.
-TBC-