Aku memberikan tekanan ringan pada rahangnya, mengarahkan pandangannya ke rahangku. Perutku bergejolak, dan aku sama sekali tidak yakin ingin mendengar apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tapi aku perlu tahu. Dan apa pun rahasia ini, Madun perlu membaginya denganku. Ketika aku pertama kali bertemu dengannya, aku pikir ada sesuatu yang dingin dan gelap tentang jiwanya. Sekarang, aku dapat melihat bahwa kegelapan bukanlah kejahatan; itu adalah bekas luka di hatinya yang dia sembunyikan di balik penampilannya yang keren.
"Katakan," bisikku.
"Abang aku. Leo kecil. Dia tenggelam. Seharusnya aku mengawasinya, tapi aku terlalu sibuk memainkan permainanku sendiri. Dia berumur dua tahun. Kalau begitu, ibuku…" Sebuah getaran mengguncang tubuhnya. "Dia meninggal tiga tahun kemudian. Overdosis pada alkohol dan pil. Aku juga membunuhnya."
"Madun," aku menyebut namanya dengan gemetar, hatiku hancur karenanya. "Kamu hanya seorang anak kecil. Anda tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi."
