Chereads / Sayap Hitam / Chapter 23 - Bingung

Chapter 23 - Bingung

"Kenapa aku ada di sini, Daniel? Mengapa orang-orang itu melakukan padaku?" Ada begitu banyak pertanyaan yang berputar di dalam kepalanya. Nmaun, yang pasti ke mana orang-orang itu?

Ravi melepaskan pelukannya untuk melihat kesekelilingnya dan dia seketika terperangah melihat keempat orang tadi sudah tergeletak penuh darah dari luka melintang di tubuh masing-masing. "Apa? Apa yang kamu lakukan?"

Daniel menarik tangan Ravi dengan lembut untuk membuatnya menoleh hingga Ravi bisa memelihat ekspresi pengertian yang tercetak di wajah Daniel. "Ravi, aku melakukannya untuk membela diri. Aku tidak bisa membiarkan kamu yang hampir nyaris diperkosa dengan sekumpulan pria itu. Tidak perlu memikirkannya."

Ravi diam, dia tidak dapat menyangkalnya. Jika saja Daniel telat sedikit saja untuk menyelematkannya mungkin Ravi benar-benar telah diperkosa, Ravi sendiri tidak bisa membayangkannya jika hal itu benar-benar terjadi pada dirinya. Dia cepat-cepat membenarkan kembali pakaiannya, dia tidak bisa terus di sini.

"Kita pulang," kata Daniel membantu Ravi untuk berdiri.

Dia menahan Daniel ketika mereka hendak keluar dari tempat itu. "Di mana Raymond?"

"Tidak perlu memikirkan Raymond, kita harus segera pulang."

Tak tahu di mana dia sekarang, tetapi pikiran Ravi tertuju pada Raymond yang kala itu telah menyelamatkannya dan mungkin saja sekarang Raymond tengah mengalami masalah, mana mungkin Ravi mengabaikannya.

"Tidak, Daniel. Aku ingin melihat Raymond dan membawanya juga. Dia berjanji untuk tidak meninggalkanku." Ravi mempercayai janji itu dan merasa bahwa Raymond pastilah di sekitar sini juga.

"Kamu tidak boleh tetap di sini, berbahaya Ravi. Aku akan mengantarmu pulang lebih dahulu dan membawa Raymond kemudian," kata Daniel dengan nada yang tidak ingin dia ganggu lagi. Dia tahu Daniel peduli di antara kebenciannya pada Raymond.

Ravi tidak mengatakan apapun, tetapi dia mengikuti Daniel berjalan yang sambil memeluk bahunya erat. Sudah berapa kali Ravi mengatakan bahawa hidupnya sekarang benar-benar telah berubah setelah kedatangan Raymond, tetapi bukan berarti Ravi menyahkan Raymond. Tidak, semua ini pasti telah di gariskan akan terjadi padanya. Mungkin hal itu disebut, adalah sebuah takdir. Ravi pun masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri, di mana dia sekarang? Namun, tampaknya semuanya sudah jelas bahwa ini adalah dunia tengah seperti yang dikatakan oleh Raymond. Orang-orang di sini bukanlah manusia, tetapi ada satu hal, mengapa Daniel pun bisa berada di sini? Mengetahui hal-hal seperti ini? Dan juga dia terlibat dengan Adrian dalang dari semua kekacauan yang Ravi alami?

Lagi, langkah Ravi terhenti karena perutnya masih terus bergejolak dengan tidak nyaman, dia memuntahkan semua isi perutnya kembali, tidak tahan ketika dia tanpa sengaja mengingat kejadian barusan. Hari ini adalah hari paling buruk dalam hidupnya sepanjang yang Ravi ingat.

"Ravi, kita istirahat dahulu?"

Ravi menggeleng, dia ingin cepat di rumah sehingga Daniel bisa datang kembali untuk mencari Raymond dan membawanya pulang juga. "Tidak, hanya saja hari ini adalah hari paling buruk yang aku ingat."

Ravi menegakkan tubuhnya, tanpa sengaja melihat wajah Daniel yang diliputi kemarahan di sana tengah menatap ke arahnya, tetapi Ravi sendiri yakin bahwa pikiran Daniel tidak berada di sini. Tangan Ravi terangkat untuk melingkarkan pada pergelangan tangan Daniel membuat eksistensinya kembali padanya. "Daniel, ada apa?"

"Untungnya aku telah membunuh mereka semua. Jika aku telat sedikit saja, aku tidak bisa membayangkannya."

Ravi terdiam dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Daniel, pria yang berdiri di hadapannya ini tampak bukan seperti saudaranya yang dia kenal. Tatapan kemarahan menggebu dari Daniel memang bukan tertuju padanya, tetapi hal itu mampu membuat Ravi bergidik. Tidak lebih dari satu menit dengan tanpa suara, Ravi tidak pernah tahu bagaimana caranya Daniel membunuh para elf itu. Namun, ada darah di antara mereka, tercecer mengotori lantai.

Ravi mengalihkan pandangannya, tenggorokannya terasa seperti disumpal dengan puluhan batu berujung tajam. Sekali lagi dirinya tidak bisa menahan ingatan tadi, juga saat dia bersama Raymond kala itu di mana dia mempermalukan dirinya sendiri dengan membuka satu persatu pakaiannya di depan Raymond. Hal-hal memalukan serta menjijikan itu rasa-rasanya akan terus melekat di dalam pikirannya. Kapan ini akan berakhir? Kapan sekiranya perasaan takut yang terus mengejarnya ini akan menghilang dari kehidupannya?

Udara memberat ketika dia kedulitan bahkan untuk menarik napasnya, pandangan Ravi memudar, tetapi dia masih berusaha untuk tetap berdiri tegak seperti tidak terjadi apapun. "Daniel, cepat. Aku ingin pulang."

***

Ravi membuka matanya tatkala sinar matahari yang terang menyorot wajahnya, dia langsung bangun dari tidurnya untuk duduk lurus dengan setengah linglung. Ravi mencoba untuk mengingat kembali dengan apa yang terjadi di malam hari saat itu ketika tiba-tiba saja Adrian telah berada di depan rumahnya masih dengan pedang yang sama. Namun, Ravi hanya mengingat tentang hal itu selebihnya dia melupakannya dan tak mengingat sama sekali hal apapun yang terjadi pada dirinya juga pada Raymond.

Ketika Ravi hendak bangkit dari duduknya, tiba-tiba saja dia mendapatkan ketukan pintu dari luar. Ravi mengizinkannya masuk dan menemukan bahwa Raymond yang berdiri di ambang pintu sekarang.

"Ravi?" panggil Raymond masih berdiri di sana seperti tidak berani mendekat ke arahnya. Pandangan Raymond pun tidak benar-benar tertuju pada Ravi.

"Masuk saja Raymond," kata Ravi yang bangkit berdiri membereskan kasurnya, dia berpura tidak tahu untuk sementara tentang kejadian semalam dan berharap bahwa Raymond akan memicarakan hal ini lebih dulu.

Ravi melihat dari sudut matanya tatkala Raymond masuk dengan perlahan, tangan-tangan itu memelintir ujung kaus sambil bergerak gelisah ketika berheti tepat di sebelah Ravi.

"Ravi, apakah Ravi merasa baik pagi ini?" tanya Raymond memecah hening di antara mereka yang baru saja tercipta.

Ravi mengangkat alisnya, tidak menduga bahwa Raymond justru tengah bertanya tentang kondisinya sekarang. Ravi berdiri tegak menghadap Raymond menemukan pria itu tengah menatapnya sekarang dengan wajahnya yang turun. "Ya, bagaimana denganmu?"

Raymond mengulurkan tangan kanannya pada Ravi yang jelas membawa tanda tanya di kepalanya. Namun, justru sekarang mata Raymond telah berselimut cairan bening seolah dia bisa menangis kapan saja. "Ada apa?"

"Ravi, tanganku berdarah."